dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
028. Jebakan Jodoh
"Mimpi kamu?!" Fandi berkata dengan sarkas, "Saya ingatkan, saya sudah memutuskan hubungan dengan kamu. Silahkan lanjutkan Hidupmu bersama dengan Bayu, jangan usik kehidupan saya lagi. Karena saya juga tidak akan mengusik kehidupan kamu lagi!" Fandi berkata dengan tegas lalu menggandeng tangan Diandra untuk membawanya menuju ke dalam lift, mereka harus segera pergi dari sana sebelum Hilda kembali membuat ulah.
Hilda memanggil nama Fandi dengan cukup keras, namun Fandi sama sekali tidak merespon. Lelaki itu bahkan tidak menoleh sama sekali, tatapan matanya terus-menerus tertuju pada Diandra. Tatapan mata yang sangat dalam, seperti Diandra adalah semesta yang harus dirinya lindungi agar hidupnya bisa terus berjalan. Hilda yang emosinya sudah ditingkatkan paling atas karena melihat semua perlakuan manis yang tidak pernah dirinya dapat dari lelaki itu, juga panggilannya yang sama sekali tidak Fandi respon membuat Hilda berteriak kencang. Para perawat yang tengah sibuk dengan komputer serta kertas-kertas rekam medis milik pasien secara serempak melihat kearah wanita yang tampak kacau itu.
"Tolong jangan berisik ini rumah sakit, pasien perlu istirahat dengan baik agar lekas pulih." Perawat paling senior pun menegurnya agar tidak berisik namun Hilda dengan sangat tidak sopan justru menunjuk wajah perawat itu dan mengatakan untuk tidak ikut campur urusannya.
Setelah itu Hilda berjalan keluar, dengan penuh emosi dirinya kembali berteriak di depan lobby membuat dirinya menjadi pusat perhatian dari beberapa orang yang terlihat kesana kemari di area luar rumah sakit, dirinya bahkan tidak perduli jika orang-orang memperhatikannya.
"Sialan!" Hilda kembali berteriak tak terima dengan semua perlakuan Fandi barusan.
"Ngapain sih dia kesini, ngerusak mood aja." Fandi mendumel sendiri di dalam lift, Diandra hanya memperhatikannya saja, terhitung sudah kali ke lima Fandi mengatakan kalimat itu.
"Ya mana aku tau, tanya lah sendiri sana." Diandra menjawab dengan jengkel.
Fandi sudah tidak memeluknya lagi, entah apa isi pikiran lelaki itu tadi. Mungkin sengaja membuat Hilda kepanasan. Diandra sih mau mau saja jika diajak berdrama di depan Hilda, tapi tidak didepan umum juga sih, seperti yang Fandi lakukan tadi. Agak rawan bagi influencer sepertinya bermesraan didepan umum, Diandra berdoa semoga habis ini tidak ada gosip tentang dirinya di sosial media.
"Kamu kenapa? Kok marah sih?" Fandi bertanya pada wanita yang sedang prengat prengut disampingnya itu.
"Mau sadar nggak sih, aku ini influencer. Nanti gimana kalau ada berita di sosmed tentang kamu yang tadi peluk aku." Diandra berkata panjang lebar sambil menatap kesal Fandi yang terlihat tidak bersalah sama sekali.
"Ya udah sih." Fandi mengangkat bahunya acuh, lalu keluar dari dalam lift meninggalkan Diandra.
Diandra yang kembali dibuat kesal oleh sikap Fandi, menatap tajam punggung pria didepannya. Jika saja matanya bisa mengeluarkan laser tajam, mungkin punggung Fandi bisa terbelah menjadi dua.
"Kamu nggak turun? Mau naik lagi? Atau mau turun?" Fandi berbalik setelah dirasa Diandra tidak mengikutinya melangkah.
"Ishhh." Diandra menghentakkan kakinya kesal lalu berjalan menuju kearah Fandi yang berhenti menunggunya.
Keduanya sudah sampai di lantai 5, ruang perawatan Sisilia. Luka yang dialami wanita itu cukup parah pada bagian wajah, dan sialnya lagi wajahnya yang memberinya pekerjaan hingga bisa seperti sekarang, Diandra berharap tidak ada bekas luka pada wajah Sisilia nanti. Jika tidak mungkin sahabatnya itu akan sedikit stress karena terancam kehilangan pekerjaannya. Menjadi seorang model seperti Sisilia bukan saja harus memperhatikan penampilan, mereka juga harus sangat merawat kulit dan wajahnya agar sedap dipandang mata bukan, apalagi Sisilia juga menjadi brand ambassador beberapa produk kecantikan. Sangat wajib bagi dirinya agar merawat wajah serta kulitnya.
"Udah ah, ngambek mulu. Tinggal klarifikasi aja, apa susahnya sih." Fandi memberikan masukan yang sayangnya sama sekali tidak membantu.
Klarifikasi tentang apa? Hubungan mereka saja tidak jelas. Ingin berkata seperti itu, namun lidah serta mulut Diandra seperti tidak bisa dibuka. Rasanya seperti diberi lem super. Hingga masuk kedalam ruang perawatan Sisilia, Diandra masih mode diam. Didalam sana ada Githa serta Jerry yang duduk bersebelahan di sofa. Tidak, lebih tepatnya Githa menyandar pada dada Jerry, lalu lelaki itu memeluk Githa dari belakang. Fandi yang pertama kali menghela napas ketika melihat pemandangan itu.
"Aku udah dari semalam liat pemandangan kayak gini, nggak usah sok capek gitu lah. Kamu belum ada semenit disini." Diandra berbisik pelan pada Fandi.
Fandi menganggukkan kepalanya paham maksud Diandra. Kebucinan ini, Fandi hanya bisa berharap semoga mereka langgeng hingga tua. Jika tidak maka dirinya dan Randu lah yang akan repot.
"Randu mana?" Jerry bertanya pada sahabatnya yang baru meletakan pantatnya di sofa sebelah mereka, posisi Jerry sama sekali tidak berubah, masih memeluk Githa yang tampak memejamkan mata
"Masih di kantor, ngurus laporan." Fandi menjawab pertanyaan sahabatnya tanpa menatap Jerry sama sekali, pandangannya mengikuti Diandra yang sibuk mengeluarkan isi dalam kantong plastik yang dirinya bawa.