Kenneth memutuskan untuk mengasuh Keyra ketika gadis kecil itu ditinggal wafat ayahnya.
Seiring waktu, Keyra pun tumbuh dewasa, kebersamaannya dengan Kenneth ternyata memiliki arti yang special bagi Keyra dewasa.
Kenneth sang duda mapan itupun menyayangi Keyra dengan sepenuh hatinya.
Yuk simak perjalanan romantis mereka🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25. Intim
25
Keyra sudah dua puluh tahun ketika akhirnya mereka bersatu dalam perasaan yang sama malam itu.
Dan untuk pertama kalinya, kamar itu terasa bukan sekadar ruang aman bagi masa remajanya, melainkan tempat di mana ia berdiri sebagai seorang perempuan dewasa.
Lampu tidur menyala temaram. Tirainya setengah tertutup. Udara dipenuhi keheningan yang hangat, bukan canggung.
Kenneth duduk di tepi ranjang Keyra, sementara gadis itu berdiri di hadapannya setelah kembali dari kamar mandi. Jarak mereka nyaris tak ada. Telapak tangan Ken masih bertaut dengan jemari Keyra, seolah melepaskannya berarti kembali pada jarak bertahun-tahun yang pernah memisahkan mereka.
“Apa kamu yakin tentang kita?” tanya Ken pelan.
Nada suaranya tidak menuntut, justru menahan.
Keyra mengangguk. Matanya jernih, penuh keyakinan.
“Aku bukan lagi gadis kecil yang hanya tahu berharap.”
Ken menghela napas panjang, lalu mengangkat tangan Keyra ke dadanya sendiri.
“Om hanya ingin memastikan… kamu di sini karena pilihanmu.”
“Aku di sini karena perasaanku,” jawab Keyra lembut. “Dan karena aku percaya sama Om. Aku yakin Om pasti bisa bahagiain aku.”
Itu cukup.
Ken menariknya ke dalam pelukan, perlahan, penuh kehati-hatian. Tidak ada tergesa, tidak ada dorongan liar. Hanya dua jiwa yang lama saling merindukan akhirnya berani bersandar.
Keyra menyandarkan kepala di dada bidang Ken. Detak jantung pria itu terasa jelas, teratur, menenangkan.
“Om selalu seperti ini kalo meluk,” bisiknya.
“Selalu bikin aku nyaman dan nggak mau lepas.”
Ken tersenyum kecil. Tangannya mengusap punggung Keyra, gerakannya sederhana, menenangkan.
“Dan kamu… selalu menjadi alasan Om takut melangkah terlalu jauh.”
Keyra mendongak. Tatapan mereka bertemu. Tidak ada senyum menggoda, hanya kejujuran yang telanjang dalam makna paling manusiawi.
“Kenapa harus takut? Aku ingin Om melihatku,” ucap Keyra.
“Bukan sebagai seseorang yang harus Om lindungi… tapi sebagai seseorang yang Om inginkan.”
Ken menelan ludah. Ada pergulatan di matanya, antara prinsip dan perasaan. Namun kali ini, ia tidak mundur.
Ia menyentuh wajah Keyra, ibu jarinya mengusap pipinya perlahan.
“Kalau Om mau jujur pada diri Om sendiri,” katanya lirih, “Om sangat menginginkanmu, sweetheart. Dan aku membenci diriku karena itu.”
Keyra tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca.
“Tapi aku nggak pernah membenci Om. Bahkan saat Om pergi.”
Ken menunduk, mengecup kening Keyra lama. Lalu pelipisnya. Sentuhan yang berbicara lebih banyak daripada kata-kata.
Keyra memejamkan mata, menikmati kehangatan itu. Tangannya mencengkeram punggung Ken, bukan menuntut, hanya memastikan ia nyata.
“Kita tidak perlu tergesa,” bisik Ken.
“Aku ingin mengingat malam ini sebagai sesuatu yang indah… bukan sesuatu yang kita sesali.”
Keyra mengangguk.
“Aku hanya ingin dekat sama Om. Itu aja.”
Ken meraih pundak Keyra. Mereka kini saling berhadapan, lutut bersentuhan. Tangannya tetap bertaut dengan tangan Keyra, seolah itu jangkar bagi keduanya.
Dalam diam itu, Ken menyadari satu hal yang tak lagi bisa ia sangkal,
ia tidak hanya melindungi Keyra, ia memilihnya.
Dan Keyra, dalam keheningan yang sama, tahu bahwa penantiannya tidak sia-sia.
Malam itu tidak dipenuhi janji besar atau kata-kata dramatis.
Hanya kehadiran.
Hanya detak jantung yang akhirnya berdamai dalam jarak yang sama.
Dan untuk pertama kalinya, kamar itu menyimpan kenangan yang tidak perlu disembunyikan.
.
Keyra akhirnya tertidur di sisi Ken dengan napas yang teratur, wajahnya menghadap sedikit ke arah Ken. Rambutnya tergerai di bantal, sebagian menutupi pipi yang tampak lebih lembut dalam cahaya temaram lampu tidur.
Ken tidak bisa langsung memejamkan mata.
Ada terlalu banyak rasa yang bercampur di dadanya, bahagia, karena akhirnya jarak panjang itu runtuh tanpa paksaan. Haru, karena gadis yang dulu ia gendong saat tertidur kini berbaring di sisinya sebagai perempuan dewasa. Dan khawatir, karena ia tahu betul betapa rapuhnya garis yang sedang mereka pijak.
Ia menggeser sedikit tubuhnya, memastikan jarak tetap terjaga. Tangannya terangkat, menyentuh rambut Keyra dengan penuh kelembutan. Ken tersenyum kecil, getir pada dirinya sendiri.
“Kamu tidak tahu betapa sulitnya aku menahan ini,” gumamnya pelan, lebih seperti pengakuan pada malam.
Keyra bergerak dalam tidurnya, menghela napas kecil, lalu kembali tenang. Tidak ada kegelisahan di wajahnya, hanya rasa aman. Dan justru itu yang membuat Ken semakin teguh.
Ia menyadari satu hal dengan sangat jelas,
mencintai tidak selalu berarti memiliki lebih jauh.
Kadang, mencintai adalah tahu kapan harus berhenti.
Ken menarik selimut sedikit lebih tinggi, memastikan Keyra tetap hangat. Ia memilih berbaring telentang, menatap langit-langit kamar, membiarkan pikirannya berkelana pada tahun-tahun yang telah mereka lewati, kepergian, penantian, dan pertemuan kembali yang telah ia rencanakan bertahun-tahun.
“Aku ingin kamu bangun besok tanpa keraguan,” bisiknya.
“Tanpa penyesalan.”
Pelan-pelan, Ken akhirnya memejamkan mata. Keputusan itu terasa berat, namun benar. Ia memilih menjaga batas, bukan karena kurangnya perasaan, melainkan karena rasa hormat yang justru lahir dari cinta yang paling dalam.
Dan malam itu, di kamar yang sunyi, dua hati beristirahat dalam kedekatan yang tenang,
belum melangkah lebih jauh,
namun sudah saling memahami lebih dari cukup.
.
Keyra terjaga dengan tarikan napas tajam.
Dadanya naik turun tidak beraturan, keningnya basah oleh keringat dingin. Dalam cahaya setengah redup, ia sempat kebingungan membedakan mimpi dan kenyataan. Bayangan itu masih melekat, Ken berjalan menjauh, punggungnya semakin kecil, suaranya tenggelam oleh jarak. Ia memanggil, berteriak, namun pria itu tak pernah menoleh.
“Ken…”
Suara itu nyaris tak terdengar, pecah oleh rasa takut yang mendadak menyesakkan.
Ia duduk dengan tubuh gemetar, menoleh ke sisi ranjang, dan seketika dadanya terasa lebih ringan ketika melihat sosok itu masih ada. Ken terbangun hampir bersamaan, seolah nalurinya selalu siaga terhadap perubahan napas Keyra.
“Hey…” Ken langsung bangkit, suaranya rendah dan menenangkan. “Ada apa Sweetheart?”
Keyra menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung meraih lengan Ken, seolah takut jika dilepas sedetik saja pria itu akan menghilang sungguhan.
“Aku mimpi buruk,” bisiknya. “Aku mimpi Om pergi lagi… dan kali ini aku nggak bisa mengejar Om.”
Ken tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya menarik Keyra ke dalam pelukan, erat, pasti, tanpa ragu. Satu tangannya menyangga punggung Keyra, yang lain mengusap rambutnya perlahan, berulang-ulang, seperti menenangkan anak kecil yang ketakutan.
“Tidak,” katanya tegas namun lembut. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana lagi.”
Keyra menyembunyikan wajahnya di dada Ken. Napasnya masih tersengal, namun detak jantung pria itu, tenang dan stabil, perlahan menular padanya.
“Kamu aman, Sweetheart,” lanjut Ken pelan. “Om selalu di sini. Om janji.”
Keyra mengangguk kecil dalam pelukan itu. Tangannya mencengkeram dada Ken, bukan untuk menahan, melainkan memastikan kehadirannya nyata. Beberapa saat berlalu dalam diam, hanya diisi suara napas yang perlahan kembali seirama.
Ken tidak melepaskan pelukan itu sampai Keyra benar-benar tenang. Ia menempelkan dagunya di puncak kepala Keyra, menutup matanya sejenak.
Dalam hati, Ken tahu, ketakutan itu bukan sekadar mimpi. Itu adalah sisa-sisa luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Dan malam itu, tanpa kata-kata besar, ia memilih satu hal dengan pasti,
Ia akan tetap tinggal.
Ken menuntun Keyra agar tenang kembali. Sentuhan lembutnya dipunggung gadis itu, begitu nyata dan penuh rasa. Tidak hanya disana, Ken juga tergoda untuk merasakan halusnya kulit paha Keyra. Dengan tangannya, lembut, pelan.
"Om..." Keyra mendesah pelan, nafasnya hangat menyapu dada Ken. Lalu bibirnya menempel perlahan, bergerak seiring lembutnya sentuhan Ken di pahanya.
"Sweetheart..." Ken mendesis, suaranya terdengar berat. Lalu tangannya menyusup ke bagian dalam paha gadisnya, bermain disana, dan nafasnya terdengar semakin berat.
"Ooommm...." Keyra melenguh panjang ketika ujung jemari Ken menyentuh area terdalam meski hanya sekilas.
Akankah kemesraan itu berlanjut?
.
YuKa/ 171225
akhirnya..... akhirnya......
🤣🤣🤣🤣.. lanjut kan ... lanjut kan memetik buah yg sudah ranum itu..... 🤭🤭
sikap Ken bukan sekedar untuk tanggung jawab sama keyra tp lebih seseorang yg memiliki perasaan lebih buat key dan mommy nya tau akan hal itu
pengen di matengin saja butuh 5 THN LDR ..oolah om Ken 😅😅