Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyum mahal
Setelah mengetahui penjelasan dari Tania, Shasa pun bersemangat untuk membujuk Tania agar mau menerima abangnya.
"Emang sih abang aku itu orangnya susah ditebak. Tapi kamu soal tanggung jawab abang itu nomer 1. Kamu ndak bakalan nyesel deh. Ah, aku ngebayangin kalau kamu beneran jadi istrinya abang. Apa lagi yang kamu pikirkan? Apa karena abangku duda?"
"Ndak kok, bukan itu."
"Lalu apa? Apa karena abang tidak punya keturunan, kamu takut nanti juga ndak akan punya keturunan juga sama abang?"
"Ndak juga. Aku hanya merasa kurang pantas. Tahu sendiri aku ini ndak punya apa-apa, Sha."
"Ya Allah, Tania..... keluargaku sudah tahu keadanmu. Aku yakin kalau ayah dan bunda tahu mereka juga pasti bakal lamar kamu."
"Sha, Sha... jangan kasih tahu mereka dulu ya. Aku malu."
"Cie.... calon mbak iparku."
Shasa mencolek dagu Tania.
Sekitar jam 8 pagi, Saif sudah berangkat ke rumah sakit. Ia sudah membuat janji dengan orang yang menabrak Tania di depan rumah sakit. Saif sampai terlebih dahulu. Ia menunggu orang tersebut sekitar lima menit. Orang tersebut datang bersama istrinya membawa parsel buah.
"Maaf Pak, kami telat."
"Ndak pa-pa. Mari ikut saya."
Mereka pun naik lif menuju kamar Tania.
Sampai di depan kamar Tania, Saif mengetuk pintu karena ternyata pintunya dikunci. Shasa pun langsung membukakan pintu.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, abang." Shasa mengulum senyum.
"Dek, abang bawa tamu."
"Oh iya, mari silahkan masuk."
Tania bingung melihat orang yang dibawa Saif karena tidak mengenali mereka.
"Mbak, maaf kan saya. Saya adalah orang yang sudah menyerempet mbak malam itu. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya membawa pick up buru-buru karena mendengar anak saya sakit. Dan saya tidak tahu kalau saya sudah menyerempet orang."
"Iya mbak, maafkan suami saya." Sahut istrinya.
Tania pun mengeluh senyum.
"Lain kali tolong lebih hati-hati, pak. Kalau ini terjadi kepada orang lain mungkin bapak akan dituntut."
"Iya, saya sangat menyesal. Maafkan saya. Jika hal ini terjadi kepada keluarga saya, pasti juga kami akan menuntut. Terima kasih kepada mbak dan keluarganya yang mau memaafkan saya."ujarnya degan penuh penyesalan.
"Iya, pak."
Saif mempersilahkan dia orang itu duduk di sofa. Saif mengajak mereka ngobrol sebentar. Sedangkan Shasa duduk di samping brangkar. Tania dan Shasa ikut mendengarkan obrolan mereka.
15 menit kemudian, mereka pamit untuk pulang karena mereka menitipkan anaknya kepada tetangga. Saif pun sudah memesankan mereka go car.
Setelah mengantar mereka ke bawah, Saif kembali ke atas. Ternyata Shasa tidak ada di kamar Tania.
"Kemana Shasa?"
"Em, sedang tebus obat."
"Bagaimana keadaanmu hari ini?"
"Alhamdulillah, sudah lebih baik."
Sebenarnya Shasa sudah kembali, namun ia mengurungkan niatnya untuk masuk karena ingin memberi kesempatan untuk keduanya. Shasa berdiri di depan kamar Tania sambil menempelkan telinganya ke pintu. Ia berharap bisa mendengar obrolan orang di dalam. Shasa tudak sadar jika kedua orang tuanya datang dan berdiri di belakangnya.
"Shasa... "
"Astaghfirullahal adzim, kaget bun. "
"Lha, habis kamu kayak maling."
"Hehe... bunda, mau jenguk Tania?"
"Mau jenguk siapa lagi?"
Saif mendengar suara ramai dari luar. Ia pun membuka pintu.
"Bunda, ayah, ngapain di luar? Ayo masuk."
"Iya, ini juga bunda mau masuk kok."
Setelah masuk ke dalam bunda langsung memeluk Tania dan menanyakan keadaannya. Bunda juga membawakan kue buatannya untuk Tania. Rasanya Tania semakin tidak enak hati mendapatkan perhatian lebih dari orang tua Shasa. Sebenarnya bunda dan ayah juga ingin bertemu dengan orang yang sudah menyebabkan Tania kecelakaan. Namun ternyata orangnya sudah keburu pergi.
"Tania, bunda sudah siapkan kamar untuk kamu kalau sudah pulang nanti."
"MasyaAllah, maaf sudah merepotkan bunda dan keluarga. Tania ndak tahu harus membalasnya dengan apa."
"Jangan bilang begitu. Kami ikhlas kok."
Tidak lama kemudian, bunda dan ayah pamit pulang karena masih ada kepentingan. Menyusul kemudian Saif pun pamit karena harus pergi je perusahaan.
"Abang pergi dulu. Dek, jangan kasih Tania makanan sembarangan dulu."
"Iya, iya abangku. Hati-hati ya, jaga hati. Hehe..."
Saif mengernyitkan dahinya. Ia tidak tahu jika adiknya sudah mengetahui segalanya.
Jadi saat inidi rumah sakit tinggal Shasa yang menemani Tania.
Saat ini Tania jadi berpikir keras untuk menerima lamaran Saif. Sekarang Tania mengerti maksud Saif. Jika setelah ini ia akan tinggal di rumah mereka, sudah pasti akan bertemu dengan Saif setiap hari. Dan hal itu mungkin tabu bagi keluarga mereka karena ada wanita lain yang bukan mahram. Sedangkan Saif statusnya adalah single.
"Tapi kalau cuma karena itu, berarti bang Saif terpaksa menikahiku karena tidak ingin keluarganya menanggung kecaman masyarakat."
"Hei, kok bengong?" Tegur Shasa.
"Eh ndak kok."
"Bohong dosa lho!"
Tania mengulum senyum.
"Kenapa, lagi mikirin abang ya?" Goda Shasa.
"Ish, apaan sih."
"Udah deh, jangan kelamaan mikir. Kapan lagi dapat ipar kayak aku. Tania, aku tadi lihat lho pandangan abang sama kamu. Ih abangku kayaknya benar-benar sedang jatuh cinta."
"Sotoy!"
"Dibilangin ndak percaya. Ya Allah... baru kali ini aku melihat ada pelangi di matanya."
Tania terkekeh melihat Shasa dengan ekspresif memperagakannya.
Sore harinya.
Shasa menemui Saif di kantornya. Shasa meminta agar Saif yang menjaga Tania malam ini karena ia sedang ada tugas makalah yang harus dikumpulkan besok. Jadi dia ingin berkonsentrasi dan mengerjakannya di rumah. Saif pun mengiyakannya. Namun sebelumnya, Saif meminta izin kepada kedua orang tuanya.
"Ingat bang, kalian bukan mahram. Tetap jaga marwah Tania. Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Setan itu di mana-mana bang." Pesan bunda.
"InsyaAllah abang masih tahu batasan, bunda. Jadi bunda tidak perlu khawatir. Do'akan Tania segera membuka hatinya. "
"Pasti, bang."
Pulang dari kampus, Saif pun langsung menuju ke rumah sakit. Namun di pertengahan jalan, Saif mampir di sebuah cafe untuk membeli beberapa makanan ringan seperti roti bakar, kentang goreng, dan dessert. Setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke rumah sakit.
Sampai di kamar Tania, ternyata dokter baru saja selesai memeriksanya. Dokter berpesan bahwa Tania boleh pulang sekitar empat atau lima hari lagi. Tania hanya boleh memakai kursi roda dulu. Untuk membuka gips pada kakinya masih membutuhkan waktu sekitar satu bulan lagi bahkan bisa lebih tergantung perkembangannya nanti.
Setelah dokter dan perawat pergi, tinggal Tania dan Saif berdua.
"Bang... "
"Iya, ada apa?"
"Mau makan."
Saif mengulum senyum. Baru kali ini Tania seakan membutuhkannya dan menganggapnya ada. Lagi-lagi Tania melihat senyum mahal itu.
"Ya Allah... berikanlah hamba jawaban atas semua ini." Batinnya.
Bersambung.....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kak, othor sudah ke dokter. Maaf othor ternyata tekanan darah tinggi. Makanya kesehatan othor tidak stabil beberapa hari ini.Jadi maaf ya kalau othor belum bisa maksimal dalam berkarya.
saif tania menuju halal, mudah"an di permudah urusannya
dari bab awal sampe di bab di sini gak comend di krn kan fokus ke cerita... mohon di maap kan ga☺️
sehat selalu kak othor