Naren kehilangan pekerjaannya dan terpaksa kerja serabutan demi menghidupi istri serta tiga anaknya.
Namun pengorbanannya tidak cukup untuk menahan hati Nadira, sang istri, yang lelah hidup dalam kekurangan dan akhirnya mencari kenyamanan di pelukan pria lain.
Di tengah getirnya hidup, Naren berjuang menahan amarah dan mempertahankan keluarganya yang perlahan hancur.
Mampukah Naren tetap mempertahankan keluarga kecilnya di tengah peliknya kehidupan? Menurunkan Ego dan memaafkan istrinya demi sang buah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu minggu dari sekarang
Berkat kehadiran Shanaya malam ini, Naren bisa melalui semuanya dengan tawa di tengah-tengah hal buruk yang menimpa orang tuanya. Naren bersyukur Shanya hadir dalam hidupnya dan memberikan warna yang sempat hilang selama ini.
Pria itu mengangguk ketika ibunya dan Shanaya hendak pergi, seolah mengatakan ia tidak apa-apa berada di rumah sakit sendirian menjaga ayahnya.
Setelah kepergian dua wanita itu, Naren duduk di depan ruangan ICU. Mulai memejamkan matanya yang terasa sangat berat, kepalanya pun seperti hampir meledak.
Tidak lama ia mendengar keributan dari berbagai arah sampai terpaksa membuka matanya. Ia langsung berdiri, takut terjadi sesuatu pada ayahnya.
"Apa yang terjadi suster?" tanya Naren.
"Ada pasien yang baru saja meninggal Pak. Dan sudah di bawah keluarganya."
"Bagaimana dengan kondisi pak Arya?"
"Pasien atas nama pak Arya kondisinya semakin membaik. Jika nggak ada komplikasi sampai siang, pak Arya sudah bisa dipindahkan ke ruang inap."
"Terimakasih."
Naren kembali duduk, ia baru sadar bahwa jarum jam sudah menunjukkan angka 6 pagi. Padahal merasa baru tidur beberapa jam saja.
Tidak lama ia melihat kedatangan ibunya yang berjalan secara tergesa-gesa sambil membawa paper bag di tangan.
"Ayahmu bagaimana Nak?"
"Kondisinya jauh lebih baik dari semalam Bu."
"Syukurlah." Ibu Naren menghela napas lega. "Pakaian kerja yang kamu minta Nak," ucapnya memberikan paper bag pada Naren. "Tapi apa nggak sebaiknya kamu cuti dulu? Kamu pasti sangat lelah dan ...."
"Naren baik-baik saja. Kalau begitu Naren pergi dulu."
Naren meninggalkan rumah sakit, singgah di sebuah masjid untuk mandi kemudian menuju aparteman Leona.
"Sorry Wil."
"Santai saja Ren, namanya juga musibah nggak ada yang tau," ucap William yang enggak meninggalkan apartemen sebelum Naren datang. "Kondisi ayahmu bagaimana?"
"Sudah lebih baik."
"Semangat." William mengepalkan tangannya, memberikan semangat sebelum pergi.
Naren berdiri tegap di samping pintu apartemen sampai akhirnya pintu itu terbuka dan pemiliknya menampakkan diri dengan senyuman. Sepertinya Naren akan terperangkap di gedung itu di lihat dari penampilan Leona. Hanya memakai baju tidur tanpa polesan make up di wajahnya.
"Banyak makanan di dalam Mas, ayo sarapan bersama," ajak Leona.
"Saya sudah ...."
"Saya nggak percaya, ayo masuk." Leona menarik tangan Naren sehingga mau tidak mau pria itu melewati pintu yang tidak seharusnya kecuali keadaan darurat.
Apartemen itu bahkan lebih besar dari rumahnya bersama Nadira dulu. Semua desain dan interiornya benar-benar indah. Semuanya menjelaskan betapa anak seninya seorang Leona.
"Apa kita terlambat?" tanya seorang wanita dan diikuti oleh pria di belakangnya.
"Belum," jawab Leona. "Ayo duduk semuanya!" ajaknya pada Shanaya, Arina dan William yang kembali atas perintah Leona sendiri.
Tampaknya pagi ini senyuman Leona benar-benar tulus tidak seperti sebelumnya. Naren senyum tipis, mereka bukan siapa-siapa dalam hidupnya. Ia juga tidak tahu ini sarapan pagi yang diatur untuknya atau bukan, yang pasti situasi tersebut membuatnya senang.
"Pagi-pagi buta aku sudah mendapatkan telepon dari ibu ratu, kirain apa. Eh ternyata di ajak sarapan bareng," celetuk Arina yang tampak biasa saja seolah hal buruk yang terjadi kemarin tidak pernah ada. Padahal jelas-jelas Naren melihat betapa hancur wanita itu.
"Sama, aku masih tidur padahal," sahut Shanaya.
Berbeda dengan Naren dan William yang tampak canggung. Mau bagaimana lagi, mereka sangat berbeda dengan ketiga pewaris di hadapannya. Bahkan masuk ke apartemen Leona sudah mempertaruhkan pekerjaan mereka. Apalagi kini ikut sarapan bersama.
Mungkin bagi orang lain sikap keluarga Leona sangat berlebihan, tapi bagi mereka itu hal normal. Apalagi setelah apa yang terjadi dengan Leona beberapa tahun lalu.
....
Sift kerja berganti, Naren pulang ke rumah untuk istirahat sejenak sebelum menggantikan ibunya di rumah sakit. Namun, saat turun dari mobil ia mendapati ibunya menangis dan memohon pada pria berjas hitam. Belum lagi perabotan rumah berserakan di depan rumah.
"Buk." Naren berlari kecil menghampiri ibunya. Memegang lengan wanita itu dan membantunya berdiri. Sungguh, Naren tidak suka wanita yang selalu ia muliakan berlutut di kaki pria asing.
"Berhenti merusak semua barang di rumah ini!" bentak Naren dengan gigi bergemelutuk ketika anak buah pria di hadapannya kembali melempar sesuatu dari dalam rumah.
"Rumah ini harus dikosongkan, karena rumah ini menjadi jaminan pinjaman pak Arya. Hari ini tenggat waktu yang kami berikan!"
"Semuanya bisa dibicarakan baik-baik, nggak harus memakai kekerasan. Bahkan kalian belum memberikan peringatan dan datang mengacaukan segalanya!"
"Jangan ceramah, bayar saja hutang pak Arya kalau nggak mau keluar dari rumah ini!"
"Beri saya waktu 1 minggu. Kalau saya tidak membayarnya, saya akan mengosongkan rumah ini," ucap Naren.
"Baiklah, tepati janjimu! Saya akan kembali satu minggu lagi." Pria itu memberikan perintah pada anak buahnya untuk meninggalkan rumah orang tua Naren.
Kini yang tersisa hanya kekacauan juga Naren dan ibunya. Pria itu tersenyum dan mengelus lengan ibunya.
"Ibu nggak akan kehilangan rumah ini, Naren janji."
"Tapi uang dari mana Nak? Biaya rumah sakit ayah pasti menguras semua tabunganmu. Dan sekarang melunasi hutang?"
"Percaya sama Naren." Naren berusaha untuk meyakinkan ibunya. "Ibuk kembali ke rumah sakit dulu menemani ayah, tapi ibuk nggak usah kasih tahu apa yang terjadi pada ayah. Naren akan membereskan rumah setelah itu ke rumah sakit."
"Tapi Nak, kamu pasti lelah. Baru pulang kerja."
"Ada mbok yang bantu Naren."
Pria itu mengangguk sekali lagi ketika ibunya enggang meninggalkan rumah. Naren istirahat sejenak sebelum membereskan rumah dibantu oleh asisten rumah tangga orang tuanya. Ia bahkan menyempatkan waktu video call dengan anak-anaknya sebab merasa sangat rindu.
Di situasi seperti ini ia sangat berterimakasih pada Nadira karena tidak lepas tanggung jawab terhadap anak-anak mereka. Entah Naren harus berbuat apa kalau saja Nadira tutup mata dengan masalah yang menimpanya.
"Nak Naren jangan angkat yang berat-berat, bagaimana kalau jahitannya lepas," peringatan mbok. Padahal Naren sudah lupa tentang luka jahitan yang terbilang baru.
Naren pun memindahkan barang berat dengan cara mendorongnya. Ia juga takut kalau luka jahitannya benar-benar terbuka. Kalau dia sakit siapa yang akan mengurus kekacauan?
"Akhirnya selesai," gumam Naren mendaratkan tubuhnya di sofa dengan bulir-bulir bening di keningnya. Ia menyanggah lenggannya di atas paha, mengambil air minum di atas meja dan meneguknya hingga tandas.
Gulungan lengan kemeja yang terangkat membuat otot-otot tangannya terlihat, apalagi setelah bekerja keras hari ini.
"Nak Naren, ada seseorang di depan mau bertemu."
"Bertemu saya mbok?"
"Iya."
Naren pun segera beranjak untuk menemui seseorang yang datang ke rumah orang tuanya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Meski terkejut, dia tetap mempersilahkan tamunya masuk dan berbincang banyak hal.
.
.
.
.
.
.
Kasian banget mas Naren😔
nyesel senyesel nyeselnya ga tuh Nadira membuang naren .jarang" ada suami seperti naren di dunia nyata
arina sekarang udah jadi istri yang sesungguhnya
semoga kalian bahagia..
terimakasih ka susanti babnya panjangaaaaang banget
aku suka aku sukaaaaaa😍
kenapa sekarang pelit banget seh up nya,,
ayolah mas Naren bilang kalo tante Arina sekarang istri Ayah
jadi kalian juga boleh memanggil Tante Arin mama atau ibu atau bunda wes karepe kalian senyaman nya kalian aja lah
masa cuma satu bab doang,,satu lagi lah ka Santi
ayo mas Naren bantu istri cantikmu buat pecahin telor om bram
eeh masalah om bram maksudnya 🤭🤭
kan mau aku gondol mas Naren nya kalo kamu ga mau😄
persahabatan kalian memang the best