Deskripsi Novel: Batu Rang Bunian
"Batu Rang Bunian" adalah sebuah petualangan seru yang membongkar batas antara dunia kita yang penuh cicilan dan deadline dengan alam Bunian yang misterius, katanya penuh keindahan, tapi faktanya penuh drama.
Sinopsis Singkat:
Ketika seorang pemuda bernama Sutan secara tidak sengaja menemukan sebongkah batu aneh di dekat pohon beringin keramat—yang seharusnya ia hindari, tapi namanya juga anak muda, rasa penasaran lebih tinggi dari harga diri—ia pun terperosok ke dunia Bunian. Bukan, ini bukan Bunian yang cuma bisa menyanyi merdu dan menari indah. Ini adalah Bunian modern yang juga punya masalah birokrasi, tetangga cerewet, dan tuntutan untuk menjaga agar permata mereka tidak dicuri.
Sutan, yang di dunia asalnya hanya jago scroll media sosial, kini harus beradaptasi. Ia harus belajar etika Bunian (ternyata dilarang keras mengomentari jubah mereka yang berkilauan) sambil berusaha mencari jalan pulang. Belum lagi ia terlibat misi mustahil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - 23
BAB 22: Kembalinya ke Masa Kini dan Retribusi Waktu
Bagian I: Disorientasi dan Peringatan Keseimbangan
Sutan terlempar keluar dari Lorong Waktu dan jatuh terjerembap di kantor kristal rahasia di bawah Beringin Larangan. Ia terengah-engah, tubuhnya terasa lemas karena lonjakan energi waktu yang luar biasa.
Di hadapannya, Raja Pualam (versi masa depan) segera menghampirinya, wajahnya penuh kekhawatiran. Pangeran Senja (versi masa depan) berdiri di belakangnya, memegang tablet Bunian yang menampilkan error frekuensi yang parah.
"Sutan! Kau kembali! Kami merasakan riak waktu yang dahsyat! Kau pergi selama satu jam di sini, tetapi kami mendeteksi kau melintasi garis waktu hampir lima abad!" seru Pualam.
Sutan bangkit, kepalanya pusing. Ia menyerahkan Kristal Niat kepada Pualam. "Utang sejarah... sudah lunas. Permata Simbiosis... selamatkan."
"Apa yang terjadi, Sutan?" tanya Pangeran Senja, suaranya tegang.
"Agen OPD. Propaganda di masa lalu.
Mereka mencoba memicu perang untuk menciptakan keraguan abadi. Aku menghancurkan rencana itu. Tapi... Agen itu tahu siapa aku."
Sutan menceritakan tentang pertemuannya dengan Agen OPD yang lolos, yang kini tahu bahwa waktu adalah kelemahan terbesar Duta Sutan.
"Sial!" desis Pangeran Senja. "Kita harus segera memperkuat perisai waktu. Mereka akan menyerang garis waktumu lagi!"
Tepat saat ia berbicara, seluruh kantor kristal bergetar hebat. Layar tablet Pangeran Senja menampilkan peringatan darurat:
"PELANGGARAN HUKUM WAKTU: PARADOX SKALA KECIL TERDETEKSI DI GARIS WAKTU PRIMER. TARGET: TITIK KELEMAHAN DUTA SUTAN."
"Apa itu?!" tanya Sutan.
"Agen OPD! Dia tidak menyerang garis waktu kita, dia menyerang titik-titik yang paling sensitif bagimu di masa kini!" teriak Pangeran Senja.
Pualam segera melihat peta dimensi di monitor. "Dia tidak menculik Ratu, dia tidak menyerang energi. Dia menyerang memori dan keseimbangan pribadimu, Sutan!"
Retribusi Waktu di Warung Kopi
Sutan tahu di mana titik kelemahannya: Warung Kopi Pak Leman.
Mereka segera bergegas kembali ke warung kopi.
Ketika Sutan tiba, warung itu tampak normal, tetapi ada yang sangat salah. Suara berisik pelanggan terdengar, tetapi ketika Sutan masuk, semua orang menatapnya dengan tatapan kosong.
Pak Leman berdiri di meja kasir, tetapi ia tidak mengenali Sutan.
"Maaf, Nak. Ada yang bisa kubantu? Kau seperti... pelanggan baru," kata Pak Leman, tanpa ada kehangatan yang dulu.
Sutan merasa jantungnya teremas. "Pak Leman, ini aku, Sutan. Sutan Raja Nata Sastra. Utang kopi?"
Pak Leman mengerutkan kening. "Aku tidak punya catatan pelanggan bernama itu. Aku hanya ingat pelanggan yang bayar tunai."
Sutan merasakan Permata Pak Leman (yang sudah hancur) di sakunya. Kenangan itu telah hilang!
"Agen itu tidak mengubah masa lalu, tapi dia mengubah dampak masa lalu," jelas Pangeran Senja, yang kini mengaktifkan scanner kristal. "Dia menghapus memori kolektif tentang 'Utang Kopi' yang mendefinisikanmu! Kau adalah Duta Keseimbangan, tetapi di sini, kau adalah Orang Asing!"
Ini adalah serangan paling kejam: Membuat Sutan menjadi tidak relevan di dunia yang ia korbankan segalanya untuk melindunginya.
"Dia tahu, menghilangkan ingatan ini akan meruntuhkan niat murni yang kau bangun dari utang itu!" desis Pualam.
Sutan menatap Pak Leman, matanya berkaca-kaca. Semua pengorbanannya untuk melunasi utang kopi, kini dihapus dari ingatan orang yang paling ia hargai.
"Di mana Agen itu?" tanya Sutan, suaranya dipenuhi amarah yang dingin.
Pangeran Senja menunjuk ke sudut warung. Di sana, duduk di meja yang dulu sering digunakan Sutan, ada Agen OPD Tua itu, mengenakan jas modern, menyesap kopi dengan santai.
"Halo, Duta Sutan," sapa Agen itu, tersenyum sinis. "Terima kasih sudah melunasi utang sejarah kami. Kami sekarang bebas dari Chaos kuno, dan kami akan fokus pada Chaos modern: Ketidakrelevanan!"
Bab 23: Perang Niat dan Penemuan Kekuatan Terakhir
Bagian I: Duel Niat di Titik Nol
Agen OPD itu berdiri, mengarahkan tongkatnya ke warung. "Warung ini adalah Titik Nol niatmu. Begitu kau kehilangan relevansi di sini, kau kehilangan hakmu sebagai Duta Keseimbangan. Kau hanya akan menjadi Manusia Biasa tanpa ikatan!"
Sutan melangkah maju. Ia tahu ia tidak bisa menggunakan kekuatan dimensi atau sihir. Ini adalah duel psikologis dan niat murni.
"Kau salah, Agen," kata Sutan. "Aku adalah Duta Keseimbangan, bukan karena Bunian memberiku gelar, tetapi karena aku memilih Tanggung Jawab di atas segalanya. Memori boleh hilang, tetapi Niat itu abadi!"
Sutan mengaktifkan Batu Putihnya. Ia tidak menyerang Agen. Ia menyerang atmosfer warung itu.
Ia memproyeksikan Niat Abadi yang ia pelajari dari pengorbanan Permata Pak Leman: Niat untuk Selalu Kembali.
Gelombang niat itu menyebar, melawan virus memori yang ditanam Agen OPD.
Agen itu tertawa. "Niatmu lemah, Duta! Aku adalah ahli Niat! Aku akan menghancurkanmu!"
Agen itu membalas dengan memproyeksikan Niat Melankolis ke arah Sutan: Kau tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Semua orang yang kau cintai telah tiada atau melupakanmu. Kau abadi, tetapi kau kesepian.
Sutan merasakan kesedihan yang tak tertahankan. Ini adalah serangan terdalam—kesepian abadi seorang pengembara waktu.
Saat Sutan goyah, Raja Pualam bertindak. Ia melompat ke depan, berdiri di depan Sutan, memancarkan Niat Persahabatan yang kuat.
"Dia bukan sendirian!" teriak Pualam. "Dia punya kami! Kami adalah keluarganya! Keseimbangan adalah tentang ikatan, bukan kesendirian!"
Pangeran Senja juga melompat. Ia memancarkan Niat Penebusan yang ia pelajari: Kami telah gagal, tetapi kami akan selalu mendukungmu!
Dua niat kuat Bunian melawan Niat Melankolis dari Agen OPD. Warung kopi bergetar.
"Sialan! Ikatan Bunian!" desis Agen itu.
Sutan melihat Pualam dan Pangeran Senja, yang bersedia mempertaruhkan niat abadi mereka demi dirinya. Air matanya menetes, bukan karena sedih, tetapi karena Rasa Syukur yang murni.
Sutan mengaktifkan Batu Putihnya. Ia tidak lagi memproyeksikan Niat melunasi utang. Ia memproyeksikan Niat Terakhirnya yang baru ditemukan: Niat untuk Tidak Kesepian.
Niat itu memancar, membentuk perisai Keseimbangan yang tak bisa dihancurkan.
Agen OPD itu menjerit. "Tidak! Kekuatan Niat yang Murni! Aku tidak bisa menembusnya!"
Sutan melangkah maju, meraih Agen itu. "Kau mencoba membuatku kesepian, Agen? Kau gagal. Dan sekarang, kau harus membayar utang terakhir: Utang Relevansi!"
Sutan menggunakan Batu Putih untuk menarik Niat Relevansi Agen OPD.
"Aku akan mengembalikan Ingatan Pak Leman, tetapi kau akan kehilangan ingatanmu tentang apa yang membuatmu relevan—seluruh rencana OPD!"
Sutan menarik Niat itu. Agen OPD itu ambruk, matanya kosong, kehilangan semua niat jahatnya. Ia menjadi sosok tua yang kebingungan, lupa mengapa ia berada di warung kopi.
Sutan telah memenangkan duel terakhir. Ia memulihkan memori Pak Leman dan semua pelanggan.
Pak Leman tersentak, menatap Sutan. "Nak Sutan! Kau ke mana saja? Sudah lama kau tidak mampir. Utang kopimu..."
Sutan tersenyum, hatinya lega. "Sudah lunas, Pak Leman. Tapi sepertinya aku akan nambah utang lagi. Satu cangkir kopi, untuk kawan-kawanku ini."