Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teka-teki
Siang itu, Revan bersama tim IT masuk ke ruang rapat kecil. Beberapa layar laptop terbuka, menampilkan grafik log akses dan daftar IP address yang terekam dalam sistem.
Salah satu staf IT, Riko, menunjuk ke layar.
"Mas Revan, kami udah berhasil track aktivitas mencurigakan yang masuk ke laptop Mbak Tasya maupun ke laptop Mas Revan. Polanya sama, ada remote access dari luar jaringan perusahaan, tapi sempat dipantulkan biar keliatan random."
Revan mengernyit. "Jadi maksudnya … ini bukan serangan dari luar, tapi ada yang sengaja muter jalur biar susah dideteksi?"
Riko mengangguk. "Iya, dan dari jejak digital yang kita kumpulin, kami berhasil nemuin alamat IP terakhir sebelum dipantulkan. Aksesnya ternyata dari …" ia mengetik cepat, lalu menyorot layar.
Revan mencondongkan tubuh, matanya menyipit saat membaca tulisan besar di monitor.
aldo.workstation-12
Ruangan seketika hening. Revan menatap layar itu lama, lalu menarik napas dalam. "Aldo?"
Tim IT saling pandang, tak ada yang berani bersuara.
Revan menggenggam tangan kirinya kuat-kuat di meja, rahangnya mengeras. "Kalian yakin? Jangan sampai salah orang."
Riko kembali menjelaskan dengan hati-hati. "Kita cross-check tiga kali, Mas. Semua akses ilegal baliknya ke workstation Aldo. Dan uniknya, semua terjadi di jam kerja normal. Artinya … yang lakuin ini kemungkinan memang duduk di meja kerja dia, atau minimal pakai device-nya."
Revan berdiri, kedua tangannya bertumpu di meja. Wajahnya menegang. "Berarti semua kerusakan file, kebocoran data, itu bisa jadi ulahnya?"
Riko menunduk pelan. "Sejauh ini … iya, Mas."
Revan menutup matanya sejenak, mencoba meredam amarah. Gambaran wajah Aldo yang tadi membela Tasya mati-matian di depan Vera langsung terputar di kepalanya. Ada ketidakcocokan besar yang menusuk pikirannya.
Kenapa Aldo yang selama ini tampak peduli malah jadi orang yang paling mencurigakan?
Sementara itu, di meja kerjanya, Tasya merasakan firasat aneh. Aldo baru saja kembali dari pantry dengan ekspresi tenang, seakan tak terjadi apa-apa. Tapi tatapan matanya sempat bertemu dengan Tasya, terlalu lama, terlalu intens.
Bulu kuduk Tasya meremang.
Ia tak tahu bahwa di ruang sebelah, Revan sedang menatap nama Aldo yang terpampang jelas di layar komputer, dengan perasaan campur aduk antara marah, bingung, dan dikhianati.
Setelah memastikan tim IT menyimpan rapat semua data hasil investigasi, Revan keluar dari ruang rapat dengan wajah tegang. Ia segera menghubungi Tasya lewat telepon internal.
"Sya, bisa ke ruanganku sebentar?"
Nada suaranya berat, membuat dada Tasya langsung berdebar. Ia melangkah cepat menuju ruangan Revan.
"Kenapa, Tas? Kok serius banget kayaknya," tanya Fira yang kebetulan melihat gerakan sahabatnya.
Tasya menaikkan bahunya. "Nggak tahu, kayaknya ada hal penting yang mau Revan bahas sama aku."
Begitu masuk, Tasya menutup pintu rapat-rapat, lalu duduk di depan Revan dengan ekspresi penuh beban.
"Revan, ada apa? Serius banget kelihatannya," tanya Tasya hati-hati, menatapnya penuh cemas.
Revan menatap lurus ke arahnya, lalu menghela napas panjang. "Aku baru aja dapat laporan dari tim IT. Mereka berhasil tracking IP yang nyusup ke laptop aku … dan laptop kamu."
Tasya langsung menegang. "Terus … siapa pelakunya?"
Revan mengucapkannya dengan suara rendah, nyaris seperti menahan amarah.
"Semua jejaknya nunjuk ke Aldo. Alamat IP yang di cari tim IT semua berasal dari laptop Aldo, Sya."
Mata Tasya melebar. Ia terdiam cukup lama, seakan otaknya berhenti bekerja. "A-Aldo?" suaranya tercekat. "Tapi kenapa? Aku tidak bisa mencari alasan kenapa dia melakukan itu. Apa kamu yakin dia orangnya? D-dia sangat baik padaku, Revan."
Revan mencondongkan tubuhnya ke depan, wajahnya serius. "Karena itu aku mau kamu jaga jarak sama dia mulai sekarang. Jangan terlalu dekat, jangan kasih kesempatan dia gali informasi lebih banyak dari kamu. Aku sendiri juga tidak tahu motif dia merusak data kita."
Tasya spontan menggeleng, suaranya cepat. "Jangan. Kalau aku tiba-tiba jaga jarak, dia pasti curiga. Bisa-bisa malah kabur sebelum kita tahu apa tujuan dia sebenarnya."
Revan mengernyit, menatap Tasya lekat-lekat. "Tapi itu berisiko, Sya. Aku nggak mau kamu dalam bahaya."
Tasya menarik napas panjang, berusaha tenang meski dadanya masih berdegup keras. "Aku bisa jaga diri. Justru kalau aku tetap bersikap normal, Aldo nggak akan sadar kita udah tahu. Kita bisa pantau gerak-geriknya lebih jelas."
Revan terdiam, rahangnya mengeras. Ia tahu ucapan Tasya ada benarnya, tapi rasa khawatir dalam dirinya sulit dipadamkan.
Akhirnya ia berdiri, mendekat, lalu menatap Tasya dengan sorot tajam penuh proteksi. "Oke. Tapi janji sama aku, apapun yang terjadi, kamu lapor langsung ke aku. Satu detik pun jangan nunda."
Tasya mengangguk pelan. "Aku janji."
Suasana ruangan hening beberapa detik, hanya terdengar suara napas keduanya yang berat.
Revan masih berdiri di hadapan Tasya. Tatapannya tajam, tapi dalam benaknya mulai terbentuk rencana.
"Tasya …" suaranya pelan tapi tegas. "Kalau kamu tetap dekat sama Aldo, kita jangan cuma nunggu dia gerak. Kita harus pancing dia buat buka langkah duluan."
Tasya mengerutkan dahi. "Maksud kamu?"
Revan mencondongkan tubuh sedikit, menatap lurus ke matanya. "Kamu ngobrol sama dia. Buat dia merasa aman. Kalau bisa, biarin dia mikir kamu nggak tahu apa-apa. Dari situ, kita rekam jejaknya, apapun yang dia buka, apapun yang dia lakukan."
Tasya menelan ludah. Ada rasa takut, tapi juga dorongan keberanian. "Jadi aku … umpan?"
Revan mengangguk perlahan. "Iya. Tapi kamu nggak sendirian. Aku dan tim IT bakal monitor semua aktivitas di belakang layar. Begitu dia salah langkah, kita punya bukti kuat buat jatuhin dia."
Tasya menunduk sebentar, lalu mengangkat wajah dengan sorot mata tegas. "Oke, aku siap."
Revan terdiam, menatapnya lama. Ada rasa bangga sekaligus cemas di matanya. Perlahan, ia mengangkat tangannya dan menyentuh pundak Tasya, genggamannya hangat tapi berat.
"Kamu harus hati-hati, Sya. Sekali aja dia sadar kamu main peran, semuanya bisa berantakan."
Tasya mengangguk mantap. "Aku ngerti. Tapi kalau ini satu-satunya cara buat buktikan siapa dia sebenarnya … aku nggak akan mundur."
Revan menatapnya beberapa detik lebih lama, sebelum akhirnya menghela napas dan tersenyum tipis. "Baiklah. Mulai besok, kamu mainkan peranmu. Dan aku bakal ada di balik layar, ngawasin setiap langkahmu."
Di dalam hati Tasya, ketegangan makin menguat. Besok, permainan baru akan dimulai.
Sementara itu, di luar ruangan, Aldo berjalan melewati lorong dengan ekspresi santai. Tapi saat matanya sekilas melirik pintu ruangan Revan yang tertutup rapat, sebuah senyum samar tersungging di sudut bibirnya.
Seakan-akan … ia sudah tahu sesuatu.
Dan tanpa Tasya sadari, dari balik kaca besar di sisi ruangan lain, sepasang mata lain juga mengawasinya. Fira dan Vera berdiri berdampingan, menyunggingkan senyum penuh teka-teki, seolah mereka menyimpan rahasia yang tak kalah berbahaya.
TO BE CONTINUED