Aku adalah seorang gadis biasa-biasa saja. Aku tergila-gila pada seorang Super Model yang begitu tampan bagiku.
Keberuntungan membawaku kepadanya dan menjadikan ku asisten pribadinya. Namun keberuntungan itupula yang menjadi petaka bagiku ketika sosok mahluk tak berdosa tumbuh di rahimku akibat kebodohan ku. Aku membiarkan sosok Idolaku mengambil kesucianku. Dan menanamkan benih yang seharusnya tidak pernah hadir diantara kami.
NOTE : Buat Readers, tolong lah jangan di judge dulu tokoh cewek nya sebelum membaca ceritanya sampai habis.
Tokoh wanita yang bernama Ge, disini mendapatkan balasan yang setimpal akibat kebodohan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Alessandro
Hari ini EL sudah berangkat ke butik miliknya. Sekarang aku tidak sendiri merawat si kembar Fariz dan Farissa. Aku ditemani oleh Nur, babysitter yang dibayar EL untuk membantu ku merawat si kembar.
Usia Nur mungkin satu atau dua tahun lebih muda dariku. Namun dia begitu cekatan menangani si Kembar. Bahkan si Kembar pun terlihat nyaman ketika bersama Nur.
Nur gadis manis berkulit sawo matang dan berambut keriting. Dia berasal dari kampung sama seperti diriku. Yang mencoba mencari peruntungan dikota besar.
Ketika aku tengah mengganti popok Farissa, Nur menghampiri ku. Saat itu dia sedang menggendong Fariz.
"Nona Ge! Diluar ada seorang lelaki tampan sedang mencari anda!" ucap Nur sambil menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk menenangkan si Fariz yang agak rewel karena sudah jam nya untuk tidur.
"Siapa?" tanyaku sambil merapikan pakaian Farissa yang berantakan.
"Aku tidak tahu, Nona! Yang pasti lelaki itu sangat tampan, bahkan lebih tampan dari Tuan!" sahutnya,
Aku mengernyitkan kening ku, "Kamu itu kalau ngomong suka seenaknya, Nur!" ucap ku sambil tersenyum padanya.
Nur masih menggoyangkan badannya, ia tersenyum kepadaku. "Maafkan aku, Nona! Aku keceplosan." sahutnya lagi.
Setelah selesai merapikan pakaian Farissa, aku mengangkat tubuhnya dan membawanya keluar dari kamar ku. Aku berjalan sambil menggendong si kecil Farissa menuju pintu depan.
Betapa terkejutnya aku ketika mengetahui siapa sebenarnya tamu ku yang tengah berdiri didepan pintu ku.
"Ge!" sapa nya
Aku mundur beberapa langkah dan semakin mempererat pelukan ku kepada Farissa. Aku menatap tajam kearah nya. Aku tidak ingin dia kembali mengganggu kehidupan ku bersama kedua bayiku. Aku sudah bahagia, walaupun tanpa hadirnya dalam kehidupan ku dan bayi-bayiku.
"Mau apa kamu kemari? Ingin menghancurkan hidupku lagi?!" ucap ku ketus,
Wajahnya semakin sendu ketika mendengar jawaban dariku. Dia terus melangkah maju sedangkan aku terus mundur kebelakang.
"Ge, bolehkah aku melihat bayi-bayiku?"
Dia semakin memelas kepadaku. Wajahnya hampir seperti orang yang ingin menangis. Namun tidak semudah itu aku mempercayai ekspresi menyedihkan yang ia tampak kan kepadaku. Aku yakin dia hanya bersandiwara dan akhirnya ia akan menyakiti ku lagi sama seperti dulu.
"Bayi-bayi mu? Dimana Bayi-bayi mu, Tuan Alessandro?! Kapan kamu punya Bayi?!" sahut ku lagi
Dia menghentikan langkahnya dan berdiri tepat didepan ku. Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Dan akhirnya aku melihat buliran airmata menetes di kedua sudut matanya.
"Aku menyesal, Ge!"
Apa yang sebenarnya terjadi kepada lelaki ini? Perilakunya tidak bisa ditebak sama sekali. Kadang dia jadi pemarah, kadang dia baik dan sekarang dia menjadi lelaki yang begitu menyedihkan.
Tuan Alessandro bertekuk lutut didepanku kemudian menatap tajam kearah ku.
"Biarkan aku menjelaskan semuanya, Ge! Ku mohon dengarkan penjelasan ku sebentar saja. Setelah itu terserah, mau kamu percaya ataupun tidak."
Aku mengajaknya ke ruang tamu dan mempersilakan lelaki itu untuk duduk. Namun hanya dengan isyarat tangan karena mulut ku ini terasa enggan untuk berkata-kata.
Tepat disaat itu, Nur menghampiri ku untuk mengambil Farissa.
"Dia sudah tidur?" tanyaku
"Ya, Nona Ge. Faris sudah tidur." sahut Nur,
Nur mengambil Farissa dari pelukan ku kemudian membawanya ke kamar untuk ditidurkan. Sama seperti kembaran nya, Fariz yang sudah terlelap lebih dulu.
Setelah kepergian Nur, aku kembali menatap lelaki yang nampak kusut didepanku.
"Apa yang ingin kamu jelaskan, Aley?"
Aku tidak perlu memanggil lelaki ini dengan sebutan Tuan! Dia bukan lagi Tuan ku ataupun Boss ku. Dia hanya lelaki kejam yang selalu berusaha menghancurkan hidupku.
Aley menghembuskan nafas panjang dan memulai pembicaraannya,
"Sebenarnya aku sangat ingin bertanggungjawab atas dirimu dan bayi kembar kita. Namun aku tidak berdaya, aku terikat pada peraturan orangtua ku. Aku tak seteguh EL, maafkan aku..."
Alessandro menagis sesenggukan didepanku. Aku tidak pernah menyangka lelaki itu ternyata bisa menangisi kesalahannya. Sebenarnya aku tidak peduli dengan semua alasannya. Walaupun itu kenyataan, namun apa gunanya? Semuanya sudah terlambat. Aku sudah bahagia bersama EL dan EL menerima ku dan Bayi-bayiku sebagai anaknya. Itu sudah lebih dari cukup.
"Seandainya waktu bisa ku putar ulang, aku ingin kembali ke masa itu. Dimana aku masih bisa memperjuangkan dirimu dan bayi kembar kita..."
"Tapi semuanya sudah terlambat!" ku potong ucapan nya,
Dia menelan saliva nya dengan susah payah. Raut penyesalan di wajahnya semakin jelas.
"Kamu tidak tahu bagaimana penderitaan ku, Alessandro! Setiap hari aku diejek, dicaci maki dan menjadi gunjingan oleh semua orang. Bahkan aku di usir dari kontrakan ku karena apa? Karena aku mempertahankan bayi-bayiku. Apa kamu lupa, kamu pernah menyuruhku untuk segera menyingkirkan mereka, dan sekarang kau bilang kau menyesal?!"
Aku tidak bisa menahan emosi ku. Darah ku seketika mendidih kala ku ingat dia melemparkan uang ke wajahku dan menyuruh ku untuk melenyapkan bayi kembar ku.
"Tidak semudah itu aku memaafkan mu, Alessandro!" sambung ku,
"Ah... sebentar, jangan-jangan kamu ingin mengambil bayi-bayiku setelah Sarra tidak ingin mengandung anak mu! Apakah itu benar?!" tanyaku
Alessandro memejamkan matanya ketika aku menyebutkan nama Sarra. Dia terlihat semakin kacau,
"Pernikahan ku sudah diambang kehancuran, Ge! Karena aku tidak bisa membuat Sarra bahagia. Bagaimana aku bisa membahagiakan nya jika hati dan otakku terus tertuju padamu?!" sahutnya sambil megusap wajahnya dengan kasar.
Aku terdiam, mungkinkah yang dikatakan olehnya itu benar? Walaupun itu benar, tapi dia sudah sangat terlambat.
"Ge, maukah kamu memaafkan semua kesalahan ku?" sambungnya,
Aku masih belum bisa memaafkannya, apalagi saat ku ingat dirinya dengan begitu kejam meminta diriku menyingkirkan bayi-bayiku yang tidak bersalah.
"Untuk saat ini, aku tidak bisa. Mungkin suatu saat nanti, aku bisa memaafkan kesalahan mu." sahut ku.
Aku membuang pandangan ku kearah lain. Alessandro terus menatap ku dengan tatapan tajamnya. Aku tidak ingin mengingat masa lalu, aku ingin melangkah bersama EL dan berjuang bersama hingga maut memisahkan kami.
Alessandro bangkit dan berdiri disamping ku, dia menghembuskan nafas pelan.
"Aku tau, tidak semudah itu kamu memaafkan semua kesalahanku. Namun sekarang, aku merasa lebih lega karena sudah mengatakan perasaan ku yang sebenarnya padamu. Aku mencintaimu, Ge..."
Aku berpaling dan menatapnya, namun hanya sebentar. Aku kembali memalingkan wajahku.
"Sekarang pergilah, Aley! Diantara kita sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Cukup sampai disini, jangan ganggu hidup ku dan kedua bayiku!" sahutku,
Dia kembali menghela nafas, "Tapi bolehkah aku menjenguk anak-anakku ketika aku merindukan mereka?"
"Lupakan mereka, Alessandro! EL sama sekali tidak mengetahui siapa Ayah dari bayi-bayiku. Kalau kamu terus menemui mereka, dia pasti akan curiga!!!" ucap ku
Alessandro tersenyum tipis kepadaku, "Apa kamu yakin EL tidak mengetahui asal usul Fariz dan Farissa?"
***