"Jika kamu ketauan bolos masuk kelas maka saya akan menikahi kamu saat itu juga!
***
"Cila, ayah mohon penuhi keinginan terakhir bundamu nak, kamu harus setuju dengan perjodohan ini."
"Cila masih mau sekolah ayah! Masa disuruh menikah? Yang benar saja!"
***
"Kok Ustadz disini?"
"Saya suami kamu sekarang."
Cila terkejut dengan kenyataan di depannya. Ia tidak mengira yang akan menjadi suaminya adalah Ustadz Athar, guru di pesantrennya yang selalu menghukumnya itu.
"Ayaaahhh!! Cila gak mau nikah sama Ustadz Athar, dia sering hukum Cila." Rengek Cila dengan ayahnya.
***
Arsyila Nura Nayyara, gadis yang agak nakal dikirim ayahnya ke sebuah pesantren. Bundanya sudah meninggal saat Cila berumur 14 tahun. Bundanya sebelum meninggal sudah membuat beberapa rekaman video. Setiap Cila berulang tahun, ia selalu melihat video bundanya. Dan saat Cila berumur 18 tahun, bundanya meminta untuk Cila menikah dengan anak dari sahabatnya. Gimana kisahnya? yuk ikuti!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fega Meilyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Ustadz Athar
Bruk!
"Aaaa! Cila!" Ustadz Athar berteriak ketika tiba-tiba tubuhnya seperti melayang lalu jatuh tersungkur ke bawah. Tapi yang dipanggilnya masih anteng melingkar di balik selimut. Posisi tidurnya sungguh membuat Ustadz Athar geleng-geleng kepala. Kenapa juga bisa sampai menendang dirinya padahal sebelum tidur tadi Arsyila membatasi tempat tidurnya dengan guling dan bantalnya.
Arsyila rela tidak memakai bantal dan guling demi membentengi dirinya dari Ustadz Athar sebab sebelum tidur tadi Ustadz Athar mencium bibirnya dan menggigitnya.
"Seram juga kamu sayang! Aduh." Ustadz Athar mengaduh kesakitan kala merasakan pinggangnya linu akibat terbentur lantai. Beruntung tidurnya sudah lumayan lama jadi kalaupun terbangun secara tidak sengaja ia tidak akan merasakan pusing.
Dilihatnya sudah jam 3 dini hari. Tidurnya lumayan pulas, mungkin karena sekarang tidurnya sudah ada yang menemani meskipun istrinya masih belum terbiasa tidur dalam pelukan.
"Lebih baik aku solat tahajud dulu."
Ustadz Athar bersiap untuk solat tahajud dan solat subuh, membiarkan Arsyila tidur dulu karena ia tau Arsyila masih belum bisa solat.
Jam 5 pagi Ustadz Athar sudah kembali dari mushola terdekat, ia langsung bergegas ke kamarnya dan ternyata istrinya masih tertidur pulas. "Pulas sekali kamu tidurnya."
Brugh!
Ustadz Athar membalas perbuatan Arsyila tadi. Ia langsung menjatuhkan dirinya tepat di samping Arsyila dan langsung memeluknya dengan erat.
"Pinggangku sakit sayang!" Bisik Ustadz Athar tepat di telinganya Arsyila. Tapi tidak ada pergerakan apapun, Arsyila begitu lelap tidurnya. Karena mungkin kasur disini lebih empuk daripada di kamar asramanya.
Ustadz Athar menyeringai, ia terus memandang wajahnya cantik Arsyila, mencuri kesempatan saat istrinya tidur.
Pertama Ustadz Athar mencubit pelan pipinya, menjawil hidung mancungnya, mencium keningnya. Semua yang dilakukan Ustadz Athar tak sedikitpun membuat Arsyila membuka matanya. "Gimana lagi cara aku bangunin kamu."
Ustadz Athar mencoba mencium pipi Arsyila.
"Mmm!" Arsyila bergumam merasa tidurnya terusik sedikit namun masih memejamkan matanya.
"Bangun Cila sayang!" Rengeknya. Semenjak menikah dengan gadis kecilnya, Ustadz Athar terasa lebih manja.
Athar memberanikan diri mencium bibir istrinya yang terlihat menggoda.
Cup!
Kecupan singkat mendarat di bibir Arsyila. Merasa ada sesuatu yang lebih mengganggu tidurnya, Arsyila perlahan mengerjapkan matanya.
"Aaaaa!!" Arsyila berteriak ketika bibir Athar tepat berada di bibirnya. Arsyila bersiap menjauh namun tangan Athar melingkar di pinggang Arsyila siap untuk menahannya.
Cup!
Ustadz Athar mencium kembali bibir Arsyila, ini sebagai balasan karena Arsyila sudah membuat dirinya jatuh dari tempat tidur. Ustadz Athar menahan tengkuk Arsyila, ingin sedikit bermain dengannya. Arsyila membulatkan matanya, otaknya berkata ingin melepasnya namun entah mengapa hatinya terasa hangat dan mulai menikmatinya. Awalnya Arsyila berontak namun seperkian detik kemudian ia berhenti berontak, Ustadz Athar menganggap bahwa Arsyila mulai menerimanya.
Ustadz Athar terus memperdalam ciumannya, mengigit sedikit bibir Arsyila agar ia membuka mulutnya. Tangan Ustadz terulur mengusap pipi Arsyila.
Arsyila semakin kesulitan bernafas, ia memukul lengan Ustadz Athar dengan kencang.
Bugh!
"Awww! Sakit sayang!" Athar memegang lengannya yang lumayan sakit.
"Huh hah huh." Arsyila menghirup udara sebanyak-banyaknya karena ia hampir saja kehilangan nafas. "Ustadz, kenapa sih hah! Ciumin aku terus!"
"Kan kamu istri aku, siapa suruh kamu tadi nendang aku saat aku tidur, itu balasannya. Lihat, pasti sekarang pinggang aku jadi biru."
"Aku nggak peduli! Aku gak mau kamu ciumin aku lagi Ustadz!" Arsyila sudah mengeluarkan air matanya.
"Maaf yaaa.. Aku hanya ingin, kamu terbiasa dan menerima ini semua. Bersama kamu, aku sulit mengendalikan diri aku sendiri.. Aku sudah mencintai kamu. Aku tidak ingin kita berpisah lagi." Suara Ustadz Athar terdengar pelan namun ada getaran kekhawatiran.
"Aku takut Ustadz...."
"Takut kenapa? Aku suami kamu, BangPaw kamu."
Arsyila memberanikan diri menatap suaminya. "Aku takuuttt..." Lalu Arsyila menunduk kembali. "Aku takut ketika aku terbiasa dengan kamu, kamu malah menyakiti aku. Aku takut ketika sudah terbiasa dan menerima pernikahan ini, kamu malah pergi." Lanjutnya dengan derai air mata membasahi pipinya.
Mungkin Arsyila sudah menerima pernikahan ini, ia hanya takut ketika sudah terbiasa malah nantinya akan disakiti apalagi ia belum sepenuhnya mengenal suaminya. Dulu memang mereka bermain sewaktu kecil tapi itu hanya sampai Arsyila berumur 3 tahun. Dia sudah melupakan momen itu, apalagi belasan tahun tidak bertemu dan mengenal Athar yang sekarang menambah ketakutan dalam dirinya.
"Hei... Aku tidak seperti itu, selamanya kamu istri aku." Athar meraih dagu Arsyila agar ia bisa menatapnya. "Apa kamu masih tidak percaya bahwa perasaan aku tidak pernah berubah ke kamu? Bukankah kamu sudah tau bahwa aku mencintai kamu sejak kamu bayi. Saat kamu menjadi santri, perasaan itu masih ada padahal aku tidak tau bahwa kamu adalah cinta masa kecil Ustadz Athar."
Athar mencium kening Arsyila cukup lama, lalu ia menempelkan keningnya di kening Arsyila. "Maaf ya, aku ngerti perasaan kamu. Mulai sekarang kita belajar saling mengenal lagi ya dek."
"Dek?"
"Iya, dulu aku manggil kamu sebutan adek bayi. Sekarang aku akan manggil kamu seperti itu. Gapapa kan?"
Arsyila mengangguk.
"Yaudah sekarang kamu mandi ya, kita sarapan bareng di bawah."
Arsyila menurut, ia mengambil handuk dan baju gantinya lalu ke kamar mandi.
20 menit kemudian Arsyila sudah selesai mandi, ia sudah mengenakan gamis dan jilbabnya. Ia segera keluar kamarnya dan siap turun ke bawah. Dari tangga sudah tercium aroma wangi masakan, wanginya menggugah selera apalagi perut Arsyila yang memang sudah lapar.
Ia turun menaiki anak tangga dengan penuh semangat hingga tersisa 3 anak tangga, ia kesandung oleh gamisnya sendiri dan..
BRUG!!
"Aaaakkkhh." Suara teriakan Arsyila karena ia terjatuh, lututnya mengenai lantai dan keningnya. Ia memegang lututnya yang terasa sakit.
Dari arah dapur terdengar suara seperti ada yang jatuh dan suara teriakan Arsyila. Athar yang sejak tadi sedang membuat roti panggang langsung menghampiri arah tangga.
"Ya Allah dek. Kamu kenapa?"
"Huwaaaaa sakit Ustadz! Tadi aku terjatuh dari tangga, keinjek gamis aku sendiri. Lutut aku sakit banget."
"Yaudah biarin aku yang obatin." Ustadz Athar langsung menggendong Arsyila menuju kamar mereka.
"Eh eh Ustadz!"
"Sudah diam dulu dek, aku akan obatin kamu."
Ustadz Athar membawanya ke kamar. Lalu merebahkan Arsyila pelan-pelan. Kemudian Athar mengambil minyak dan salep.
"Coba buku dulu celana panjang kamu biar aku obatin."
"Ha? Gak ya! Gak akan!"
"Lalu gimana aku ngobatinnya?"
"Biar aku sendiri aja."
"Kenapa? Aku cuma mau obatin kamu, kamu gak perlu buka kalau gak mau. Kalau bisa celana kamu digulung aja ke atas."
Dengan ragu Arsyila menaikkan celana legingnya sampai atas lutut. Ustadz Athar melihat kulit putih mulus Arsyila seperti susah payah menelan salivanya. Dengan jantung yang berdebar kencang, tangan yang gemetar karna menahan hasrat, ia mengulurkan tangannya untuk mengobati luka lebam di lutut istrinya. "Selesai. Mana lagi yang kena?"
"Tadi sih kening tapi ga terlalu sakit."
Athar melihat kening istrinya cukup merah, lalu ia membalurkan minyak agar tidak biru apalagi benjol. Lalu fyuuuhh, Ustadz Athar meniup kening Arsyila.
"Sudah."
"Ustadz kenapa?" Arsyila bisa melihat perubahan di wajahmu Athar. Ada raut kesedihan dan rasa bersalah di wajah tampannya.
"Maaf, aku tidak menjaga kamu dek. Kita baru menikah 3 hari tapi kamu sudah celaka seperti ini."
Arsyila menepuk keningnya. Ia sudah mikir yang jauh ternyata hanya karena ia terjatuh. "Gapapa Ustadz, aku yang kurang hati-hati."
"Tidak, lain kali aku janji akan menjaga kamu lebih baik lagi. Dan kalau kamu ingin turun atau naik tangga, maka aku akan menggendong kamu."
"Kenapa harus seperti itu?"
"Karena kamu istriku, kamu gak boleh lecet sedikitpun, aku akan menjaga kamu."
"Tapi aku lapar Ustadz!"
"Yaudah aku akan gendong kamu."
Tanpa persetujuan Arsyila, Ustadz Athar langsung menggendongnya turun ke meja makan agar mereka bisa sarapan bersama.
Sepanjang Arsyila dalam gendongan Athar, matanya tertuju kepada suaminya. Ia merasa nyaman dan menyukai semua perlakuan Ustadz Athar. Apakah Arsyila sudah menerima Athar?
"Aku sudah buatin roti panggang kesukaan kamu dengan selai coklat dan juga stroberi ditambah segelas susu hangat. Itu kan favorit kamu?"
"Kenapa Ustadz bisa tau?"
"Nanya sama ayah." Arsyila manggut-manggut lalu ia menikmati makanan yang dibuat oleh suaminya. "Terimakasih Ustadz. Maaf, aku gak bisa masak dan mengurus rumah."
"Siapa yang menyuruh?"
"Bukankah tugas istri memang seperti itu?"
"Kata siapa?"
"Kata aku barusan."
Athar meraih tangan Arsyila lalu menggenggamnya dan menatap lekat mata istrinya. "Kamu istri aku bukan pembantu aku, urusan rumah sudah ada Bik Lana yang mengerjakan. Kamu cukup menjadi istri yang baik dengan nurut apa kata suami, dan juga cukup melayani aku dengan baik."
"Ha? Melayani apa?"
"Di ranjang!"
Sontak Arsyila langsung melepas tangannya dari genggaman Ustadz Athar. "Aku akan menunggu saat itu tiba, kamu tidak perlu khawatir dek. Kamu bisa menerima pernikahan kita saja sudah membuat aku bahagia."
Arsyila langsung terenyuh mendengar perkataan Athar. Ia merasa bersalah sudah bersikap seperti anak kecil padanya.
"Sudah jangan dipikirin ya. Mau gak kita ke rumah Opa dan Oma hari ini? Kita main saja sebentar, karena besok kita sudah kembali ke pesantren lagi."
Dengan mata yang berbinar Arsyila mengiyakan. Reflek ia memeluk Athar. "Terimakasih Ustadz."
Athar pun membalas pelukan Arsyila.
***
Di pesantren Al-Kautsar.
Matahari sudah menunjukkan cahayanya. Walaupun ini hari ahad tapi ada beberapa santri yang bersantai tapi juga ada yang memanfaatkan waktu libur mereka dengan menghafal dan juga murojo'ah hafalan yang mereka sudah hafalkan.
Di Ndalem, tampak seorang wanita yang duduk di teras dengan pikiran yang bertanya-tanya. Sejak subuh tadi ia sedang mencari seseorang yang biasanya selalu hadir dalam jama'ah solat. Bahkan harusnya ia menjadi imam solat untuk Subuh tadi tapi ia berhalangan hadir. Dalam hati, ia bertanya-tanya-kenapa dia tidak ada?
Ya, wanita itu adalah Fara.
"Assalamu'alaikum."
"wa'alaikum salam."
"Kenapa melamun hem?" Tanya Ning Anin.
"Tidak mbak, aku hanya sedang berpikir."
"Berpikir apa?"
"Mbak, kemana Ustadz Athar? kok aku gak lihat dia ya, bukankah hari ini adalah jadwal dia yang menjadi imam solat subuh?"
Deg
Pertanyaan adik sepupunya itu mampu membuat Ning Anin tercekat, lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Ia ingin mengatakannya tapi takut jika Fara tau maka ia akan kecewa.
"Ah mungkin dia ada keperluan jadi berhalangan hadir."
"Sepenting apa ya keperluannya mbak? Selama aku mengenalnya, ia tidak mungkin berhalangan hadir."
"Sudah jangan dipikirin."
Tiba-tiba suara bariton laki-laki mengagetkan mereka...
"Ustadz Athar sudah menikah!"
"Ha?"
nanti bucin arsyila sm ustad atar 😀😀