Putri Raras Ayu Kusumadewi, putri tunggal dari salah satu bangsawan Keraton Yogyakarta, selalu hidup dalam aturan dan tata krama yang ketat. Dunia luar hanyalah dongeng yang ia dengar dari pengawal dan dayang-dayangnya.
Hingga suatu hari, atas nama kerja sama budaya, Keraton Yogyakarta menerima kunjungan kehormatan dari Pangeran William Alexander dari Inggris, pewaris kedua takhta Kerajaan Inggris.
Sebuah pertemuan resmi yang seharusnya hanya berlangsung beberapa hari berubah menjadi kisah cinta terlarang.
Raras menemukan kebebasan dan keberanian lewat tatapan sang pangeran yang hangat, sementara William melihat keindahan yang belum pernah ia temui — keanggunan Timur yang membungkus hati lembut seorang putri Jawa.
Namun cinta mereka bukan hanya jarak dan budaya yang menjadi penghalang, tapi juga takdir, tradisi, dan politik dua kerajaan.
Mereka harus memilih — cinta, atau mahkota.
.
.
Note: semua yang terkandung dalam cerita hanya fiktif belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uffahazz_2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. The North's Oath
Kabut pekat menggantung di atas laut utara, menelan suara ombak dan deru mesin kapal kecil yang membawa Raras dan William.
Hujan turun lagi, kali ini disertai angin dingin yang menampar wajah seperti cambuk tak kasat mata.
Namun di dalam ruang sempit kapal, mata William tidak berhenti menatap layar komunikasi satelit yang berkilau dengan sinyal merah.
“Dua drone kerajaan sudah menyisir perairan timur,” lapor seorang pria tua berjaket kulit yang duduk di kemudi. “Kita hanya punya waktu dua jam sebelum mereka menangkap sinyal kapal ini.”
William mengangguk cepat. “Berbelok ke barat daya, ke arah Isle of Skye. Ada teluk kecil dekat Portree, aman dari radar.”
Ia lalu menatap Raras yang duduk di pojok, mengenakan mantel tebal, wajahnya pucat oleh mabuk laut dan kelelahan.
Raras memandang William lama. “Apakah mereka benar-benar akan sejauh itu hanya untuk menangkap kita?”
“Ini bukan tentang kita,” jawab William datar. “Ini tentang apa yang kita bawa.”
Ia menepuk saku mantelnya — tempat sebuah drive berlapis logam tersimpan.
Drive itu berisi data rahasia Royal Dominion Project, rencana gelap para bangsawan tinggi Inggris untuk mengatur aliansi politik global menggunakan pernikahan kerajaan dan eliminasi pihak-pihak yang dianggap mengancam garis keturunan “murni”.
Dan salah satu nama dalam daftar itu… adalah Raras Ayu Paramita.
Putri dari garis keraton yang dianggap “tidak seharusnya” memiliki hubungan dengan darah Eropa.
---
Di tengah badai
Gelombang menghantam kapal, membuatnya miring tajam. Raras menjerit kecil, tapi William segera menahan tubuhnya.
Tangannya dingin, namun genggamannya kuat dan melindungi.
“Kau baik-baik saja?”
“Selama kau di sini, ya,” jawab Raras lirih, suaranya nyaris tenggelam oleh badai.
William menatapnya singkat, lalu memalingkan pandangan kembali ke radar. “Jika radar utama mendeteksi mereka sebelum kita sampai ke daratan, aku akan menghapus data di drive ini.”
Raras menatapnya kaget. “Tidak! Itu bukti satu-satunya yang bisa menjatuhkan mereka!”
William menatapnya tajam. “Aku tidak akan biarkan mereka menggunakanmu sebagai umpan.”
Hening. Hanya suara badai yang menggulung.
Di luar, petir menyambar lautan, sesekali menerangi wajah William yang penuh tekad — dan kelelahan.
---
Tiba di Isle of Skye
Beberapa jam kemudian, kapal kecil mereka menepi di pantai berbatu Isle of Skye.
Udara pagi masih dingin dan basah. Dari kejauhan, siluet rumah batu tua tampak samar di balik kabut. Itulah tempat tujuan mereka — The Gray Keep, markas rahasia The North’s Oath, kelompok loyalis yang dulu bersumpah setia pada darah kerajaan lama sebelum reformasi politik mengubah segalanya.
Seorang pria tinggi dengan jubah wol menyambut mereka di depan pintu kayu besar.
“Pangeran Alcott,” katanya dengan aksen Skotlandia kental. “Kami mendengar kau akan datang. Tapi bukan dengan tamu yang menyalakan radar seluruh Inggris.”
William tersenyum miring. “Tamu ini adalah alasan aku masih hidup.”
Raras menunduk sopan, tapi pria itu menatapnya tajam. “Putri dari Timur… darah keraton Yogyakarta.”
Nada suaranya datar, seolah nama itu membawa kenangan lama. “Kau tahu apa yang kau lakukan dengan ikut bersamanya?”
Raras menatap lurus. “Aku tahu risikonya. Tapi aku tidak bisa diam ketika yang berkuasa menyembunyikan kebenaran di balik mahkota.”
Pria itu tersenyum tipis. “Keberanian seperti itu tidak datang tanpa harga.”
---
Ruang bawah tanah Gray Keep
Beberapa jam kemudian, Raras dan William duduk di depan meja kayu besar, di hadapan tiga anggota The North’s Oath.
Peta besar terpampang di dinding, menunjukkan jalur pelayaran dan tanda merah yang menandai lokasi patroli kerajaan.
“Kau tidak bisa kembali ke London sekarang,” kata salah satu anggota, seorang wanita paruh baya berambut perak. “Pemerintah menganggapmu telah mencuri data strategis. Mereka akan menuduhmu pengkhianat.”
William membalas tenang, “Lebih baik menjadi pengkhianat bagi kekuasaan yang kotor, daripada pewaris tahta yang buta.”
Raras memandangnya dengan campuran bangga dan takut.
Ia tahu kata-kata itu, bila didengar oleh mata-mata kerajaan, bisa menjadi vonis mati.
---
Malam di Gray Keep
Malamnya, ketika semua orang terlelap, Raras duduk di balkon batu, memandang ke laut yang diselimuti kabut.
William datang membawa dua cangkir teh panas. Ia duduk di sampingnya tanpa banyak bicara.
“Apakah kau pernah menyesal, William?” tanya Raras lirih.
“Menyesal apa?”
“Lahir di antara darah dan mahkota.”
William menghela napas, matanya menatap jauh ke horizon.
“Setiap hari. Tapi kalau bukan karena itu, aku takkan pernah bertemu denganmu.”
Raras menatapnya. “Kau selalu menjawab dengan cara yang membuatku sulit marah.”
William tersenyum samar. “Itu strategi bertahan hidup. Diplomasi pribadi.”
Mereka tertawa kecil — tawa yang pendek tapi hangat, di tengah dunia yang tak lagi aman.
---
Keesokan paginya
Suara peluit panjang memecah keheningan fajar.
Salah satu penjaga berlari masuk. “Mereka menemukan kita! Drone kerajaan terbang di atas teluk!”
William segera berdiri. “Evakuasi semua dokumen dan data. Siapkan jalur selatan!”
Raras menatap William dengan cemas. “Kau bilang tempat ini aman—”
“Aman hanya sampai kebenaran mulai bernapas,” potong William cepat.
Ia menarik Raras, berlari menuruni lorong batu menuju ruang bawah tanah yang terhubung ke gua di tepi laut.
Ledakan kecil terdengar di kejauhan — tanda bahwa pasukan kerajaan telah tiba di pantai.
Raras berlari sekuat tenaga, napasnya tersengal. William menarik tangannya, membimbingnya menuruni tangga sempit yang bergetar oleh getaran ledakan.
Sebelum mereka masuk ke perahu kecil lain, Raras sempat menoleh ke atas. Langit Skotlandia menyala oleh kilat dan api.
“The Crown is hunting its own blood,” gumam William, suaranya dingin.
Raras memandangnya. “Lalu ke mana kita sekarang?”
William memandang jauh ke selatan, ke arah laut terbuka.
“Ke Norwegia. Di sana ada satu orang lagi yang harus kita temui. Seseorang yang tahu kebenaran terakhir tentang Royal Dominion… dan tentang siapa sebenarnya pewaris sah kerajaan.”
Raras tertegun. “Siapa orang itu?”
William menatapnya lama — lalu menjawab pelan,
“Orang yang selama ini mereka sembunyikan dariku. Saudara kembarku.”
nah,,, buat sebagian org, cinta nya kok bisa diobral sana sini,, heran deh,,
aku suka,,,aku suka,,,
mommy komen nih ya,,,🥰
kalo sempet blz komen kita" ya
senang banget mommy atuh neng,,,
bisa baca karya mu di sini lg🥰