Aku yang selama ini gila kerjaan, saat ini juga akan angkat kaki dari dunia kerja untuk menikmati kekayaanku. Aku sudah menyia-nyiakan masa mudaku dan kini usiaku bahkan sudah 45 tahun namun masih belum menikah juga karena terlalu sibuk mencari harta.
"Aku sungguh menyesal hidup hanya mendekam di ruang operasi!" Seketika mataku berkunang-kunang lalu..
'Klap'.
"Argh... uangku! Hidup mewahku! Dimana kalian semua."
Untuk kelanjutannya, yuk ikuti perjalanan ku di dunia lain untuk mendapatkan kembali harta, tahta dan lelaki tampan.
Lelaki tampan manakah yang akan ku pilih dan lelaki tampan mana yang kalian pilih?
Info ~
Karya yang saya buat ini hanya untuk hiburan semata dan berdasar pada karangan imajinasi penulis MuTaz. Saya membagikan hasil karya ini agar pembaca bisa menikmatinya.
Selamat membaca.. dan salam kenal..
Terimakasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MuTaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelompok Dagang Rubelo
Dari kejauhan, aku melihat seperti ada keributan yang sedang terjadi di antara reruntuhan bangunan. Tampaknya salah satu keluarga dari korban yang terluka, memaksa untuk masuk ke area benteng yang kini sedang dijaga ketat karena sedang dalam zona berbahaya dengan diam - diam bersembunyi di balik reruntuhan. Namun akhirnya dia berhasil tertangkap oleh penjaga yang sedang berpatroli.
"Biarkan aku lewat, aku mau mencari cucuku." Ucap seorang pria tua.
"Tidak bisa Pak, semua orang tidak diperbolehkan sembarangan masuk ke area benteng karena di sini sedang rawan bahaya." Ucap Paman Guan.
"Huhuhu.. cucuku, keluargaku yang tersisa kini tinggal mereka berdua." Tangis pria tua itu pecah.
"Seperti apa ciri penampilan cucu anda, biar nanti saya carikan dan segera mengabari anda mengenai keberadaannya." Ucap Paman Guan.
"Tidak, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, mereka juga pasti sangat bersedih karena jauh dariku." Ucap pria tua itu.
Aku berjalan mendekat, sepertinya aku mengenali pria tua itu. Tapi tidak tau dimana aku pernah melihatnya.
"Em.. ah, sekarang aku ingat. Pria tua itu bukankah dia penjual buku yang pernah aku lihat di pasar." Ucapku.
Aku mempercepat jalanku menghampiri mereka.
"Cepat bawa Pak tua ini pergi dari sini. Jika dibiarkan maka orang lain akan ikut - ikutan datang kemari." Ucap Paman Guan dengan tegas.
"Tunggu Paman..!" Teriakku berusaha menghentikan mereka.
Paman Guan menoleh ke arahku.
"Ada apa nak?" Ucap Paman Guan.
"Aku sepertinya mengenalnya." Ucapku.
"Pak Tua, bukankah anda penjual buku seni beladiri yang sering berjualan di pasar?" Tanyaku.
"Benar nak, bukankah kamu gadis yang berlari ke arah benteng waktu itu?" Ucap Pak Tua.
"Iya benar Pak, apa cucu anda masih belum ditemukan?" Ucapku.
"Belum nak, maka dari itu aku mencoba datang ke sini untuk mencari mereka." Ucapnya.
"Hm.. apakah anda memiliki dua cucu yang masih anak - anak, satu perempuan dan satunya lagi laki - laki?" Ucapku.
"Benar nak, apa kamu melihat mereka?" Ucap Pak Tua wajahnya tampak sumringah seketika.
"Apakah mereka bernama Liam dan Sisi?" Tanyaku lagi.
"Iya - iya benar nak, mereka cucuku." Ucap Pak Tua.
"Anda tenang saja Pak, sekarang mereka berdua aman dan baik - baik saja. Namun mereka masih belum bisa ikut dengan anda karena masih perlu dalam perawatan kami." Ucapku.
"Benar, anda pulanglah dulu Pak. Serahkan cucu anda pada kami. Kami di sini akan memberikan perawatan terbaik untuk mereka begitupun dengan semua orang yang telah menjadi korban serangan binatang buas." Ucap Paman Guan.
"Baik nak, aku percaya padamu karena kamu juga waktu itu telah menolongku." Ucap Pak Tua padaku.
Akhirnya pria tua itu mau untuk kembali ke tempat evakuasi yang berlokasi dekat dengan Klan Asran.
"Syukurlah ada kamu nak, aku juga sebenarnya menjadi tidak tega saat melihatnya menangis karena kehilangan cucu - cucunya." Ucap Paman Guan.
Aku hanya tersenyum di balik cadarku melihat Paman Guan. Kepribadiannya sangatlah baik, begitupun dengan istrinya. Mereka adalah pasangan yang sangat serasi.
...----------------...
Aku merasa sangat bosan karena tidak ada kerjaan yang boleh aku pegang. Mau membantu memindahkan bongkahan dari reruntuhan rumah warga pun tidak diperbolehkan oleh Paman Guan dan yang lainnya. Mereka justru menyuruhku untuk pergi berjalan - jalan.
"Huft.. aku memang suka bersantai, tetapi jika tidak ada kerjaan aku juga bingung mau melakukan apa." Gumamku sambil berjalan tanpa arah.
"Em.. bukankah itu sumur? sepertinya itu sumur yang dimaksud bibi Sarah." Ucapku berjalan mendekati sebuah sumur.
Aku melihat kondisi air sumur yang kemarin telah diberi racun oleh seseorang.
"Ah.. syukurlah air sumur ini sudah aman untuk dikonsumsi lagi. Sepertinya bibi Sarah sudah memberikan penawar racun ke dalam sumur ini." Gumamku.
"Hey-hey.. , apa yang sedang anda lakukan di sini nona cantik?" Ucap seorang lelaki paruh baya dengan model kumis yang aneh berjalan mendekatiku sambil tersenyum menjijikan.
"Em.. sedang melihat pantulan wajahku." Ucapku asal karena lelaki ini terlihat sangat mencurigakan.
"Hoho.. hanya orang bodoh yang melihat pantulan diri sendiri dari air sumur yang dalam." Ucapnya.
"Ya, dan orang bodoh itu adalah aku." Ucapku tanpa melihat ke arahnya.
"Bukan maksudku mengataimu nona, apa kamu salah satu dari relawan di sini?" Tanyanya dengan tampang menyebalkan.
"Bukan urusanmu." Ucapku ketus.
"Hoho.., kenapa kamu memakai penutup wajah nona? Kamu nampak sangat mencurigakan, namun jika dilihat - lihat.. sepertinya tubuhmu lumayan juga. Jika kamu tidak ingin dituduh sebagai orang yang telah meracuni air sumur itu, setidaknya tidurlah denganku." Ucapnya.
"Dasar brengsek, berani - beraninya mengajakku tidur dengan tampangnya yang menjijikan itu." Gumamku dalam hati.
"Apa maksudmu? aku ini hanya orang bodoh mana mungkin aku tau masalah racun." Ucapku berpura - pura bodoh.
Lelaki itu diam tidak bisa berkata - kata dan tampak kebingungan.
"Ma-maka dari itu, mungkin saja ada yang memerintahmu untuk memberikan racun ke dalam sumur itu." Ucapnya.
"Lalu kenapa kamu tiba - tiba datang dan menuduhku, bahkan kamu pun tidak memiliki bukti apapun. Atau jangan - jangan.. justru kamulah yang sudah memberikan racun itu?" Ucapku.
"Ja-jangan sembarangan kalau ngomong! dasar wanita rendahan, bisa - bisanya kamu menuduhku. Kamu tidak tau jika aku ini penyalur dana bencana terbesar untuk kejadian ini." Ucapnya marah - marah.
"Dasar wanita kurang ajar, kamu akan menyesal telah bertindak tidak sopan padaku. Tanpa dana yang disumbangkan oleh kelompok dagang kami, maka Klan Asran akan hancur." Ucapnya lagi sambil berjalan pergi.
Rasanya aku ingin sekali meninju wajahnya yang jelek dan menyebalkan itu sekaligus menendang pantatnya agar dia terjungkal.
"Hiih.. dasar brengsek tidak tau diri.. memangnya siapa dia dan seberapa hebat kelompok dagang yang dia banggakan itu." Ucapku marah - marah sambil meninju angin.
"Siapa yang sedang kamu bicarakan? Apakah dia?" Ucap Bara tiba - tiba muncul dari balik reruntuhan.
"Kya.. huft, bisakah kamu kasih aba - aba dahulu sebelum muncul?" Omelku karena sangat terkejut.
"Pftt.. baiklah maafkan aku." Ucap Bara sambil melompati reruntuhan.
"Apa kamu mengenalnya?" Tanyaku pada Bara yang kini berdiri sambil melihat ke dalam sumur.
"Ya, dia salah satu relawan dari kelompok dagang Rubelo yang merupakan kelompok dagang terbesar di benua ini, awalnya mereka hanya sekelompok pedagang kecil dari benua lain yang datang ke benua ini untuk berdagang. Namun seperti yang kamu tau, di benua ini sangat minim ilmu pengobatan walaupun memiliki begitu banyak seniman beladiri yang pastinya sering terluka. Sedangkan mereka datang dengan membawa berbagai macam obat - obatan. Orang - orang mereka terlihat lebih terpelajar dibandingkan orang dari benua ini yang lebih mengasah kekuatan dibandingkan otaknya." Ucap Bara.
"Satu lagi, lebih baik kamu jangan dekati mereka. Karena mereka bisa sangat berbahaya." Ucap Bara memperingatiku.
"Memangnya ada apa dengan mereka?" Tanyaku penasaran.
"Mereka sangat semena - mena dan licik, selain itu mereka juga ahli dalam menggunakan rac-un." Ucap Bara, tiba - tiba dia terdiam.
"Jadi mereka yang menyebarkan racun." Gumamku.
Bara diam dan menatapku, sepertinya dia sudah menemukan dalang di balik kejadian keracunan kemarin.
"Aku akan menemui Ketua Klan, kamu tetaplah di sini dan jangan dekati mereka." Ucap Bara sambil berlari pergi.
...----------------...
"Hm.. di sini sangat sepi, Bara juga pergi untuk menyelesaikan urusannya. Apa tidak ada yang menemaniku?" Gumamku sedih.
"Selamat siang nona!" Ucap seseorang dengan suara lantang dari belakangku.
"Kya..! hii.. kenapa semua orang suka sekali muncul secara tiba - tiba." Ucapku sangat terkejut dan kesal.
"Maafkan saya nona, saya tidak bermaksud mengejutkanmu. Tadi masih ada orang lain jadi saya menggunakan teknik persembunyian." Ucap lelaki bertubuh besar yang tinggal di seberang tendaku.
"Hm.. baiklah, apa kamu datang untuk menemuiku?" Ucapku.
"Benar nona, Tua..em-maksudku saudara seperguruanku ingin mengucapkan terimakasih padamu. Saat ini dia sudah sadar, dan kondisinya semakin membaik berkatmu." Ucapnya.
Wajahnya tampak sumringah, sepertinya dia sangat bahagia karena saudaranya sudah baik - baik saja.
"Benarkah? syukurlah jika dia baik - baik saja." Ucapku ikut senang mendengarnya.
"Iya benar nona, em.. apakah anda bisa ikut denganku?" Ucap lelaki bertubuh besar di hadapanku ini. Matanya terlihat seperti sedang memohon agar aku ikut dengannya.
"Em.. baiklah, ayo antarkan aku untuk menemui saudaramu." Ucapku.
"Baik nona!" Ucapnya terlihat senang.
malas nak cakap cerita bagus tapi tolong jangan banyak adegan 18sx
tolong yang athor
jadi nak baca tidak syok kalau banyak sangat 18sxnya
/Pray//Pray//Pray//Pray//Pray/