NovelToon NovelToon
Terpaksa Jadi Istri Kedua Demi Keturunan

Terpaksa Jadi Istri Kedua Demi Keturunan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Ibu Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:171.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.

Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.

Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.

Yuk, simak kisahnya di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Kamu tetap bidadari di hatiku-Rayyan

Keesokan paginya, matahari yang biasanya membawa hangat justru terasa dingin bagi keluarga Malik. Hana dipindahkan ke ruang rawat intensif, tubuhnya yang lemah terbaring dengan selang infus menancap di lengan, alat bantu pernapasan menutupi wajah pucatnya. Monitor detak jantung berdenting pelan, tanda kehidupan yang rapuh.

Jamilah duduk di kursi samping ranjang putrinya, menggenggam erat tangan Hana yang dingin.

“Nak … bangunlah, tolong jangan tinggalin ibu,” bisiknya, air mata terus jatuh membasahi punggung tangan Hana.

Pintu kamar terbuka, seorang perawat masuk sambil membawa sebuah kotak peralatan. Ia mendekati Jamilah dengan sikap hati-hati.

“Bu, bayi Nyonya Hana membutuhkan ASI. Karena kondisi beliau masih koma, kami membawa pompa ASI untuk membantu mengeluarkannya.”

Jamilah tersentak, mengangguk pelan meski wajahnya bimbang. Di saat yang sama Hansel dan Laudya baru saja masuk, wajah keduanya penuh letih setelah semalam berjaga.

“Ada apa, Bu?” tanya Hansel lirih.

Jamilah menjelaskan dengan suara bergetar, “Perawat bilang … bayi Hana butuh ASI. Karena dia tidak bisa menyusui, mereka mau coba pakai pompa.”

Hansel mengangguk cepat, “Ya, lakukan saja ... demi bayi kita.”

Laudya ikut mendekat, wajahnya serius menatap perawat. “Apakah itu aman untuk kondisi Hana?”

Perawat mengangguk singkat. “Biasanya bisa, Bu. Bahkan ASI pertama itu sangat penting untuk daya tahan tubuh bayi. Kami akan lakukan dengan hati-hati.”

Alat dipasang, perawat mulai mencoba menstimulasi buah dada Hana. Namun menit demi menit berlalu, hanya kesunyian yang terasa. Botol kecil yang seharusnya menampung tetes ASI itu tetap kosong.

Perawat mengerutkan dahi, mencoba sekali lagi, lalu berhenti.

“Tidak ada … sama sekali tidak keluar.”

Jamilah panik. “Kenapa bisa begitu? Harusnya ada, kan? Hana sehat waktu hamil…”

Perawat menghela napas berat. “Kami menduga kondisi kritis semalam membuat hormon yang merangsang produksi ASI terganggu. Seharusnya memang sudah ada, tapi tubuh beliau terlalu lemah untuk merespons.”

Laudya terdiam, wajahnya menegang. “Apa tidak ada cara lain?”

“Untuk saat ini tidak ada, Bu,” jawab perawat lirih. “Sementara bayi hanya menangis karena lapar.”

Seakan menguatkan, pintu kamar terbuka dan perawat lain masuk tergesa. “Sus, bagaimana? Bayi menangis terus di ruang perawatan. Kami butuh segera ASI untuknya.”

Hansel menatap mereka semua, matanya berair. Bayi itu menangis meminta sesuatu yang bahkan ibunya tak mampu berikan dalam keadaan koma. Dalam suasana panik itu, Jamilah menyeka air matanya.

"Tuan, Nyonya … sebaiknya kita beri saja susu formula. Jangan biarkan cucu saya kelaparan.”

Hansel menoleh, menatap Jamilah dengan bingung, lalu melirik perawat. Laudya meletakkan tangannya di lengan Hansel, mencoba menenangkan.

“Ya, Hansel … mungkin itu jalan terbaik. Kita beri susu formula dulu sampai ada solusi lain.”

Hansel mengangguk pelan, hatinya serasa dirobek. Ia ingin bayinya sehat, tapi setiap keputusan terasa seperti pengkhianatan pada Hana yang masih berjuang di ranjang.

“Baiklah,” Hansel akhirnya berkata lirih, “beri susu formula untuk sementara … asal anakku tidak kelaparan.”

Perawat buru-buru mengangguk lalu keluar dengan langkah cepat.

Di kamar itu, suasana hening kembali. Hanya bunyi mesin monitor menemani mereka. Laudya menatap Hana yang terbaring, lalu menunduk dengan mata berkaca-kaca. Dalam hati kecilnya, ia sadar meski bayi itu lahir sehat, jalan setelah ini tidak akan mudah.

Siang itu, ruangan rawat Hana dipenuhi cahaya lembut dari sinar matahari yang menembus tirai tipis. Laudya sudah berpamitan lebih dulu pada Hansel, katanya ada pemotretan yang tak bisa ia tinggalkan. Hansel sendiri memilih menemani bayi mereka di ruang perawatan khusus, sementara Jamilah setia duduk di samping ranjang Hana.

Pintu terbuka perlahan. Rayyan muncul dengan senyum kecil, tangannya membawa kantong plastik berisi buah segar dan beberapa roti.

“Bu Jamilah, saya bawakan sedikit makanan … dan baju ganti juga, siapa tahu Ibu butuh,” katanya dengan nada lembut.

Jamilah terharu, matanya berkaca. “Terima kasih banyak, Den Rayyan … kamu selalu baik.”

Rayyan menaruh bawaan itu di meja kecil lalu menoleh ke arah Hana yang masih terbaring koma. Sesaat kemudian, ia berbalik lagi menatap Jamilah.

“Bu, pulanglah sebentar. Ibu pasti lelah ... biar saya yang menjaga Hana di sini.”

“Tidak, Den … ibu tidak bisa. Bagaimana kalau Hana butuh sesuatu?” jawab Jamilah, gelisah.

Rayyan menghela napas, lalu mendekat, berbicara lebih serius.

“Bu, percayalah ... Saya tidak akan meninggalkan Hana. Saya jaga dia seperti menjaga diri saya sendiri. Lagipula, Ibu juga manusia ... Ibu perlu istirahat supaya tidak jatuh sakit.”

Nada Rayyan begitu memaksa, sampai akhirnya Jamilah menyerah dengan berat hati. “Baiklah … tapi kalau ada apa-apa, langsung hubungi ibu.”

“Pasti, Bu. Jangan khawatir,” Rayyan menunduk hormat.

Setelah Jamilah pergi, suasana ruangan menjadi hening. Rayyan menarik kursi lalu duduk di samping ranjang Hana. Matanya menatap wajah pucat Hana yang tetap cantik meski tanpa riasan. Ada rasa sakit, ada cinta, ada kerinduan yang tak bisa ia ungkapkan.

“Hana…” bisiknya pelan, seolah Hana bisa mendengar.

 “Kalau saja waktu bisa diputar, aku ingin jadi orang yang menjaga kamu sejak awal, bukan hanya jadi penonton seperti sekarang.”

Rayyan menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih ponsel dari saku, membuka aplikasi Al-Quran. Ia memilih surah Al-Baqarah, lalu mulai melantunkan ayat-ayatnya dengan suara merdu yang tenang.

Getarannya memenuhi ruangan. Atmosfer berubah dingin rumah sakit berganti menjadi damai. Irama bacaan Rayyan mengalun pelan, seolah mengelus jiwa Hana yang tertidur. Dan tiba-tiba, jemari Hana yang semula kaku bergerak sedikit. Sangat halus, hampir tak terlihat, tapi cukup untuk membuat dada Rayyan bergetar. Ia terdiam sejenak, menatap tangan Hana, berharap keajaiban itu berlanjut. Namun, mata Hana tetap terpejam, napasnya tetap teratur dengan bantuan oksigen.

Rayyan kembali melanjutkan bacaannya, suaranya bergetar karena haru. Di luar pintu kamar, Hansel berdiri terpaku. Baru saja ia hendak masuk setelah dari ruang bayi, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara Rayyan. Hatinya mendadak campur aduk. Ada rasa kagum mendengar sepupunya melantunkan ayat begitu indah, ada rasa sesak karena pria itu menatap Hana dengan penuh cinta.

Hansel tidak masuk, dia memilih menunggu, berdiri di lorong dengan tangan mengepal, menyandarkan tubuhnya ke dinding putih rumah sakit. Untuk pertama kalinya Hansel merasa ada orang lain yang juga ingin menjaga Hana sebaik dirinya.

Hansel akhirnya melangkah masuk setelah suara merdu Rayyan berhenti. Suasana ruangan terasa hening, hanya terdengar suara mesin monitor yang mengawasi kondisi Hana.

“Kamu ngapain di sini, Ray?” tanya Hansel pelan, namun ada nada tajam yang tak bisa ia sembunyikan.

Rayyan menutup mushaf digital di ponselnya, lalu menatap Hansel dengan sorot mata tenang.

“Aku datang menjenguk orang sakit, apa ada yang salah?”

Hansel mengepalkan tangannya. “Aku suaminya, Ray. Yang berhak di sini aku, bukan kamu. Jangan terlalu ikut campur!”

Rayyan berdiri, wajahnya mendekat ke arah Hansel.

“Aku ikut campur? Aku cuma peduli! Kalau kamu benar-benar menjaganya dengan baik, Hana nggak akan sampai koma seperti ini!”

Ucapan itu menusuk hati Hansel, lalu ia menatap Rayyan dengan emosi yang ditahan.

“Jaga ucapanmu!”

Tiba-tiba suara pintu terbuka, membuat keduanya terdiam. Kedua mata mereka sama-sama melebar, tubuh seketika membeku. Sosok itu berdiri di ambang pintu, menatap mereka dengan ekspresi sulit terbaca.

'Bagaimana bisa?' gumam Hansel.

1
ken darsihk
Laudya sudah hancur sehancur hancur nya , dia sdh nggak punya apa2 untuk menopang hidup nya yng hedon dia mencekik keluarga Malik 😠😠😠
Ddek Aish
alasan klise menjaga nama baik keluarga
Fitria Syafei
Kk cantik kereeen 🥰🥰 terimakasih 😘
Sunaryati
Yang menggunggat cerai itu Laudya, seharusnya tidak meminta harta gono- gini, apalagi tak punya anak, dan kesalahan adalah pada Laudya, kenapa tidak gugat balik perzinahan Ryan dan Laudya bisa masuk penjara. Laudya minta gono- gini karena sudah miskin. 🤣🤣🤣
Ani Basiati: lanjut thor
total 1 replies
Sunaryati
Furqan apapun kesalahan papa Hanzel kau harus menghormati, bagaimana mulanya toh papa Hanzel lantaran kau hadir di dunia. Panggil sebutan papa. Dengan menghormati siapapun merupakan menghargai diri- sendiri. Tunjukkan baktimu padanya dengan membantu memulihkan perusahaan, buat Mama Hanna bangga padamu, tunjukkan bahwa kamu mampu Nak Furqan. Jika bisa bantu papamu menyelesaikan masalahnya baik rumah tangga maupun perusahaan
Ani Basiati
lanjut thor
nayla tsaqif
Thorr,, penyebutan nama hansel saat bicara sama furqan seharusnya pake kata "papa" lbh enk di baca,, bukan "aku",, berasa bicara sama orang lain,, bukan anak sama ayah🙏
ken darsihk: Setuju
Baru aja aq mo buat koment seperti ini
Setuju ya thor penyebutan aku nya di buang , kalau Hansel sedang berbicara dengan anak nya Furqan
total 1 replies
Yati Jenal
Furqon mending plng jgn ngurusin yg gk jls
Silvia
Hansel nya plin plan 😔😔
Mundri Astuti
Hansel sama aja kaya emaknya, gila hormat
Rahma
Tah ini baru bab yg memuaskan Krn kebahagiaan melimpahi kehidupan Hana mudh2n g ada yg ganggu lg
Silvia
semoga tidak ada masalah lagi
enungdedy
knp jdi seolah laudya yg tersakiti? dia sndiri yg gk mau hamil..dia sndri yg minta hansel hamilin perempuan lain...skg seolah jdi korban
Ir
ini tinggal nunggu dia Anomali Rohana Laudya tobat
ken darsihk
Nanti mampir thor sdh lounching belum , aq nya blm dpt notif 🤭
Aisyah Alfatih: udah mungkin masih riview ...😁
total 1 replies
Dila Dilabeladila
masya allah thor karya mu banyak bgt.sehat sehat ya thor lancar selalu
juwita: certa baru nya g bisa di buka Thor.
total 2 replies
enungdedy
lah kan elu sendiri yg gk mau hamil kan lidya gmn sih mlh nyalahin hana😄
ken darsihk
Heeiii Laudya tau diri sedikit situ nggak punya harga diri yak , jelas jelas kesalahan bersumber dari diri mu sendiri , koq melampiaskan ke Hana dasar lo Laudya perempuan sun**l nggak punya akhlak 😠😠😠
A.M.G
lidi harus diaapain sih biar tobat
A.M.G
saatnya ketwaa 📢📢📢📢📢
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!