NovelToon NovelToon
PICCOLA PERDUTA

PICCOLA PERDUTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dark Romance
Popularitas:34.3k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

‼️Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan‼️

Series #3

Maula Maximillian dan rombongan kedokterannya dibuang ke sebuah desa terpencil di pelosok Spanyol, atas rencana seseorang yang ingin melihatnya hancur.

Desa itu sunyi, terasing, dan tak tersentuh peradaban. Namun di balik keheningan, tersembunyi kengerian yang perlahan bangkit. Warganya tak biasa dan mereka hidup dengan aturan sendiri. Mereka menjamu dengan sopan, lalu mencincang dengan tenang.

Yang datang bukan tamu bagi mereka, melainkan sebuah hidangan lezat.

Bagaimana Maula dan sembilan belas orang lainnya akan bertahan di desa penuh psikopat dan kanibal itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 : Shopping For Maula

...Elizabeth dan Para Kesayangannya...

...----------------...

...----------------...

...•••Selamat Membaca•••...

Langit Jakarta sore itu menggelap perlahan. Matahari masih menyisakan sinar keemasan yang memantul di jendela mobil Rolls-Royce warna champagne yang berhenti di lobi butik mewah di kawasan Dharmawangsa. Seorang pria berbaju seragam putih membukakan pintu belakang dengan gerakan sopan dan penuh hormat.

Dari dalam mobil, Eliza melangkah turun dengan sepatu hak kitten heels Roger Vivier berwarna nude. Gaun linen Armani Prive-nya menjuntai anggun, dipadukan mantel tipis warna dove yang dilipat rapi di bahunya. Rambut Eliza disanggul rapi. Kacamata hitam Dior menghiasi wajahnya, dan bibir merah klasik itu tersenyum pada para staf butik yang langsung berdiri menyambut.

Menggandeng tangan Eliza saat ini adalah cucu bungsunya, Thalia, gadis kecil dengan gaun putih bordir yang dijahit khusus oleh penjahit pribadi Eliza dari Prancis. Rambut Thalia dikepang dua, pipinya memerah, dan matanya berbinar saat melihat etalase butik. Sepatu balerina-nya berkilau.

“Nena, aku boleh pilihkan piyama sutra untuk Kak Maula?” tanya Thalia, menengadahkan kepala menatap Eliza.

“Yes, sweetheart, of course. Pilih yang paling lembut, Kakakmu harus tidur dengan nyaman. Kulitnya sensitif, apalagi sedang hamil.”

Thalia mengangguk bersemangat, lalu berlari kecil masuk butik. Eliza berjalan pelan di belakang, setiap langkahnya dihiasi aura wibawa yang tidak dibuat-buat. Para staf langsung membungkuk hormat, dan manajer butik pribadi datang menyambut.

“Selamat datang kembali, Bu Eliza. Kami sudah menyiapkan beberapa koleksi baru seperti permintaan Ibu.”

Eliza melepas kacamata dan tersenyum, anggukan kecil saja sudah cukup menjadi perintah. “Tunjukkan yang paling halus dan ringan. Cucu saya sedang sakit. Tidak perlu potongan berani. Cukup elegan, bersih, dan tak terlalu ramai.”

Manajer langsung mempersilakan mereka naik ke lantai dua, private showroom. Tirai satin digeser, aroma bunga lily menyambut, dan cahaya lampu kuning hangat membingkai ruangan. Beberapa koleksi piyama sutra, cardigan lembut, dan selimut kasmir ditata rapi di atas meja kaca.

“Yang ini bagus, Nena!” Thalia menunjukkan piyama baby blue berbahan silk mulberry, dihiasi renda tipis berwarna ivory.

Eliza mendekat, menyentuh bahannya. Ia tersenyum. “Ini. Ambil dua pasang. Satu untuk sekarang, satu lagi untuk nanti pulang dari rumah sakit.”

Lalu matanya tertumbuk pada kardigan sutra warna rose blush. Ia mengangkatnya. “Dan ini. Dia selalu suka warna seperti ini. Hangat, tapi tak mencolok.”

Belanjaan bertambah dengan kaus kaki wol lembut, lip balm organik, dan buku harian kulit berwarna krem yang nantinya bisa dipakai Maula menulis pikiran saat pemulihan. Eliza tidak memilih sembarangan. Semua yang dia beli, ada niat dan pemikiran. Itu ciri khasnya—seorang wanita dengan kendali, rasa cinta, dan standar tinggi.

Thalia kemudian meminta izin untuk memilihkan syal. Ia memilih yang bermotif bunga camelia, warna dasar putih dengan benang emas tipis di ujungnya.

“Kamu yakin Kak Maula suka motif ini?” tanya Eliza sambil meneliti detail sulaman.

Thalia mengangguk. “Kakak bilang bunga camelia itu elegan, tapi nggak berlebihan. Sama kayak Nena.”

Eliza tertawa pelan. “Oh, betapa bijaknya kamu, kau sudah membuktikan bahwa kau layak menjadi cucuku haha. Ambil satu lagi. Untukmu. Biar kalian punya syal kembar.” Thalia tampak sangat senang.

Tak sampai satu jam, lima tas belanja dari butik mewah dibawa keluar oleh staf. Eliza tidak terlalu suka berlama-lama. Baginya, elegansi bukan tentang banyaknya pilihan, tapi kemampuan mengenali kualitas dalam satu pandang.

Ketika mereka turun ke lobi, mobil sudah menunggu. Thalia memeluk tas yang berisi hadiah untuk kakaknya. Di dalam mobil, Eliza membuka ponsel, mengirim pesan suara pendek untuk Rayden.

“Darling, kami sudah belanja beberapa barang untuk Maula. Barang-barang akan tiba malam ini di rumah sakit. Tolong pastikan perawat menata barangnya rapi. Thalia memilih sendiri piyama untuk kakaknya.”

Rayden membalas cepat dengan nada yang riang.

“Thank’s, Nena. Maula pasti akan senang. Dan aku juga, ada untukku juga kan?”

“Of course, darling. Kalian berdua akan sangat menyukainya.”

Eliza menyimpan ponsel, lalu merapikan scarf-nya. Mobil mulai melaju perlahan keluar dari area butik.

“Nena,” kata Thalia sambil menatap keluar jendela.

“Ya, sayang?”

“Kalau Kak Maula sudah sembuh, boleh kita ajak dia ke Florence? Nena kan pernah janji mau ajak ke sana.”

Eliza tersenyum tipis. “Kalau dia sudah cukup sehat, dan dokternya mengizinkan, kita akan ke Florence. Tapi bukan hanya jalan-jalan.”

“Lalu ngapain?”

“Kita akan duduk diam di taman Boboli. Bawa buku, minum teh, dan bicara tentang hal-hal yang tak semua orang bisa mengerti. Tentang kesedihan, cinta, dan seni untuk bertahan hidup dengan anggun.”

Thalia tersenyum bingung, tapi mengangguk. Ia belum mengerti sepenuhnya, tapi ia tahu satu hal, yaitu saat bersama Nena selalu terasa seperti berada di dalam cerita yang indah dan penuh arti.

Mobil mereka melewati jalanan Jakarta yang mulai gelap. Lampu kota berkilau seperti bintang-bintang buatan. Di dalam mobil, dua perempuan dari generasi yang berbeda tapi berasal dari darah yang sama tengah menyiapkan cinta dalam bentuk paling halus untuk seseorang yang mereka sayangi.

Setelah dari butik, Eliza dan Thalia turun ke lantai dasar Plaza Indonesia. Mereka menuju supermarket premium The FoodHall Gourmet, tempat Eliza biasa berbelanja jika sedang di Jakarta. Interiornya bersih, pencahayaannya hangat, dan semua produk tertata seperti galeri seni pangan. Tak ada aroma amis, tak ada keributan. Semuanya tenang. Teratur. Seperti Eliza menyukai segalanya.

Thalia mendorong keranjang dengan pegangan kulit coklat tua.

“Nena mau masak apa buat Kak Maula?” tanya Thalia sambil berjalan di samping rak pasta artisan.

Eliza tersenyum tipis. “Kaldu tulang sapi muda. Lalu osso buco dengan lemon dan thyme. Dan sedikit sup ayam kampung jahe yang bisa disimpan dalam termos.”

Thalia memiringkan kepala. “Kak Maula suka yang hangat-hangat ya?”

“Sangat,” jawab Eliza sambil mengambil dua potong tulang sumsum sapi muda yang dibungkus rapi. “Dan dia sedang hamil. Perlu sesuatu yang bukan hanya enak, tapi juga bernutrisi. Bukan makanan rumah sakit yang hambar.”

Eliza menelusuri rak dengan teliti. Ia memetik daun rosemary segar, thyme, dan parsley dalam kotak kaca kecil. Setelah itu, ia mengambil lemon organik, wortel mini Prancis, dan tomat heirloom. Semua dipilih dengan tangan, satu per satu. Diperiksa. Dirasa.

Beberapa langkah kemudian, ia memilih beras koshihikari untuk bubur lembut. Ia menunjuk udang segar untuk kaldu seafood. Bahkan ia memesan truffle oil dan sebotol kecil saffron murni.

“Masakan Nena kok kayak buat restoran bintang lima?” gumam Thalia sambil menata belanjaan ke dalam keranjang.

Eliza menoleh, memiringkan kepala dan tersenyum lembut.

“Karena setiap sendok masakan nenekmu harus bisa bicara... bahwa Maula dicintai, disayangi, dan ditunggu pulang.” Ucapan itu lirih, tapi tegas. Mata Eliza tidak sekedar memilih bahan. Ia sedang menyusun rasa aman, lewat makanan.

Setelah selesai memilih bahan utama, mereka masuk ke bagian keju dan roti. Eliza menunjuk brioche mentega, keju comté tua, dan cream cheese organik. Tak lupa dark chocolate favorit Maula—yang biasa ia kunyah pelan saat malam menjelang.

Thalia, dengan cekatan, membantu petugas membungkus semua bahan. Ia tampak dewasa sore itu, meski masih berseragam anak-anak. Sikapnya lembut, tidak rewel. Mirip Maula, hanya lebih ceria.

Ketika semua selesai, Eliza mengeluarkan kartu titanium hitam. Ia tidak perlu berbicara. Kasir sudah tahu siapa dia.

Setelah belanjaan ditata ke dalam kotak kayu berlapis kain linen, Eliza menoleh pada cucunya.

“Besok pagi-pagi kita mulai masak, ya. Kamu bantu kupas wortel?”

Thalia mengangguk cepat. “Iya, Nena! Aku juga bisa potong roti pakai pisau kecil. Kan besok libur sekolah.”

Eliza membungkuk sedikit, mencium kening cucunya.

“Kamu cucu yang hebat. Kakakmu pasti senang.”

Mereka berjalan keluar supermarket menuju pintu pribadi yang mengarah ke parkiran VIP. Hari sudah mulai gelap, langit Jakarta membara oranye lembayung. Tapi suasana hati Eliza tenang, tangannya penuh belanjaan, tapi hatinya penuh kasih.

Di dalam mobil, sambil Thalia membuka sepotong coklat kecil, Eliza memandangi daftar catatannya di ponsel. Ia tahu tidak semua luka bisa disembuhkan dengan kata-kata. Tapi masakan itu bisa menjadi pelukan tanpa perlu dipeluk.

Dan Maula akan merasakan di setiap sendoknya, nanti. Di Madrid.

Semua makanan itu akan dibawa dengan elegant menggunakan jet pribadi oleh Eliza besok. Karena Leo memberitahu bahwa Eliza akan pergi ditemani oleh Maureen dan Marlo besok. Sedangkan Leo menemani Thalia di rumah.

...•••Bersambung•••...

1
Latoya
hebat
Frizzy Danuella
Wow amazing thor
Frizzy Danuella
Angkat aku jadi cucumu juga nena
Blade Haruna
Akhirnya hukuman mereka ditetapkan juga, ini nih yg gue suka. Satu masalah selesai baru datang masalah baru, bukan malah belibet yg bikin pala gue makin pusing
Zenia Kamari
Confess sekarang apa gue cepuin lo
Zenia Kamari
gue nonis, tpi gue suka banget sama karya religi kakak ini
Zayana Qyu Calista
sungkem gue ama lo kak
Zayana Qyu Calista
Gue kebagian cucu angkat juga gpp deh, asal neneknya kayak eliza ini
Rihana👒
Saya support kalau memang sofia sama advait
Rihana👒
Begini kalau dapat cinta yang setara, mereka saling jaga
Rihana👒
Thor, bikin novel religi versi kamu lagi dong, saya mau baca dan jangan lupa untuk ilmu pengetahuannya. Ditunggu ya thor (sangat berharap)
Pesillia Lilian
asik tuh klau advait sama Sofia, bakalan besty selamanya Maula
Pesillia Lilian
Author terniat
Miyoji Sweetes
Ngomong jgn dlam hati Advait, ngomong langsung elaahh
Miyoji Sweetes
Seniat itu ya thor🔥🔥🔥
Cherry Berry
Advait kalo gak gercep ya alamat bakalan patah hati
Pedri Alfonso
ini keren banget
Putri vanesa
Kk berapa lama smpe bisa bikin cerita ini sereal mungkin, entah ini memang real life or imagination aku pribadi bukan kyak ngebaca dosng tpi kyak udah nnton ceritanya langsung dalam byang2an fikiran aku, karena emang sedetail itu ceritanyaaa, ini mah kudu di jdiin film sih rame bnget soalnya
Sadohil: setuju banget
Zenia Kamari: Terbaik ini karya
total 5 replies
🐱Pushi Cat🐱
Keren, gak pernah gagal kakak ini masalah detail, baik kedokteran, agama maupun hukum. Pantesan penulis pada bilang kalau menulis bukan hanya tentang merangkai kata
Putri vanesa
SemangatAdvait kita dukung dirinu dan Sofia menuju jannah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!