NovelToon NovelToon
Tumbal Rahim Ibu

Tumbal Rahim Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Kumpulan Cerita Horror / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:549
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

​"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
​Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
​Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
​Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Sinden Bisu di Pendopo

Kirana berlari ke taman, memegangi perutnya yang keras. Tepat di tepi taman, di bawah pohon beringin tua, ia melihat sebuah bangunan kecil yang jarang disentuh: Pendopo mini di mana para penari dan sinden biasa berlatih, dan ia tahu itulah Sinden Bisu di Pendopo yang dimaksud Laksmi.

Udara di sekitar Pendopo kecil itu terasa sangat berat, dipenuhi bau tanah basah dan dupa yang tak pernah mati. Pendopo itu berupa panggung kayu kecil, di bawahnya terdapat ruang penyimpanan yang tertutup tirai beludru tebal berwarna merah marun.

Kirana harus cepat. Nyi Laras mungkin sudah kembali dari dapur dengan air minum dan akan menyadari ketidakhadirannya.

Ia mencapai panggung kayu itu. Di atasnya, tergeletak beberapa alat musik gamelan kecil yang usang rebab tanpa senar, dan bilah bilah saron yang tertutup debu. Di sudut panggung, berdiri sebuah manekin berbusana sinden Jawa lengkap, dengan kain batik cokelat dan sanggul besar.

Manekin itu tampak terlalu nyata, wajahnya tertutup topeng kayu tanpa ekspresi.

Kirana mendekati manekin itu, Penanda di pergelangan kakinya berdenyut-denyut. Ia menyentuh Penanda itu lagi, mencoba mendapatkan bisikan lain.

...dibalik...

Dibalik manekin. Kirana menelan ludah. Manekin itu disebut 'Sinden Bisu'. Mungkin itu bukan sekadar patung.

Kirana meraih manekin itu dan mendorongnya. Tubuh kayu itu sangat berat, tetapi ia berhasil menggesernya. Di belakang manekin Sinden Bisu, ada dinding kayu yang tampak baru, tidak seperti kayu joglo lainnya.

Kirana mengetuknya. Bunyinya seperti rongga kosong.

"Tentu saja," gumam Kirana. "Paviliun itu yang terlarang, tapi Nyi Laras pasti tidak akan menyimpan rahasia di tempat yang jelas."

Ia meraba-raba dinding kayu itu, mencari engsel atau pegangan tersembunyi. Tangan Kirana menyentuh sesuatu yang lengket di antara ukiran kayu. Itu adalah cairan minyak yang sudah mengering. Ia mendorongnya.

Kreekk!

Dinding kayu itu bergerak ke dalam, terbuka menjadi celah sempit. Di dalamnya hanya ada kegelapan dan bau basi yang menyengat.

Kirana harus masuk. Ia yakin ini adalah jalan menuju rahasia Kolam atau setidaknya petunjuk selanjutnya.

Ia memaksakan diri masuk ke celah itu, harus merangkak karena perutnya yang besar. Begitu ia berada di dalam, ia merasakan tanah yang dingin dan lembap di bawah tangannya. Ia merangkak maju, kegelapan total menyelimutinya.

Dari balik celah yang ia tinggalkan, ia mendengar suara yang familiar.

"Kirana? Kenapa kau bermain petak umpet? Airmu sudah Ibu siapkan." Itu suara Nyi Laras, terdengar lebih dekat, lebih dingin.

Jantung Kirana berdebar tak karuan. Ia harus menutup celah itu.

Dengan sekuat tenaga, Kirana mendorong dinding kayu dari dalam. Brak! Celah itu tertutup. Ia kini terkurung dalam kegelapan yang pengap.

Ia menyalakan senter dari ponselnya yang untungnya masih ia bawa. Cahaya itu menerangi ruang sempit di sekelilingnya. Itu adalah terowongan pendek, sebatas tinggi tubuhnya, dengan akar pohon beringin menjuntai di langit-langit.

Di ujung terowongan, ia melihat cahaya redup dan mendengar suara gemericik air. Kolam itu!

Namun, sebelum ia bisa bergerak, sebuah suara mengagetkannya dari belakang.

"Kau tidak bisa bersembunyi di sini, Waris."

Kirana menoleh kaget. Sosok hitam tanpa ekor, Gendong, kini sudah ada di dalam terowongan bersamanya, merayap di atas akar pohon. Makhluk itu memancarkan panas yang aneh.

"Bagaimana...?" Kirana mundur. Terowongan itu hanya cukup untuk satu orang.

"Aku selalu mendahului," suara Gendong berderak. "Dan kau semakin lemah. Bau ketakutanmu semakin manis."

"Pergi! Jangan sentuh aku!" teriak Kirana, mencoba menendang.

Gendong melompat dari akar pohon, melesat menuju Kirana. Karena terkejut, Kirana menjatuhkan ponselnya. Senter mati. Kegelapan total kembali menyelimuti mereka.

Kirana hanya bisa mendengar desahan Gendong yang kini berada sangat dekat, dan ia merasakan udara dingin di sekitar memar di pergelangan kakinya.

Tes!

Sebuah tetesan cairan kental, panas, jatuh tepat di tangan Kirana. Ia tahu itu bukan air. Cairan itu berbau anyir yang kuat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!