Evelyn, melihat kekasihnya, Jack, tengah bercumbu dengan wanita lain, saat ia ingin menunjukkan gaun pengantin yang ia pakai. Namun, Evelyn mengabaikannya, karena ia begitu mencintai kekasihnya. Tapi, bukan berarti tidak muncul keraguan di hatinya.
Sampai, hari itu tiba, saat mereka berdiri di altar pernikahan dan siap mengucapkan janji suci, tiba-tiba tempat mereka di serang oleh orang yang dulu pernah menjadi target mereka. Dia adalah Jacob.
Dia datang untuk balas dendam atas apa yang sudah Jack lakukan padanya. Namun, Jacob justru mencari sosok berinisial L.V, sosok yang sudah mengalahkan nya beberapa tahun yang lalu.
Dan, di sinilah Evelyn menyadari, jika Jack tidak pernah mencintainya dan muncul dendam di hatinya.
Bijaklah dalam berkomentar.
Happy Reading 💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Jacob berjalan dengan langkah lunglai, keluar dari rumah tersebut. Ia menunduk, tatapannya kosong dan hatinya terasa hampa.
Tubuhnya merosot, tangannya mengepal dan memukul pelan dadanya yang terasa sesak.
"Kenapa rasanya sangat sakit?" mata Jacob memerah, perlahan air matanya menetes. "Evelyn!" Ia mengusap air matanya, menatap telapak tangan yang terukir nama LV. Lalu, ia menggenggam erat tangannya dan menunduk dalam.
Sementara itu, Evelyn menelusuri lorong sempit yang ia yakini sebagai jalan rahasia yang digunakan Jack dan Rose untuk melarikan diri. Nafasnya memburu, setiap langkahnya menggema di antara dinding batu yang lembap dan gelap.
Hingga akhirnya, seberkas cahaya tampak di ujung lorong. Evelyn mempercepat langkahnya, lalu berlari menaiki anak tangga.
Saat mencapai ujung, ia mendorong kayu yang setengah terbuka dan mendapati dirinya berada di sebuah gudang tua yang berdebu.
Ia segera keluar dari sana. Udara malam yang dingin langsung menyapa kulitnya. Evelyn menatap sekeliling, tempat itu terasa asing baginya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya suara serangga dan angin yang menggoyangkan dedaunan kering. "Dimana ini?" gumam Evelyn. Dia melangkah kesana kemari mencari petunjuk, hingga pandangannya jatuh pada jejak ban mobil di tanah.
"Sepertinya mereka sudah mempersiapkan semuanya sejak awal," gumam Evelyn.
Ia bergegas mengikuti jejak ban tersebut, hingga ia sampai di jalan raya yang sunyi. Dia menoleh ke sana kemari, berharap ada kendaraan yang bisa memberinya tumpangan. Namun, setiap mobil yang melintas justru melaju kencang melewatinya, tidak ada satu pun yang berhenti.
"Sial! Kalau begini terus, aku bisa kehilangan jejak mereka," umpatnya kesal. Ia menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah ke tengah jalan sambil mengeluarkan pistolnya. Tepat saat itu, sebuah sepeda motor melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
"Woi! Apa kau sudah gila?" teriak si pengendara. Ia menghentikan motornya mendadak hingga hampir terjatuh.
"Apa yang kau lakukan, hah? Kau mau mati, ya?" teriaknya.
Evelyn menodongkan pistol ke arahnya, matanya menatap dingin. "Turun!"
"Tu-tunggu! Kita bisa bicarakan baik-baik! Kau mau uang? Aku bisa memberikannya untuk mu, tapi ... "
"Aku bilang, turun!" bentak Evelyn, suaranya tajam dan tidak memberi ruang untuk tawar-menawar.
Pria itu langsung menuruti perintahnya. Dengan gemetar, ia menurunkan kaki dari motor dan melepas helmnya. Kedua tangannya terangkat tinggi. "A-aku mohon, jangan bunuh aku! Aku belum menikah, dan aku ... "
Evelyn berdecak pelan, merebut helm itu dari tangannya. "Aku tidak menginginkan uangmu atau nyawamu. Aku hanya ingin meminjam motormu. Boleh, kan?"
"Bo-boleh! Tentu saja boleh! K-kau bahkan tidak perlu mengembalikannya. A-aku ikhlas!" ucapnya gugup.
Tanpa menunggu lebih lama, Evelyn menaiki motor itu, mengenakan helm, lalu menyalakan mesin. Dalam hitungan detik, suara knalpot meraung, meninggalkan pria itu yang masih berdiri gemetaran di tengah jalan.
Pria itu menghela napas panjang, lalu menjatuhkan diri, duduk di aspal. "Ya Tuhan, setidaknya aku masih hidup. Untung, dia hanya mengambil motorku. Jadi, aku bisa memesan taksi untuk pulang," gumamnya.
Evelyn melaju dengan kecepatan tinggi, angin malam menerpa wajahnya, membuat rambutnya berantakan di bawah helm. Matanya tajam menatap ke depan, menembus gelapnya malam yang hanya diterangi lampu jalan.
Ia tidak tahu pasti ke mana Jack dan Rose melarikan diri, tapi instingnya berkata, jika Rose akan pergi ke satu-satunya tempat yang dianggap aman, yaitu Markas organisasi lamanya.
"Ya, hanya itu tempat yang aman untuk bersembunyi. Rose pasti mengira aku tidak akan berani kesana," gumam Evelyn, mempercepat laju motor.
Dan, benar saja, saat ini Rose dan Jack baru saja sampai di markas milik organisasi lamanya. Bangunannya tampak suram, berdiri di antara rerimbunan pohon tua, dengan logo yang sudah pudar di dinding besinya.
Rose memapah Jack yang mulai kehilangan banyak darah. Bahkan, lelaki itu nyaris tidak mampu berdiri tegak.
"Bertahanlah! Sekarang, kita aman," ucap Rose.
Jack menatap bangunan di depannya dan bergumam pelan. "Dimana ini?" tanyanya.
"Ini markas organisasi, tempat kami dulu bergabung. Kau pasti pernah mendengar nama organisasi kami, organisasi Avernos. Orang biasa menyebutnya pintu gerbang dunia bawah. Dan, tentu saja organisasi ini terkenal tidak terkalahkan karena adanya LV."
"LV? Maksud mu, Evelyn?"
Rose mengangguk, membenarkan. "Apa kau tahu, kenapa ia mendapat julukan itu?"
Jack menggeleng pelan, tanda ia tidak tahu. Selama tiga tahun mereka bersama, Ia tidak pernah menanyakan hal itu pada Evelyn.
"LV singkatan dari Lythra Veyne, yang artinya si cantik berdarah dingin."
DEG!
"S-si cantik berdarah dingin?" gumam Jack, dengan nada yang bergetar.
"Ya. Evelyn adalah orang kepercayaan ketua kami. Dia bisa menyelesaikan tugas dengan sangat baik, sehingga musuh segan dengannya. Tapi, entah kenapa tiba-tiba Evelyn memutuskan untuk berhenti dan ingin menjalani hidup normal. Tentu saja ketua tidak setuju. Dia memberi tantangan pada Evelyn untuk mengalahkan semua anggota terkuat di organisasi. Dan, jika Evelyn berhasil, maka ketua akan melepaskannya."
"Jadi, ... "
"Ya, Evelyn berhasil mengalahkan semua anggota terkuat organisasi. Itu sebabnya, nama LV sangat sesuai dengannya. Sudahlah, tidak perlu membahasnya lagi. Sekarang, aku akan membawamu masuk."
Jack mengangguk pelan. Tubuhnya tiba-tiba gemetar hebat, saat mengingat apa yang sudah ia lakukan pada Evelyn. "Sial! Evelyn pasti tidak akan melepaskan ku begitu saja," batin Jack.
Rose memapah Jack masuk, dan begitu pintu gerbang terbuka, mereka di sambut beberapa pria yang langsung menodongkan senjata ke arah mereka.
"Untuk apa kau datang kemari?" Seorang pria bertubuh kekar melangkah maju. Dia adalah Rein, salah satu anggota organisasi yang tersisa.
"Rein," sapa Rose terengah.
Rein mengerutkan kening, pandangannya jatuh pada Jack yang bersimbah darah. "Siapa dia?"
"Nanti aku jelaskan. Yang pasti, dia terluka karena Evelyn," ujar Rose
DEG!
Rein menegang. Nama itu masih menimbulkan getaran di hatinya, antara marah, kecewa, dan rindu.
"Apa kau bilang?"
"Ya, Dulu, Jack menyelamatkan Evelyn setelah dia keluar dari organisasi. Tapi, sekarang Evelyn justru melukainya. Dia bukan hanya mengkhianati kita, tapi juga pria ini."
Jack melirik Rose, dengan wajah bingung. Sementara Rein terdiam lama. Bayangan masa lalu berkelebat, dimana Evelyn yang dulu berjuang bersamanya. Ada sesuatu yang menyesak di dadanya. Tapi, ia segera menepisnya.
"Lalu, kenapa kau membawanya ke sini, hah?" tanyanya datar, menahan emosi.
Rose menunduk sedikit. "Maafkan aku, Rein. Aku tidak punya pilihan lain. Kalau aku membawanya ke tempatku, Evelyn akan dengan mudah menemukanku. Setidaknya di sini, dia aman untuk sementara waktu. Aku berjanji, setelah dia pulih, aku akan membawanya pergi."
Rein memandangi Rose lama, mempertimbangkan setiap kata yang wanita itu ucapkan. Hingga akhirnya, ia menghela napas panjang dan mengangguk pelan.
"Baiklah, bawa dia masuk."
Rose tersenyum lega."Terima kasih, Rein." Ia kembali memapah Jack masuk ke dalam markas, diiringi tatapan tajam para anggota lama yang masih bertahan di sana.
"Kenapa kau berbohong?" bisik Jack.
"Sudahlah, kau ikuti saja apa yang aku katakan. Aku yakin, cepat atau lambat Evelyn akan kesini mencari kita. Jadi, sebelum itu, kita harus bisa menghasut Rein untuk melindungi kita," ujar Rose pelan.
"Baiklah, aku mengerti."
Sementara Rein masih berdiri di tempatnya, menatap punggung mereka yang menjauh.
"Evelyn!" gumamnya lirih.
Eh kok pede ya mereka bakal anaknya kembar 😄