NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Ke Dalam Tubuh Putri Buangan

Reinkarnasi Ke Dalam Tubuh Putri Buangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nfzx25r

Seorang gadis muda yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam laut lepas. Tetapi, alih-alih meninggal dengan damai, dia malah bereinkarnasi ke dalam tubuh putri buangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nfzx25r, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terluka

“Kak… aku tidak ingin menikah dengan Kaisar itu,” ucap Putri Xiaolan tiba-tiba, suaranya lirih namun penuh tekad. Bahunya sedikit gemetar, dan tatapannya jatuh pada tanah, tak berani menatap langsung ke arah Putri Minghua. “Aku… aku kabur bersama kekasihku.”

Kata-kata itu menggantung di udara, seakan membekukan waktu sesaat. Api yang membara di ujung gua terdengar letupannya lebih nyaring, dan suara burung dari luar seolah menghilang.

Putri Minghua memandangi adiknya lama, namun tak ada keterkejutan di wajahnya. Ia hanya menarik napas panjang, menahan gelombang emosi yang mendesak dari dalam dadanya. Perlahan, ia mengalihkan pandangannya ke arah pria yang terbaring lemah di sudut gua, lengan dan bahunya dibalut seadanya, wajahnya pucat, tapi ada kelembutan dalam sorot matanya yang tertutup.

“Jadi… pria ini kekasihmu?” tanyanya dengan nada tenang namun tegas, seolah memastikan bahwa semua ini bukan mimpi atau khayalan.

Putri Xiaolan akhirnya mengangguk pelan. “Iya, Kak… dia orang yang selama ini aku cintai. Aku tak sanggup menjadi istri Kaisar itu… Aku tak ingin hidup dalam sangkar emas yang tak bisa kupilih sendiri. Aku hanya ingin… kebebasan. Hidup dengan orang yang aku pilih… meski artinya harus kehilangan segalanya.”

Suara Putri Xiaolan mulai bergetar, matanya mulai berkaca-kaca saat ia menatap kekasihnya yang terbaring tak berdaya. “Dia terluka karena melindungiku. Kami dikejar… oleh binatang buas dan dia bertarung sendirian hanya agar aku bisa melarikan diri. Tapi dia… dia malah terluka parah.”

Tubuh mungilnya berguncang saat air mata jatuh perlahan ke pipinya.

Putri Minghua tak berkata apa-apa. Hatinya dipenuhi perasaan yang rumit. Antara rasa khawatir, marah, bangga, dan iba, semua berbaur menjadi satu. Ia mendekat, lalu duduk perlahan di samping Putri Xiaolan, meraih tangan adiknya yang gemetar dan menggenggamnya erat.

“Kau pasti sangat ketakutan…” ucapnya lembut.

Putri Xiaolan mengangguk, menangis tanpa suara, air matanya jatuh menetes satu per satu.

“Aku tahu bagaimana rasanya tidak bisa memilih hidup sendiri. Aku tahu sakitnya dikurung dalam peran yang tak kita minta. Tapi kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Aku kakakmu… Kau bisa mempercayakan segalanya padaku…”

“Aku takut, Kak…” jawab Putri Xiaolan, kini mulai terisak. “Takut kau akan kecewa… takut kau akan menganggap aku egois. Tapi hatiku… tidak bisa berbohong. Aku hanya ingin hidup dengan orang yang aku cintai. Meskipun akhirnya aku harus hidup dalam pelarian.”

Putri Minghua meletakkan Tantan dan menarik adiknya ke dalam pelukan, mendekapnya erat. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, hanya kehangatan seorang kakak yang mencoba menyembuhkan luka hati adiknya.

Ia memejamkan mata, membiarkan air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya jatuh juga.

“Kalau ini yang kau pilih, aku akan melindungimu. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu… atau kekasihmu,” bisiknya dengan lembut, namun sarat ketegasan.

Putri Xiaolan memeluknya lebih erat, menangis di bahu kakaknya.

Dan di sudut gua itu, dua saudari yang selama ini terikat oleh peraturan istana kini terhubung kembali oleh luka yang sama, keinginan untuk mencintai dan dicintai tanpa belenggu.

Tiba-tiba, dari arah pintu gua, meluncur cepat sebuah panah mematikan, melesat lurus ke arah Putri Minghua. Ia tak sempat bereaksi. Matanya terpejam refleks, tubuhnya membeku dalam ketakutan. Nafasnya tercekat.

"Aku akan mati..." gumamnya dalam hati, pasrah.

Namun, saat perlahan membuka mata, yang dilihatnya justru membuat dadanya sesak oleh keterkejutan. Sanghyun... berdiri tepat di hadapannya, memegangi panah itu dengan tangan kosong. Ujung tajamnya hampir menancap di dadanya sendiri.

"Sa–Sanghyun..." bisiknya tergetar.

Sanghyun menggertakkan giginya, menahan rasa sakit yang perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya. Darah mengalir deras dari perutnya, membasahi pakaian dan menetes ke tanah batu gua.

Putri Minghua melepaskan pelukannya pada Putri Xiaolan, tubuhnya gemetar saat melihat luka di tubuh Sanghyun. Matanya membelalak, penuh rasa tidak percaya. "Tidak... tidak mungkin..."

“Sanghyun, kenapa... kenapa kau jadi terluka seperti ini?” suaranya pecah, matanya mulai berkaca-kaca saat tangannya menyentuh darah hangat di tubuh lelaki itu.

Namun Sanghyun menoleh cepat, sorot matanya tetap tajam meski wajahnya mulai pucat. “Jangan bertanya sekarang,” ujarnya singkat, suaranya terdengar lirih namun penuh ketegasan. “Kita harus pergi dari sini… sekarang juga!”

Tanpa menunggu jawaban, Sanghyun langsung menggenggam erat tangan Putri Minghua, lalu melangkah cepat ke arah Wei yang masih lemah. Bersama Jinhai, ia mengangkat tubuh pemuda itu dengan sisa tenaganya, meski tubuhnya sendiri mulai bergetar karena kehilangan banyak darah.

Putri Minghua tercekat, ingin menangis tapi tak bisa. Melihat pakaian Sanghyun yang kini berlumuran darah, ia tahu... lelaki itu rela menjadi tamengnya. Rela menukar nyawa demi dirinya.

Air mata mengalir tanpa suara dari sudut matanya saat ia mengikuti langkah mereka yang terseok di lorong gua yang gelap. Hatinya dipenuhi perasaan bersalah, takut, dan rasa kehilangan yang tiba-tiba membayangi.

"Kau... tidak boleh mati..." bisiknya dalam hati, sambil terus berlari mengejar langkah Sanghyun yang mulai goyah.

Mereka terus melangkah menembus hutan yang sunyi, hanya suara desiran angin yang menyapu dedaunan menjadi satu-satunya irama yang menemani perjalanan. Cahaya matahari menembus celah dedaunan, tapi anehnya, udara tetap dingin, menggigit kulit dan menusuk tulang. Hening... seakan seluruh hutan turut menahan napas.

Putri Minghua berjalan beberapa langkah di belakang Sanghyun dan Jinhai, matanya terus tertuju pada punggung Sanghyun yang mulai terlihat goyah. Darah yang mengering di pakaiannya membuat dada Putri Minghua sesak, dan langkahnya terasa semakin berat karena dihantui ketakutan akan kemungkinan terburuk.

"Bertahanlah... Tolong, bertahanlah," bisiknya lirih, menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk.

Setiap langkah yang mereka ambil terasa seperti perjalanan menuju batas terakhir. Ketika mereka mulai menaiki jalur terjal menuju puncak bukit, Putri Minghua sempat melihat tubuh Sanghyun sedikit limbung. Tapi ia belum sempat bersuara ketika...

"Sanghyun!"

Tubuh Sanghyun mendadak ambruk, jatuh keras ke tanah berbatu. Wei yang sedang dipapah langsung tergelincir, dan Jinhai berusaha menahan keduanya dengan susah payah.

Putri Minghua menjerit panik. Ia berlari menghampiri, lututnya jatuh bersimpuh di tanah saat tangannya langsung memegang wajah Sanghyun yang pucat pasi.

“Sanghyun! Bangun! Hei… buka matamu!” ucapnya gemetar, jari-jarinya cepat-cepat meraba leher Sanghyun untuk mencari denyut nadi.

Denyutnya… lemah. Terlalu lemah.

Napas Sanghyun mulai tersenggal, tersendat seperti seseorang yang berjuang melawan tubuhnya sendiri untuk tetap hidup. Suaranya mengerang pelan, seolah memanggil dalam bisu.

Putri Minghua tak bisa menahan air matanya lagi. “Tidak! Kau tidak boleh seperti ini!” ujarnya lirih dengan suara tercekat. Ia menempelkan dahinya ke dahi Sanghyun yang dingin dan berkeringat. “Kau sudah terlalu banyak menanggung demi aku... Sekarang giliran aku yang menjagamu...”

Tangannya menggenggam erat tangan Sanghyun, berharap ada kehangatan yang bisa ia bagikan, berharap nyawanya sendiri bisa mengalir ke dalam tubuh lelaki itu.

Di samping mereka, Jinhai tampak gelisah. “Kita harus cari tempat perlindungan. Kalau terus di luar, dia tak akan bertahan.”

Putri Minghua mengangguk cepat sambil menahan isak. Ia menatap Jinhai dengan mata memohon, lalu kembali menatap Sanghyun.

"Bertahanlah... demi aku, demi kita..."

1
Cha Sumuk
ap ga ada ingatan yg tertggl hemmm
Murni Dewita
double up thor dan tetap semangat
Nfzx25r: Iya, makasi
total 1 replies
Murni Dewita
next
Murni Dewita
nyimak
Murni Dewita
👣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!