NovelToon NovelToon
Seribu Hari Mengulang Waktu

Seribu Hari Mengulang Waktu

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Sistem / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:932
Nilai: 5
Nama Author: Aplolyn

"Tuan Putri, maaf.. saya hanya memberikan pesan terakhir dari Putra Mahkota untuk anda"
Pria di depan Camilla memberikan sebilah belati dengan lambang kerajaan yang ujungnya terlihat begitu tajam.
.
"Apa katanya?" Tanya Camilla yang tangannya sudah bebas dari ikatan yang beberapa hari belakangan ini telah membelenggunya.
"Putra Mahkota Arthur berpesan, 'biarkan dia memilih, meminum racun di depan banyak orang, atau meninggal sendiri di dalam sel' "
.
Camilla tertawa sedih sebelum mengambil belati itu, kemudian dia berkata, "jika ada kehidupan kedua, aku bersumpah akan membiarkan Arthur mati di tangan Annette!"
Pria di depannya bingung dengan maksud perkataan Camilla.
"Tunggu! Apa maksud anda?"
.
Camilla tidak peduli, detik itu juga dia menusuk begitu dalam pada bagian dada sebelah kiri tepat dimana jantungnya berada, pada helaan nafas terakhirnya, dia ingat bagaimana keluarga Annette berencana untuk membunuh Arthur.
"Ya.. lain kali aku akan membiarkannya.."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~ Bab 24

Hari pertama bersama Annette dan Seraphina berjalan dengan canggung.

Camilla bangun lebih awal dari biasanya. Mary membantunya berdandan dengan sederhana, sementara pikirannya sudah dipenuhi rasa tidak nyaman. Begitu keluar dari kamarnya, ia mendapati Annette sudah menunggunya di lorong dengan senyum lebar.

“Selamat pagi, Lady Camilla. Saya pikir, sebagai sesama calon Putri Mahkota, akan menyenangkan jika kita berjalan bersama ke ruang makan,” ucap Annette dengan suara yang manis, tapi ada nada merendahkan yang terselip.

Camilla menahan diri. “Terima kasih, tapi aku biasanya ditemani Mary.”

“Oh, tentu saja,” Annette melirik Mary sekilas. “Tapi saya rasa Putra Mahkota lebih akan tenang jika melihat kita bergaul dekat.”

Mary mengepalkan tangannya di balik rok, tapi tidak bicara.

Seraphina kemudian muncul dari ujung lorong. Ia tidak tersenyum, hanya berjalan dengan langkah ringan tapi tegas. “Kalau kalian sudah selesai berdiri di sini, mari kita pergi. Tidak sopan membiarkan makanan dingin.”

Camilla menoleh ke arah Seraphina. Mata hitam gadis itu tidak memancarkan permusuhan, tapi juga tidak ada keramahan. Camilla tak tahu harus merasa lega atau justru tertekan.

Di meja makan, suasana tidak lebih baik. Annette terus mencoba membuka percakapan.

“Lady Camilla, saya dengar Anda sering membantu Putra Mahkota dengan dokumen. Itu sungguh.. unik.”

“Unik?” Camilla mengangkat alis.

“Ya,” Annette tersenyum manis. “Biasanya wanita bangsawan lebih sibuk dengan acara sosial, pesta, atau musik. Tapi Anda memilih.. tinta dan kertas.”

Mary yang sedang menuangkan teh hampir menyembur mendengar nada sindiran itu. Camilla hanya menahan napas sebentar sebelum menjawab dengan datar, “Mungkin karena aku lebih suka sesuatu yang nyata daripada basa-basi kosong.”

Senyum Annette kaku sejenak, tapi ia cepat menutupinya. “Oh, tentu. Semua orang punya keunikan masing-masing.”

Seraphina menaruh sendoknya dengan tenang. “Percakapan ini melelahkan.”

Annette menoleh dengan kaget. “Maksudmu?”

“Jika Lady Camilla suka menulis, biarkan saja. Jika kau suka pesta, silakan. Tidak ada yang salah. Kalian hanya mencoba membuktikan siapa lebih berharga, padahal belum tentu Putra Mahkota menilai dari itu.”

Suasana langsung hening. Annette tersenyum tipis, tapi matanya dingin menatap Seraphina. Camilla sendiri merasa sedikit lega, meski tidak yakin Seraphina benar-benar membelanya, setidaknya ada yang memotong sindiran itu.

***

Siang harinya, Camilla pergi ke taman istana untuk menenangkan pikiran. Ia ingin duduk sendiri, tapi kedua gadis itu lagi-lagi menemaninya.

“Indah sekali bunganya,” Annette bersuara nyaring, mencoba mencuri perhatian. “Sayang, taman ini tampak.. kurang terurus. Saya yakin kalau saya diberi wewenang, taman ini bisa menjadi surga kecil.”

Camilla menatap bunga-bunga mawar di depannya. “Taman ini sudah cukup indah. Tidak semua yang sederhana perlu diubah hanya demi memuaskan mata orang lain.”

Annette tersenyum lagi, kali ini lebih kaku. “Ah, benar juga.”

Seraphina duduk di bangku batu, memperhatikan dari jauh. Ia tampak tidak peduli, tapi sesekali matanya menatap Camilla dengan sorot penuh perhitungan.

Camilla merasakan itu, seperti sedang diukur.

“Apa ada yang kau cari?” tanya Camilla akhirnya, suaranya agak menantang.

Seraphina mengangkat bahu. “Aku hanya ingin tahu.. apakah kau sungguh setegar yang kau tunjukkan, atau hanya menahan retak yang siap pecah.”

Camilla terdiam. Mary menoleh dengan kaget.

Tapi Seraphina melanjutkan dengan nada datar, “Jika benar kau bisa bertahan, maka tugasku lebih mudah. Aku tidak perlu mengkhawatirkanmu. Tapi jika tidak.. maka Annette akan punya celah untuk meraih apa yang ia inginkan.”

Annette menoleh cepat. “Hei! Apa maksudmu aku..”

“Terserah,” Seraphina memotong dingin. “Aku tidak peduli siapa yang menang. Tugasku hanya memastikan istana tidak berantakan.”

Lalu ia bangkit, meninggalkan keduanya dengan tatapan dingin.

Annette mendengus kesal, sementara Camilla hanya terdiam, hatinya berkecamuk.

Jadi ini maksud Arthur? Membiarkanku dikelilingi dua gadis yang sama sekali tidak bisa kupercaya?

Malam itu, Camilla duduk di ranjang sambil memeluk bantal. Mary duduk di lantai, menatapnya prihatin.

“Yang Mulia, sepertinya Seraphina bukan musuh langsung. Dia lebih seperti pengawas.”

Camilla menghela napas panjang. “Itulah yang membuatku semakin bingung, Mary. Dia terlalu dingin, sulit dipahami. Sedangkan Annette.. dia jelas menungguku lengah.”

Mary menunduk. “Apapun itu, Anda tidak boleh menunjukkan kelemahan di depan mereka. Kalau tidak, mereka akan melihat kesempatan.”

***

Hari itu langit biru terang, namun suasana di istana justru terasa berat. Camilla sedang duduk di balkon kecil kamarnya, ditemani Mary yang menyisir rambutnya. Ia mencoba menenangkan hati setelah seminggu penuh ketegangan dengan Annette dan Seraphina.

Belum lama ia membuka buku di pangkuannya, ketukan di pintu terdengar. Seorang dayang masuk dengan wajah tegang.

“Yang Mulia Camilla, Ibu Suri memanggil Anda ke aula barat. Annette dan Seraphina juga dipanggil.”

Camilla menoleh cepat. “Ibu Suri? Untuk apa?”

Dayang itu menunduk. “Saya tidak diberi tahu, hanya diminta menyampaikan pesan.”

Mary langsung membereskan rambut Camilla. “Sepertinya ini serius, Yang Mulia. Anda harus berhati-hati.”

Camilla mengangguk. Ia bangkit, jantungnya berdegup cepat. Sejak Arthur pergi ke medan perang, Ibu Suri, permaisuri tua yang disegani menjadi sosok paling berkuasa di istana. Jika ia memanggil, itu berarti ada urusan penting.

Aula barat dipenuhi aroma dupa lembut. Ibu Suri duduk di kursi singgasananya, mengenakan gaun ungu tua yang berkilauan halus, rambut peraknya tersanggul tinggi. Tatapannya tajam meski usianya telah lanjut.

Annette dan Seraphina sudah lebih dulu hadir. Annette tersenyum sopan sambil menundukkan kepala, sementara Seraphina berdiri tegak dengan ekspresi datar.

Camilla melangkah masuk, menunduk hormat. “Hormat saya, Yang Mulia Ibu Suri.”

“Duduklah,” suara Ibu Suri dalam dan berwibawa.

Ketiganya duduk di kursi berjejer, seperti murid di hadapan guru. Hening sejenak sebelum Ibu Suri berbicara lagi.

“Kalian bertiga dipanggil ke sini karena aku ingin menguji kalian,” katanya perlahan. “Sebentar lagi, adik perempuan Arthur, Putri Eleanor akan mengadakan acara debutante. Kalian tahu apa artinya?”

Annette tersenyum cerah. “Tentu saja, Yang Mulia. Itu adalah perkenalan resmi Putri ke masyarakat bangsawan. Acara paling penting bagi seorang gadis kerajaan.”

Seraphina hanya mengangguk tanpa bicara.

Ibu Suri melanjutkan, “Aku ingin kalian bertiga yang menyiapkan acara ini. Mulai dari tema, dekorasi, daftar tamu, hingga hiburan. Semuanya harus sempurna.”

Mata Camilla melebar. “Kami bertiga.. yang menyiapkan?”

Hah? Ini tidak ada di masa lalu..

Aku tidak pernah ikut dalam persiapan debutane Putri Eleanor, hanya saja aku ingat kalau saat itu ada yang memberikan racun dalam minuman pada Mary..

“Ya.” Ibu Suri menatap mereka tajam satu per satu. “Kalian mengaku ingin mendampingi Arthur. Maka buktikan. Siapa pun yang gagal dalam tugas ini, akan kuanggap tidak layak berada di sisinya.”

Ruangan seakan menegang. Annette menunduk dalam, menutupi senyum tipis yang muncul di bibirnya. Seraphina hanya menghela napas pelan, seolah tidak terkejut.

Camilla merasa perutnya mual.

Apa Mary akan mati lagi? Tidak.. tidak boleh..

“Apa kalian mengerti?” tanya Ibu Suri.

“Mengerti, Yang Mulia,” jawab ketiganya hampir bersamaan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!