Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.
Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.
Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.
Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4
Reno mondar-mandir di ruang kerjanya, keringat dingin membasahi pelipisnya.
Hari ini adalah hari yang menentukan nasibnya, hari di mana ia harus membayar hutang yang menggunung kepada Edward Fredrick, seorang pengusaha muda yang terkenal kejam dan tidak kenal ampun.
Perusahaannya kecilnya, yang dulu berjaya, kini berada di ambang kebangkrutan. Uang untuk membayar gaji karyawan sudah menipis, pengeluaran membengkak, dan para kreditor terus mengejar.
Reno tahu betul watak Edward. Pria itu tidak akan memberikan toleransi sedikit pun. Ia akan menagih hutang dengan cara apa pun, bahkan jika itu berarti menghancurkan hidup seseorang.
Reno sudah mencoba berbagai cara untuk mendapatkan uang, namun semua usahanya sia-sia. Bank menolak memberikan pinjaman, teman-teman bisnisnya menghindar, dan keluarganya tidak mampu membantu.
Saat Reno sedang dilanda kegelisahan yang tak tertahankan, pintu ruang kerjanya terbuka. Seorang pria berbadan tegap dengan setelan jas mahal masuk dengan langkah mantap.
Dialah Bobby, asisten kepercayaan Edward, yang dikenal sebagai tangan kanannya yang setia dan tanpa kompromi.
"Reno," sapa Bobby dengan suara dingin, "sudah waktunya membayar hutang."
Reno menelan ludah. "Aku tahu. Tapi aku mohon, berilah sedikit keringanan. Aku sedang mengalami kesulitan keuangan."
"Bos ku tidak menerima alasan apapun. Kau sudah terlambat membayar selama lima bulan. Jika hari ini kau tidak melunasi hutang, bos akan menyita semua aset perusahaan yang tersisa."
"Aku mohon. Beri aku kesempatan. Aku janji akan membayar secepatnya." Reno tidak ingin kehilangan perusahaan yang sudah dibangunnya dengan susah payah selama bertahun-tahun.
Bobby menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa membantumu. Bos sudah memberikan perintah yang jelas. Jika kau tidak bisa membayar dengan uang, maka kau harus membayar dengan cara lain."
Reno mengerutkan kening. "Maksudmu?"
Bobby tersenyum sinis. "Aku baru ingat, kau punya dua orang putri, kan? Nah, karena aku sedang kesulitan mencari gadis untuk tuan Edward, bagaimana kalau aku membeli salah satu putrimu? Dan aku akan menganggap semua hutangmu lunas!"
Mata Reno terbelalak. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Apa? Kau gila! Aku tidak mungkin menjual putriku!"
"Pikirkan baik-baik. Ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan perusahaanmu. Jika tidak, kau akan kehilangan segalanya. Lagi pula, tuan Edward adalah pria yang kaya dan berkuasa. Putrimu akan hidup mewah dan tidak kekurangan."
Reno terdiam. Ia merasa seperti disambar petir di pagi hari.
Pikirannya berkecamuk. Di satu sisi, ia tidak ingin menjual putrinya, namun di sisi lain, ia tidak ingin kehilangan perusahaan yang menjadi sumber penghidupannya.
Jika perusahaannya bangkrut, ia tidak akan bisa menghidupi keluarganya.
"Aku... aku tidak tahu," gumam Reno, suaranya lirih.
Bobby mendekat dan membentak Reno dengan kasar. "Jangan bertele-tele! Waktumu tidak banyak! Cepat buat keputusan! Apakah kau lebih memilih kehilangan perusahaan atau menyerahkan salah satu putrimu kepada bosku?"
Reno semakin tertekan. Ia melihat sekeliling, mencari jalan keluar. Namun, ia merasa terperangkap dalam situasi yang tidak mungkin dihindari.
Akhirnya, dengan berat hati, ia mengangguk.
"Baiklah, aku bersedia memberikan salah satu putriku," katanya dengan suara bergetar,
Bobby tersenyum puas. Ia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan menyerahkannya kepada Reno.
"Bagus. Sekarang tanda tangani perjanjian ini."
Reno membaca perjanjian itu dengan seksama. Isinya sangat jelas, ia bersedia menyerahkan salah satu putrinya kepada Edward Frederick sebagai ganti pelunasan hutang.
Dengan tangan gemetar, Reno menandatangani perjanjian itu.
"Sekarang, siapa putri yang akan kau serahkan?" tanya Bobby setelah menerima perjanjian yang sudah ditandatangani.
Reno terdiam sejenak. Ia memikirkan kedua putrinya.
Gisel, anak kandungnya, cantik, cerdas, dan ambisius. Ia tidak mungkin menyerahkan Gisel kepada Edward.
Lalu, ada Arabella, keponakannya yang cacat, yang sudah lama tinggal bersamanya. Arabella adalah gadis yang baik hati dan penyabar, namun ia tidak memiliki masa depan yang cerah.
"Aku akan menyerahkan Arabella," kata Reno akhirnya.
Bobby mengangguk. "Kalau begitu aku akan menjemputnya besok pagi. Pastikan dia sudah siap."
Setelah mengatakan itu, Bobby berbalik dan meninggalkan ruang kerja Reno.
Reno terduduk lemas di kursinya, air mata mengalir deras di pipinya. Ia merasa seperti seorang paman yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Ia telah menjual keponakannya sendiri demi menyelamatkan perusahaan.
"Maafkan paman, Ara. Paman tahu ini tidak adil. Tapi paman tidak punya pilihan lain. Paman harap kau bisa bahagia dengan Edward."
Di lubuk hatinya yang paling dalam, Reno tahu bahwa Arabella tidak akan pernah bahagia dengan Edward.
Pria itu adalah seorang yang kejam dan arogan. Mungkin, dia hanya akan memperlakukan Arabella sebagai barang, bukan sebagai seorang istri.
si detektif kecil kayak Conan 😄😄😄..
badannya aja yg pitik ga sama isi kepala nya,,
dari pada uncle mu yg 1/2 ons
aihhh mau ngapain merek apa Edward mau ngetes lolipop nya Sam Jul Jul