"Kau berasal dari masa depan kan?" Ucapan Nares membuat Yarana diam. Bagaimana bisa Nares mengetahui hal itu?-Yarana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Staywithme00, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 24
“Aww..” Ringis Yarana saat kepalanya membentur sisi kereta kuda. Assal dan Nares yang melihat Yarana tiba-tiba terbentur memperlihatkan wajah bingung mereka.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Nares melihat Yarana yang sedang kesakitan sebab terbentur.
“Aku baik-baik saja.” Yarana melihat Nares dengan wajah yang kelihatannya sedang memikirkan sesuatu.
“Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu khawatir?” Nares menatap dengan mata yang terbuka lebar.
“Aku tahu, mimpi tak bisa jadi acuan kita. Tapi..” Yarana menghentikan kalimatnya.
“Tapi apa? Apa kau bermimpi sesuatu?” Nares memiringkan kepala, sedikit penasaran dengan yang terjadi.
“Eeeh.. aku bermimpi putri Yarana yang asli memberitahuku sesuatu.”
“Ia mengatakan, kalau kita akan menemukan seorang saksi di daerah Sellvana.” Ucap Yarana dengan hati-hati, karena ia tidak tahu apakah informasi tersebut benar ataukah tidak. Mendengar hal itu, Nares hanya diam.
“Kau pasti tidak percaya kan?” Detektif tahu ini pasti sangat sulit dipercaya.
“Apa maksudmu? Tentu saja aku percaya. Lagipula, apa yang tidak mungkin disini. Kau saja bisa tiba-tiba terlempar dizaman ini kan?”
“Benar juga. Kau dan aku saja sudah dua hal yang tidak masuk akal.” Yarana mengerutkan kening lalu tersenyum.
Nares kembali mencatat sesuatu pada kertas yang ada pada genggamannya.
“Kau mencatat apa?” Yarana melirik kepo kearah Nares.
“Mau tahu saja!” Nares lalu menarik kertas yang ia pegang agar tak terlihat oleh Yarana.
Jlebb.. ucapan Nares membuat nyali Yarana menciut. Tidak mau lagi Yarana kepo dengan apa yang ditulis atau dilakukan Nares. Untung saja Assal sedang tertidur, jika tidak ia pasti akan mengejek Yarana juga.
“Pelit sekali!” Yarana berbicara kecil. Tanpa ia sadari, ucapannya membuat Nares tersenyum kecil di ujung bibirnya. Nares menulis sesuatu yang rahasia, akan ia berikan bila detektif akan pergi ke dunia asalnya.
Waktu terus saja berlalu, Yarana, Nares dan Assal kini telah sampai di daerah Dellvana, sebuah daerah yang sangat-sangat berembun. Dellvana memiliki keistimewaan tersendiri. Meski suasana malam ataupun pagi, daerah tersebut akan tetap berkabut tebal. Kabutnya sama sekali tidak mengganggu pernapasan orang-orang yang hidup didalamnya. Mereka aman sejahtera bahkan karena kondisi cuaca yang terus saja berembun, banyak petani yang tertolong dengan hal itu. Tanaman-tanaman yang mereka tanam tumbuh dengan subur di lahan tersebut.
Yarana, Nares juga si Assal yang baru saja terbangun, turun dari kereta kuda. Mereka melihat ke sekeliling, sepertinya tidak ada kereta kuda yang akan mengantarkan mereka ke daerah Dellvana.
“Kita akan menginap saja disini.” Nares kenal beberapa rumah yang bisa disewa untuk menginap. Mereka bertiga menuju kesalah satu rumah yang berjarak sekitar 7 langkah dari tempat mereka berdiri.
“Selamat malam.” Nares menyapa seorang pria yang sedang berdiri(Sejujurnya ini terkesan bukan sapaan, sebab terlalu dingin ekspresi Nares).
“Ey, kawan lama. Senang berjumpa lagi denganmu.” Seorang pria dengan rompi tipisnya menyapa Nares dengan senyuman.
“Ya. Aku butuh rumah untuk menginap, gubuk pun tak apa. Hanya untuk sementara.” Nares mengucap dengan langsung pada topik pembahasan.
“Memang ini kebiasaanmu, langsung pada intinya ya.” Pria berompi memaklumi Nares yang selalu berbicara langsung tanpa mau berbasa-basi. Ia menyerahkan sebuah kunci rumah kecil pada Nares.
“Terima kasih.” Ujar Nares pergi berlalu sambil menggenggam kunci ditangannya.
Yarana juga melewati pria berompi tanpa tersenyum. Hanya Assal yang cengengesan ketika melewati pria berompi.
“Rombongan Nares kali ini aneh sekali.” Ujar pria berompi melihat ketiga orang tersebut melangkah masuk ke arah rumah tempat mereka menginap.
Sesaat masuk kedalam ruangan rumah tersebut, Yarana menyadari sesuatu.
“Kau merasa ada sesuatu yang berubah tidak Nares?” Yarana mengejutkan Nares dengan sebuah pertanyaan saat ia sedang beristirahat duduk.
“Menyadari apa?” Nares berujar sambil mengusap dahinya yang dipenuhi keringat sebab lelah melakukan perjalanan seharian.
“Semakin dekat tujuan kita ke Sellvana, semakin berkurang ketakutan Assal pada orang-orang yang ia temui.” Yarana membuat Nares mengangguk-angguk setuju.
“Mungkin saja, Assal memang benar tentang tempat kelahirannya. Karena itu ia sangat bersemangat kembali kedaerah Sellvana.” Yarana yang duduk disamping Nares, sejak tadi ia memperhatikan gerak-gerik Assal yang kini ketakutannya sudah berkurang drastis.
“Aku harap begitu.” Nares sudah sangat merasa lelah melihat tingkah Assal. Harapan Nares hanya satu, yaitu Assal kembali ketempat kelahirannya dengan aman hingga tak mengganggu Nares lagi. Sudah cukup stress ia dibuat Assal hari ini. Mereka bertiga memutuskan untuk beristirahat lagi, sebelum kembali beraktifitas keesokan pagi.
***************
Keesokan harinya, Yarana, Nares dan Assal sudah bangun lebih pagi untuk melanjutkan perjalanan mereka. Kini mereka sedang mencari kereta kuda yang butuh penumpang.
“Pergilah dari kedaiku!” Seorang perempuan paruh baya memarahi perempuan muda yang sedang menggendong bayinya.
Yarana yang mendengar hal tersebut, dengan cepat menoleh mencari sumber suara. Ia menghampiri wanita muda yang sedang dimaki-maki oleh pedagang.
“Kau ini memang ya, tidak bisa melihat orang lain kesusahan.” Nares menghela nafas panjang melihat tingkah Yarana yang langsung menyelonong pergi ke sumber suara yang bising sejak tadi.
“Jika kau mau uang, bersihkanlah lebih dulu 30 ekor kandang ayamku. Lalu aku akan memberimu dua koin.” Pedagang culas ini meminta sesuatu yang tidak sesuai dengan imbalannya.
“Maaf.. tapi aku tidak bisa membersihkannya hari ini. Anakku sedang sakit. Tapi.. aku janji akan membersihkannya esok hari.” Dengan wajah memelas, ibu muda yang sedang menggendong anak bayinya meminta keringanan.
“Tidak bisa! Harus hari ini juga!” Bentak pedagang yang curang ini.
“Ekhemm.. permisi. Aku ingin menjual sesuatu.” Yarana memotong pembicaraan pedagang yang keji itu.
“Ya, apa yang ingin kau jual?” Pedagang curang tiba-tiba saja menjadi ramah, berbeda sekali dengan sebelumnya.
“Aku ingin menjual jepit rambut ini. Kira-kira berapakah harganya?” Yarana tahu pedagang curang ini pasti akan memberikan harga yang murah padanya.
“Aduh, kalau itu hanya dihargai senilai 10 koin emas saja.” Ucapan pedagang curang tersebut sangat tak masuk akal.
“10 koin? Yang benar saja.” Yarana mengerutkan alisnya, pedagang curang ini sepertinya menantangnya dalam hal bernegoisasi.
“Ya bila tak percaya, silahkan saja datangi pedagang yang lain.” Dengan wajah pura-pura pedagang keji menantang Yarana, padahal pedagang itu ingin sekali memiliki jepit rambut emas yang dimiliki Yarana.
“Sini nona muda. Aku akan membayar jepit rambutmu senilai 50 koin emas.” Seorang pedagang di sebelahnya menawarkan tawaran yang lebih menggiurkan dibanding pedagang keji yang ada di hadapan Yarana. Dengan senyum mengejek yang diperlihatkan kepada pedagang curang itu, Yarana berlalu melangkah ke pedagang sebelah.
“Ini bayaranmu, terima kasih.” Justru pedagang yang menawarkan harga 50 koin emaslah yang berterima kasih pada Yarana. Jepit rambut yang Yarana miliki bukanlah jepit rambut biasa, karena itu para pedagang pasti akan memperebutkannya. Setelah menerima bayaran, Yarana menuju kembali pada seorang ibu muda yang masih menggendong bayinya.
“Ini… Bawalah koin ini untuk menghidupi bayimu.” Ujar Yarana sembari tersenyum. Ibu muda tersebut menatap Yarana dengan tak percaya.
“Su-sungguh?” Ia masih saja tak percaya.
“Sungguh.” Yarana dengan tatapan yang tulus mengiyakan ucapan perempuan muda itu.
“Terima kasih banyak nona.. terima kasih.” Ujar ibu muda itu tak hentinya berterima kasih pada detektif.
“Sama-sama. Dan ingat, jangan lagi bekerja pada pedagang keji ini.” Yarana mengeraskan suaranya agar didengar oleh pedagang yang curang tadi. Pedagang yang tak mau rugi menatap Yarana dengan sinis.
Yarana sama sekali tidak peduli dengan tatapan sinis dari pedagang perempuan paruh baya itu. Ia kembali menyusul kearah Nares yang berada tepat didepan kereta kuda.
“Kau menjual jepit rambutmu?” Nares ternyata memperhatikan tingkah laku Yarana sejak tadi.
“Eeeh.. iya. Aku tidak membawa koin emas ketika paviliun terbakar.” Yarana menjawab Nares spontan.
“Pakai ini. Rambutmu terlihat berantakan.”
“Dan ya, jangan dijual.” Nares menyodorkan jepit rambut berwarna kecoklatan pada Yarana.
“Ahaha, rambutmu berhamburan.” Entah keajaiban darimana, Assal yang sudah berada dikereta kuda, melihat keluar pintu lalu mengejek Yarana.
“Huh, dia ini kalau mengejek orang memang nomor satu.”
“Memang berantakan sekali ya.” Yarana menerima jepit rambut itu, kemudian mulai memakainya di rambutnya.
Selepas membetulkan rambutnya, Yarana naik ke kereta kuda menyusul Nares dan Assal. Perjalanan mereka berlanjut ke daerah Sellvana.
*bersambung*