Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
"Vanya, aku suka sekali lihat naf su makan kamu." Sofi tersenyum melihat Vanya yang makan dengan lahap di kafetaria perusahaan. Vanya, yang sesekali melepas kacamata tebalnya untuk mengelap keringat, tampak menikmati makan siangnya.
"Iya, untungnya badanku tetap segini saja meskipun makan dengan lahap," Vanya tertawa renyah setelah menelan makanannya.
Namun, ketenangan itu tiba-tiba pecah. Rosa dan Sadam datang, berhenti tepat di sebelah meja mereka.
"Kalau kekurangan makan, mintalah sama cowok kamu yang kaya itu. Bukannya kamu wanita bayaran." Perkataan Rosa menusuk, diucapkan dengan nada menghina, sengaja agar didengar seisi kafetaria.
Vanya menghentikan gerakannya sesaat. Dia tidak peduli, tapi Sofi di sebelahnya tampak cemas.
"Berdua di dalam kamar kos sama pria kaya memang ngapain kalau tidak buka jasa." Rosa semakin menambah bahan gosipnya, matanya menyala penuh kebencian.
Vanya meneguk minumannya, lalu mendongak menatap Rosa. Dia tersenyum miring, senyuman yang meremehkan lawannya. "Kamu pikir, semua orang sama kayak kamu? Aku tidak pernah mengganggu kamu, tapi kenapa kamu mencari masalah denganku?"
Vanya berdiri, mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Rosa lurus di mata. Ada kemarahan yang mendidih di sana. "Apa kamu iri karena nasib baikku? Atau kamu sendiri yang sebenarnya mengincar Pak Vian tapi tidak kesampaian? Ops, tipe wanita Pak Vian bukan seperti kamu yang murahan!"
Vanya kembali duduk, berusaha menyelesaikan sisa makanannya. Dia sudah memperingatkan, sekarang dia anggap selesai.
Namun, Rosa sudah kehilangan kendali. Dia meraih gelas air di meja sebelah dan menyiram nampan Vanya. Air itu memercik ke wajah dan kemeja Vanya.
Vanya mengepalkan tangannya. Napasnya memburu. Habis sudah kesabarannya. Dia memukul meja dengan keras. Dia berdiri lagi dan mendorong dengan keras Rosa hingga gadis itu terjatuh ke lantai.
"Ini di tempat kerja, mengapa masih ada bully seperti ini? Malu sama umur! Kamu mau buat aku gak betah kerja di sini? Meskipun Pak Ethan sendiri yang memarahiku habis-habisan dan membuatku kesal, aku juga gak peduli! Apalagi sama kamu! Punya pacar kayak Sadam aja bangga. Padahal sudah jelas, kamu hanya sebagai pelarian karena Sadam gak bisa dapatin adiknya Kak Vian. Iuh, malu!"
Beberapa karyawan mulai merekam dan berbisik-bisik, banyak yang mengacungi jempol atas keberanian Vanya.
Sadam datang dan membantu Rosa berdiri. Wajahnya merah padam karena amarah dan malu. "Vanya, kamu jangan kasar!" Sadam dengan cepat mengambil ponselnya dan mengunggah sebuah rekaman video ke grup chat perusahaan. "Kalian lihat saja, siapa yang murahan."
Semua orang di kafetaria seketika meraih ponsel mereka. Rekaman video pendek itu memperlihatkan Vian dan Vanya keluar dari kamar kos dengan mesra.
"Lihat kan? Mereka keluar dari satu kamar kos. Zaman sekarang, cukup jual tubuh biar bisa dapat bos kaya," tuduh Sadam.
Vanya mengangkat tangannya. Dia menampar Sadam dengan keras.
"Kalau tidak tahu apa-apa, lebih baik kamu diam! Kamu benar-benar cowok brengsek!" bentak Vanya. "Aku gak peduli kamu kumpul kebo sama Rosa di kos itu, mengapa kamu mengurusi urusanku? Apa karena kamu malu, aku bisa dekat dengan Kak Vian sedangkan kamu mendapatkan adik Kak Vian saja tidak bisa?! Tapi malah pacaran sama cewek murahan yang menjual tubuh tanpa bayaran!"
"Kamu!" Sadam mengangkat tangannya. Tapi, sebelum tangannya sempat mendarat, sebuah tangan kokoh menahannya di udara.
Ethan berdiri di antara mereka, matanya menusuk tajam ke mata Sadam dan Rosa. "Kalau kamu masih terus membuat keributan di sini, aku akan memecat kalian!" kata Ethan, suaranya dingin dan tidak terbantahkan.
"Pak Ethan, dia yang berkelakuan buruk. Dia memiliki hubungan terlarang dengan Pak Vian," kata Sadam, berusaha membela diri dengan menunjuk video.
"Hubungan apapun yang terjalin di luar perusahaan, kalian tidak boleh ikut campur! Itu urusan pribadinya!" tegas Ethan. "Dua kali aku sudah memperingatkan kalian tentang kekerasan di perusahaan. Jika masih kalian lakukan lagi, aku akan langsung memecat kalian berdua."
"Pak, tapi Vanya juga melakukan kekerasan pada kami!" bela Rosa.
"Tidak akan ada asap, jika tidak ada api." Ethan menoleh ke Vanya. "Sekarang bubar!"
Vanya tersenyum mengejek di belakang Ethan.
"Vanya, kamu ikut aku!" Ethan meraih pergelangan tangan Vanya dan menariknya keluar dari kafetaria yang kini semakin gaduh.
Vanya menjulurkan lidah lagi pada mereka berdua, sebelum dia pergi.
"Mengapa Vanya selalu dibela sama Pak Ethan?"
"Mungkin Vanya juga wanita bayarannya Pak Ethan. Dasar kegatelan!" Rosa semakin kesal.
Ethan dan Vanya kini masuk ke dalam lift, menuju lantai atas. Begitu pintu tertutup, Ethan langsung mendorong Vanya ke pojok lift dan mengurungnya dengan tangan, menciptakan benteng kecil di antara mereka. Wajah Ethan dekat dan matanya penuh pertanyaan.
"Jadi, kamu ada hubungan sama Vian?" tanya Ethan, dipenuhi kecemburuan yang tidak dia sadari.
Vanya tertawa mendengar pertanyaan itu. "Jadi, Pak Ethan juga percaya dengan video itu? Saya memang ada hubungan sama Kak Vian, tapi tidak seperti apa yang mereka katakan."
Perlahan, Ethan melepas Vanya. Dia menggeser kakinya. "Setelah yang kita lakukan malam itu, apa Vian masih bisa menerimamu?" tanya Ethan. "Jika Vian tahu, dia pasti akan memutuskanmu karena bagaimanapun juga, kamu yang melakukan pertama kali denganku."
Vanya tertegun. Ethan kini berpikir Vian adalah pacarnya, dan dia khawatir Vian akan mencampakkan Vanya!
"Kamu tenang saja," kata Ethan, menyentuh bahu Vanya lembut. "Aku yang akan menjelaskan pada Vian. Aku akan katakan bahwa aku yang memulainya. Jika Vian tidak terima dan mencampakkanmu," Ethan menatap Vanya dengan tatapan serius, "barulah aku yang akan bertanggung jawab penuh dan menikahimu."
Pintu lift terbuka. Ethan keluar, meninggalkan Vanya yang masih berdiri mematung di dalam. Vanya terkejut, bingung, dan merasa bersalah.
Vanya berbalik dan membenturkan dahinya pelan ke dinding lift. "Masalah ini terus berputar seperti drama! Sekarang dia mau menghadapi kakakku sendiri?!" gumam Vanya mulai frustasi. "Lebih baik, aku mengaku saja kalau aku adiknya Kak Vian!"