NovelToon NovelToon
Pelarian Bintang Senja

Pelarian Bintang Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Cinta Istana/Kuno / Akademi Sihir / Diam-Diam Cinta / Pusaka Ajaib / Aliansi Pernikahan
Popularitas:648
Nilai: 5
Nama Author: ainul hasmirati

Suara Raja Bramasta terdengar tegas, namun ada nada putus asa di dalamnya

Raja Bramasta: "Sekar, apa yang kau lakukan di sini? Aku sudah bilang, jangan pernah menampakkan diri di hadapanku lagi!"

Suara Dayang Sekar terdengar lirih, penuh air mata

Dayang Sekar: "Yang Mulia, hamba mohon ampun. Hamba hanya ingin menjelaskan semuanya. Hamba tidak bermaksud menyakiti hati Yang Mulia."

Raja Bramasta: "Menjelaskan apa? Bahwa kau telah menghancurkan hidupku, menghancurkan keluargaku? Pergi! Jangan pernah kembali!"

Suara Ibu Suri terdengar dingin, penuh amarah

Ibu Suri: "Cukup, Bramasta! Cukup sandiwara ini! Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubunganmu dengan wanita ini!"

Bintang Senja terkejut mendengar suara ibunya. Ia tidak pernah melihat ibunya semarah ini sebelumnya.

Raja Bramasta: "Kandahar... dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."

Ibu Suri: "Tidak seperti yang kupikirkan? Jadi, apa? Kau ingin mengatakan bahwa kau tidak berselingkuh dengan dayangmu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainul hasmirati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Meninggalkan Kencana Loka

Kencana Loka, kota tempat Putri Bintang dan Larasati bersembunyi selama beberapa waktu, kini tampak ramai dan sibuk seperti biasanya. Pasar dipenuhi pedagang yang menjajakan barang dagangan mereka, anak-anak berlarian di jalanan, dan para pekerja sibuk dengan tugas masing-masing. Namun, di balik keramaian itu, Bintang dan Larasati merasakan ketegangan yang semakin meningkat.

"Kita tidak bisa tinggal lebih lama lagi di sini, Yang Mulia," kata Larasati, sambil mengemasi barang-barang mereka. "Para mata-mata kerajaan semakin dekat. Aku khawatir mereka akan segera menemukan kita."

Bintang mengangguk setuju. Sejak kedatangan beberapa orang asing yang mencurigakan di Kencana Loka, ia merasa diawasi. Ia tahu, cepat atau lambat, mereka akan ketahuan.

"Kau benar, Larasati," kata Bintang. "Kita harus pergi secepatnya. Tapi, kemana kita akan pergi?"

"Aku sudah memikirkannya, Yang Mulia," jawab Larasati. "Aku punya seorang teman yang tinggal di desa terpencil di pegunungan. Dia bisa membantu kita bersembunyi."

"Desa di pegunungan?" tanya Bintang. "Apakah aman di sana?"

"Desa itu sangat terpencil dan sulit dijangkau. Para prajurit kerajaan tidak akan mencari kita di sana."

Bintang berpikir sejenak. Ia tahu, bersembunyi di desa terpencil adalah pilihan yang terbaik saat ini. "Baiklah," katanya. "Kita pergi ke desa itu. Kapan kita berangkat?"

"Sebaiknya kita berangkat malam ini juga, Yang Mulia. Semakin cepat kita pergi, semakin aman kita."

"Kalau begitu, mari kita bersiap-siap," kata Bintang.

Malam itu, Bintang dan Larasati meninggalkan Kencana Loka dengan hati-hati. Mereka mengenakan pakaian sederhana agar tidak menarik perhatian. Mereka berjalan kaki menyusuri jalanan yang sepi, menghindari patroli para penjaga.

"Apakah Yang Mulia yakin dengan keputusan ini?" tanya Larasati. "Perjalanan ke desa di pegunungan sangat berbahaya."

"Aku tahu," jawab Bintang. "Tapi, kita tidak punya pilihan lain. Kita harus percaya bahwa kita akan selamat."

Mereka terus berjalan, melewati hutan-hutan yang gelap dan sungai-sungai deras. Mereka menghadapi berbagai macam bahaya dan rintangan. Namun, mereka tidak pernah menyerah. Mereka selalu ingat akan tujuan mereka, yaitu mencari keadilan dan kebenaran.

"Kita sudah berjalan selama berjam-jam," kata Larasati dengan nada lelah. "Aku tidak tahu apakah aku bisa terus berjalan."

"Kita harus terus berjalan, Larasati," kata Bintang. "Kita sudah dekat dengan desa itu."

"Apakah Yang Mulia tahu jalan ke desa itu?"

"Aku tidak tahu pasti," jawab Bintang. "Tapi, aku percaya, kita akan menemukan jalan yang benar."

Tiba-tiba, ada suara lolongan serigala mendekat. Bintang dan Larasati terkejut. Mereka segera bersembunyi di balik pepohonan.

"Serigala!" bisik Larasati. "Kita harus berhati-hati!"

Seekor serigala hitam besar muncul dari balik pepohonan. Serigala itu menatap Bintang dan Larasati dengan tatapan yang tajam dan menakutkan.

"Jangan bergerak," bisik Bintang. "Kalau kita tidak mengganggunya, dia tidak akan menyerang kita."

Bintang dan Larasati berdiri diam, tidak bergerak. Serigala itu terus menatap mereka selama beberapa saat, lalu berbalik dan pergi.

"Kita selamat," kata Larasati dengan lega.

"Jangan senang dulu," kata Bintang. "Kita masih belum aman."

Mereka berjalan dengan hati-hati, menghindari bahaya yang mungkin mengintai.

Setelah berjalan selama berhari-hari, Bintang dan Larasati akhirnya tiba di desa terpencil di pegunungan. Desa itu tampak sepi dan damai. Rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu dan bambu, dan dikelilingi oleh kebun-kebun kecil.

"Kita sudah sampai," kata Larasati dengan nada lega. "Kita aman sekarang."

"Semoga saja," kata Bintang. "Kita harus tetap waspada."

Mereka memasuki desa itu dan mencari rumah teman Larasati. Setelah bertanya kepada beberapa penduduk, mereka akhirnya menemukan rumah yang mereka cari.

"Ini dia," kata Larasati. "Semoga dia ada di rumah."

Larasati mengetuk pintu rumah itu. Seorang wanita paruh baya membuka pintu. Wanita itu terkejut melihat Larasati.

"Larasati?" kata wanita itu. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku butuh bantuanmu, Dewi," jawab Larasati. "Aku dan tuan putri sedang dalam bahaya."

Dewi menatap Bintang dengan tatapan curiga. "Siapa dia?" tanyanya.

"Dia adalah Putri Bintang," jawab Larasati.

Dewi terkejut mendengar nama itu. "Putri Bintang?" katanya. "Apa yang terjadi? Kenapa kau bersembunyi?"

"Aku akan menjelaskannya nanti," jawab Larasati. "Yang penting, bisakah kau membantu kami?"

Dewi berpikir sejenak. Ia tahu, membantu Putri Bintang dan Larasati bisa membahayakan dirinya sendiri dan seluruh desa. Namun, ia juga tidak tega menolak permintaan teman lamanya.

"Baiklah," kata Dewi akhirnya. "Aku akan membantu kalian. Masuklah."

Bintang dan Larasati memasuki rumah Dewi. Dewi mempersilakan mereka duduk dan memberikan mereka minuman hangat.

"Sekarang, ceritakan padaku apa yang terjadi," kata Dewi.

Bintang dan Larasati menceritakan semua yang telah terjadi kepada Dewi. Mereka menceritakan tentang pelarian mereka dari istana, tentang pengejaran para prajurit kerajaan, dan tentang tujuan mereka untuk mencari keadilan dan kebenaran.

Dewi mendengarkan cerita mereka dengan seksama. Ia merasa iba dengan nasib Bintang dan Larasati.

"Aku mengerti," kata Dewi. "Kalian telah melakukan hal yang benar. Aku akan membantu kalian sebisa mungkin."

"Terima kasih, Dewi," kata Bintang. "Kau adalah teman yang baik."

"Jangan khawatir," kata Dewi. "Selama kalian berada di sini, kalian aman. Aku akan melindungi kalian."

Dewi memberikan Bintang dan Larasati tempat tinggal di rumahnya. Ia juga memperkenalkan mereka kepada para penduduk desa. Para penduduk desa menerima Bintang dan Larasati dengan baik. Mereka bersedia membantu mereka bersembunyi dari para prajurit kerajaan.

"Kalian tidak perlu khawatir," kata seorang penduduk desa. "Kami akan melindungi kalian. Kami tidak akan membiarkan para prajurit kerajaan menangkap kalian."

Namun, mereka tahu, kedamaian itu tidak akan bertahan selamanya. Para prajurit kerajaan pasti akan menemukan mereka cepat atau lambat. Mereka harus bersiap untuk menghadapi bahaya yang mungkin datang.

"Kita tidak bisa lengah," kata Bintang. "Kita harus selalu waspada."

"Hamba mengerti, Yang Mulia," jawab Larasati.

Bintang dan Larasati mulai mempelajari cara hidup di desa itu. Mereka belajar bertani, beternak, dan membuat kerajinan tangan. Mereka juga belajar tentang adat dan tradisi desa itu.

Perlahan tapi pasti, Bintang dan Larasati mulai merasa nyaman dan betah di desa itu. Mereka merasa seperti menjadi bagian dari keluarga besar.

"Aku senang kita bisa tinggal di sini," kata Bintang. "Para penduduk desa sangat baik dan ramah."

"Hamba juga senang, Yang Mulia," jawab Larasati. "Kita akhirnya menemukan tempat yang aman dan damai."

Namun, di balik kedamaian itu, Bintang tidak bisa melupakan tujuan utamanya. Ia masih ingin mencari keadilan dan kebenaran. Ia masih ingin membuat Kerajaan Surya menjadi tempat yang lebih baik.

"Aku tidak bisa tinggal diam di sini," kata Bintang. "Aku harus melakukan sesuatu."

"Apa yang ingin Yang Mulia lakukan?" tanya Larasati.

"Aku ingin membantu para penduduk desa," jawab Bintang. "Aku ingin membuat hidup mereka menjadi lebih baik."

"Tapi, bagaimana caranya?"

"Aku belum tahu," jawab Bintang. "Tapi, aku akan mencari cara."

Bintang mulai mencari cara untuk membantu para penduduk desa. Ia melihat bahwa para penduduk desa kesulitan dalam bertani. Tanah di desa itu tidak subur, dan mereka tidak memiliki peralatan yang memadai.

"Kita harus mencari cara untuk meningkatkan hasil panen kita," kata Bintang kepada Dewi.

"Aku sudah mencoba berbagai cara," jawab Dewi. "Tapi, tidak ada yang berhasil."

"Mungkin kita bisa mencoba menggunakan pupuk alami," kata Bintang.

"Aku pernah mendengar tentang cara membuat pupuk dari daun-daun kering dan kotoran hewan."

"Itu ide bagus," kata Dewi. "Tapi, siapa yang akan membuat pupuk itu?"

"Aku akan membuatnya," jawab Bintang.

Dewi terkejut mendengar jawaban itu. "Yang Mulia? Kau akan membuat pupuk?"

"Kenapa tidak?" kata Bintang. "Aku ingin membantu para penduduk desa."

Dewi tersenyum. Ia kagum dengan ketulusan dan kerendahan hati Bintang.

"Baiklah," kata Dewi. "Aku akan membantumu."

Bintang dan Dewi mulai membuat pupuk alami. Mereka mengumpulkan daun-daun kering dan kotoran hewan, lalu mencampurnya dengan air dan tanah. Mereka membiarkan campuran itu membusuk selama beberapa minggu, lalu menggunakannya sebagai pupuk untuk tanaman mereka.

Hasilnya sangat memuaskan. Tanaman-tanaman mereka tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah. Para penduduk desa sangat senang dan berterima kasih kepada Bintang dan Dewi.

"Terima kasih, Yang Mulia," kata seorang penduduk desa. "Kau telah menyelamatkan kami dari kelaparan."

"Sama-sama," jawab Bintang. "Aku senang bisa membantu kalian."

1
Mutmainnah Aisyah
semangat author 😍
Mutmainnah Aisyah
jangan lupa untuk update terus 💪👍
Mutmainnah Aisyah
💪 Thor
LyaAnila
Arya, jangan bilang anda diam-diam menaruh rasa dengan putri Bintang ya/Shame//Shame/
LyaAnila
kalau misalkan kamu nggak bahagia coba jujur aja sama perasaanmu. jangan dipendam
sungguh baik sekali buk Mirah ini
musafir berpakaian seperti seorang putri kah?
Mutmainnah Aisyah
semangat tor💪
Trà sữa Lemon Little Angel
Wajib dibaca!
Mutmainnah Aisyah: saling membantu satu sama lain ajh dan saling support 🤭🤣
total 1 replies
Mutmainnah Aisyah
keren banget sih
Huo Ling'er
iya terimakasih banyak ya jangan lupa mampir terus hehehehehe🤭🙏
Kei Kurono
Keren! Bagus banget ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!