Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24 MENGHAJAR PRIA SAINGAN
Suasana seketika berubah menegangkan di rumah makan, dimana Prinsen berulah dengan menodongkan pistol miliknya ke arah kepala koki.
Koki sangat gemetaran, wajahnya berkeringat saat pistol itu tertodong tepat dikepalanya.
Tak ada yang bisa dia perbuat saat ini selain hanya diam dengan sorot mata ketakutan, dia menatap pasrah.
"Ba-bagaimana saya bisa segera menghidangkan makanan jika anda masih menodongkan pistol itu ke arah saya ?" tanya koki dengar suara bergetar.
"Apa ? Rupanya kamu masih saja membantah perkataanku, tidak takut, ya, mati ditembak !" hardik Prinsen melotot tajam.
"Saya bisa apa sekarang, hanya bisa pasrah dan diam saja, toh, tak ada gunanya melawan karena saya bisa tewas", sahut koki masih bisa membantah.
"Sialan kau ! Masih membantah saja !" bentak Prinsen.
Prinsen memukul koki dengan pistolnya sehingga koki rumah makan itu terdorong jatuh ke lantai.
"BRUK !" tampak koki terduduk menelungkup dan tidak bangun-bangun.
"Chef !" panggil pelayan Boris sembari menghampiri koki tambun yang tergeletak di lantai rumah makan.
Namun koki itu jatuh pingsan sehingga pelayan Boris menjadi panik.
"Demi Tuhan, apa yang terjadi padamu, chef ! Bangun lah, chef ! Ingat kami semua !" panggil pelayan Boris sedih.
Pelayan berambut keriting kecil-kecil hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya, jelas sekali dia sangat ketakutan.
Pandangan semua pengunjung rumah makan teralihkan kepada koki dan pelayan Boris, mereka bersimpati melihat kejadian buruk yang menimpa mereka.
Tak sedikit dari mereka memekik cemas sambil memandangi koki.
"Hai, kau ! Cepat ambilkan kotak medis dan bawa kemari !" perintah pelayan Boris.
"Ba-baik !" kata pelayan itu.
Prinsen membentak keras seraya menodongkan pistol ditangannya.
"Jangan ada yang bergerak atau pergi dari sini jika tidak aku akan menembak kalian semua !" teriaknya.
Semua mata tertuju padanya, mereka tertegun diam sembari menatap ngeri, tak ada satupun yang berani berpindah tempat atau beranjak membantu.
Prinsen masih menodongkan pistolnya ke arah semua orang, sikapnya mengancam pada siapapun yang ada di rumah makan ini.
"Ta-tapi jika aku tidak menyelamatkan nyawa koki, dia akan mati, tolong beri kami kesempatan membantunya", kata pelayan Boris.
"Diam !" sentak Prinsen lalu mengarahkan pistolnya ke arah pelayan Boris.
"Kumohon...", ucap pelayan Boris.
"Diam kataku !" bentak Prinsen.
Haven hanya menatap sinis kepada pelayan Boris lalu tersenyum masam.
"Biarkan dia mati, sudah sepantasnya koki lambat harus disingkirkan, bisa-bisa rumah makan ini tutup karena kelambanannya", ucap Haven.
"Dia tidak bersalah, bukan salah dia jika terlambat menghidangkan masakan karena pesanan kalian sangatlah bervariasi, bagaiamana dia bisa memasak secepat itu", bela pelayan Boris.
"Diam kau, sudah pikun berlagak pahlawan !" bentak Haven merengut kesal.
Haven beranjak berdiri dari kursi makannya lalu menghampiri pelayan Boris yang sedang bersimpuh di dekat koki.
Dicondongkannya badannya setengah membungkuk ke arah depan dan menatap wajah pelayan Boris yang berkeringat dingin.
"Kau pikir ini rumah makanmu, terserah kami lah sebagai pelanggan, siapa suruh masak sendirian dan jadi koki, kan dia tahu kalau pekerjaan koki itu harus cepat", ucap Haven.
Haven tersenyum sinis seraya menendang badan koki yang tergeletak membisu.
"Biarkan saja dia mati perlahan-lahan, toh, tidak ada gunanya dia bekerja, sangat lamban dan memuakkan !" cibir Haven.
Haven sekali lagi menendang badan koki yang terdiam, melihat hal itu, pelayan Boris tak terima koki diperlakukan semena-mena.
"Hentikan ! Dia juga manusia !" teriak pelayan Boris seraya mendorong kaki Haven hingga terjungkal jatuh.
"BRUK !" Haven menjerit kaget saat dirinya terjatuh ke lantai rumah makan sembari mengumpat marah.
"Sialan ! Dia benar-benar minta mati rupanya !" teriak Haven.
Haven bergerak menerjang ke arah koki, dengan sigapnya pelayan Boris segera melindungi badan koki dari serangan brutal Haven yang menggila.
"Yaaaaakhhh !!!" teriak Haven sembari melayangkan cakar-cakarnya.
Pelayan Boris mendorong keras Haven hingga perempuan pelakor itu terhempas kembali ke lantai.
"Duk !" Haven terbaring di lantai sembari memekik kesakitan. "Auwhhh... !" pekiknya.
Melihat Haven diperlakukan tidak pantas oleh pelayan Boris, sontak Prinsen murka.
Prinsen menodongkan pistol ditangannya kepada pelayan Boris sembari menarik pelatuk pistolnya, siap menembak.
Seseorang langsung bergerak cepat ke arah Prinsen yang siap menembakkan pistol miliknya ke arah pelayan Boris, dia menangkis dengan tangkas sembari melayangkan pedang yang dia selalu bawa ke arah pistol Prinsen.
"DORRR... !" Suara tembakan keras langsung menggema di ruangan rumah makan, disusul oleh jeritan nyaring dari arah pengunjung yang ketakutan.
Mereka langsung berhamburan pergi sembari merundukkan badan mereka ketika keluar dari rumah makan ini.
Pistol milik Prinsen berpindah tangan dengan cepatnya, dia tersentak kaget saat mengetahuinya.
Prinsen menoleh ke arah orang yang menghadang serangannya.
Tampak Rexton sedang berdiri gagah sembari memegang pistol yang dirampasnya dari tangan Prinsen.
Sorot matanya menatap tajam ke arah Prinsen, dia menggertakkan giginya geram.
"Enyah dari sini sebelum nyawamu lepas dari ragamu !" bisiknya dengan suara rendah.
Prinsen terhenyak keget, diam membeku dihadapan Rexton, dia tak berdaya tanpa pistolnya.
Tatapan Rexton membuatnya gentar hingga Prinsen terhuyung-huyung mundur dan membentur meja yang ada di belakangnya.
Prinsen mematung, pandangannya lurus ke depan, ke arah Rexton yang memandangi dirinya dingin.
"Si-siapa kau ? Be-berani sekali kau mengusirku !" ucap Prinsen terbata-bata.
Tubuh Prinsen bergetar kencang serta berkeringat dingin, sorot matanya gelisah saat melihat ke arah Rexton.
"Keparat... !" ucap Prinsen masih melawan.
Rupanya Prinsen tak terima dengan perlawanan Rexton, dia yang masih gemetaran merangsek maju ke arah Rexton.
"HIYAAAAAT... !!!" teriaknya kencang.
Prinsen melayangkan tinju tangannya ke arah Rexton berulang-ulangkali namun dia selalu gagal mengenai Rexton.
"HIYAAAAT... !!!" teriak Prinsen dan mengulangi serangannya kepada Rexton.
Rexton mampu menghindari serangan milik Prinsen dan menjauh dari laki-laki tak waras itu.
Melihat serangannya selalu gagal, Prinsen bertambah murka, diambilnya kursi yang ada didekatnya lalu dipukulkan kursi itu kepada Rexton.
"BRAAAAK... !!!" Kursi itu hancur menghantam lantai setelah Prinsen memukulkannya.
Prinsen marah, dia menggeram kesal seraya memalingkan muka ke arah Rexton dengan menggertakkan giginya. Karena serangannya gagal untuk kesekian kalinya, dia menjadi naik pitam.
"HIYAAAAATTT... !!!" teriaknya kembali berlari cepat.
Rexton berhasil menghindari terjangan Prinsen, dengan tangkasnya dia menahan kepala Prinsen yang hendak memukul dirinya.
"JLEBH !!!" Kepala milik Prinsen tertangkap oleh tangan Rexton, dia berusaha memukul-mukulkan kepalan tangannya kembali pada Rexton.
Namun Rexton masih memegangi kepala Prinsen hingga pria brengsek itu tak mampu mengenai dirinya.
Sekali gerakan dari Rexton maka Prinsen tak lagi berkutik, dia dibekuk cepat oleh Rexton.
Rexton melilitkan kain taplak meja ke arah kedua tangan Prinsen hingga pria itu kalah dan tak bisa bergerak sama sekali.
"Dasar pecundang !" ucap Rexton.
Rexton menarik kain serbet dari atas meja lalu menyumpalkan kain itu ke dalam mulut Prinsen.
"Ugh ?! Ummm... ?!" gumam Prinsen tak berdaya sembari menggelengkan kepalanya lemah, sedangkan wajahnya basah oleh peluh keringat.
Di dudukkannya tubuh Prinsen ke kursi lalu Rexton mengikatnya kencang, tanpa banyak bicara, Rexton meninju keras wajah Prinsen hingga pria yang masih menjadi tunangan Maria itu pingsan.
Rexton segera menghampiri pelayan Boris yang masih duduk menemani koki rumah makan yang belum tersadar.
"Bagaimana keadaan koki ?" tanyanya perhatian.
"Aku tidak tahu bagaimana kondisinya, tapi aku telah mencoba menyadarkannya tapi dia masih pingsan", sahut pelayan Boris.
"Coba aku lihat keadaannya !" ucap Rexton seraya memeriksa pergelangan tangan koki.
Rexton merasakan tangan koki sangat dingin serta detak nadi milik koki melemah, takut kondisi koki tak tertolong, Rexton segera bereaksi cepat.
"Cepat bawa dia ke dokter !" perintahnya tegas kepada pelayan Boris.
"Baik...", sahut pelayan Boris sembari mengangkat tubuh koki, dengan dibantu oleh beberapa pelayan lainnya menuju keluar rumah makan, mereka bergerak cepat ke arah mobil yang terparkir di halaman kemudian memasukkan koki ke dalam mobil, untuk dibawa pergi ke dokter.