JURUS TERAKHIR TUANKU/ TUANGKU
Ribuan tahun lamanya, daratan Xianwu mengenal satu hukum: kekuasaan dipegang oleh pemilik teknik bela diri pamungkas.
Tuanku —seorang pewaris klan kuno yang tersisa—telah hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Ia tidak memiliki bakat kultivasi, tubuhnya lemah, dan nyaris menjadi sampah di mata dunia persilatan.
Namun, saat desakan musuh mencapai puncaknya, sebuah gulungan usang terbuka di hadapannya. Gulungan itu hanya berisi satu teknik, satu gerakan mematikan yang diwariskan dari para pendahulu: "Jurus Terakhir Tuanku".
Jurus ini bukan tentang kekuatan, melainkan tentang pengorbanan, rahasia alam semesta, dan harga yang harus dibayar untuk menjadi yang terkuat.
Mampukah Tuanku, dengan satu jurus misterius itu, mengubah takdirnya, membalaskan dendam klannya, dan berdiri sebagai Tuanku yang baru di bawah langit Xianwu?
Ikuti kisah tentang warisan terlarang, kehormatan yang direbut kembali, dan satu jurus yang mampu menghancurkan seluruh dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPILOG 02 : DENYUT NADI KESEIMBANGAN DAN KISAH SANG KUCING ORANYE
NOVEL: JURUS TERAKHIR TUANKU
EPILOG LANJUTAN: DENYUT NADI KESEIMBANGAN DAN KISAH SANG KUCING ORANYE
1. Hening yang Bergetar
Udara di Puncak Keseimbangan—nama baru untuk Kuil Sepuluh Ribu Pedang—tidak lagi terasa berat oleh Qi, tetapi oleh keheningan yang bergetar. Itu adalah kedamaian yang mendalam, lahir dari penyelesaian konflik abadi. Tuanku telah tiada; ia pergi, bukan karena kematian yang ganas, melainkan karena pemenuhan takdir. Di pangkuannya, Jin, Sang Penyeimbang Oranye, pun terlelap dalam tidur abadi, tubuh mungilnya kini hanyalah cangkang kering; Qi Yang-nya telah disumbangkan sepenuhnya untuk menstabilkan momen terakhir Tuanku.
Fatimah, kini dengan rambut yang dihiasi perak, duduk di sisi Kuil. Ia bukan lagi Putri yang licik, melainkan Guru Besar Keseimbangan. Matanya, yang pernah dipenuhi intrik, kini memancarkan kebijaksanaan lautan. Ia menatap Tuanku, membiarkan kesedihan menyelimuti tanpa menguasai. Inilah yang ia ajarkan: menerima, tanpa melawan.
"Ia telah mencapai Keseimbangan Abadi," bisik Liandra, yang berdiri tegak, memegang Pedang Abadi. Bilah pedang itu, yang kini permanen tertancap di Akar Kosmis, memancarkan cahaya abu-abu keperakan yang tenang, denyut nadi Daratan Xianwu. "Ia adalah kesatuan Yin dan Yang yang paling sempurna."
Di luar Kuil, Daratan Xianwu sedang mengalami Renaissance Spiritual. Kota-kota tua di selatan tidak lagi didominasi oleh arogansi Qi panas Raziqin, dan hutan-hutan di utara tidak lagi takut pada ambisi pedang. Di Benua Roh Timur, Air Mata Naga telah menyembuhkan luka Qi Hewan Buas, menciptakan harmoni antara spiritualitas dan alam liar. Di Barat, di Kota Melayang, Teknisi Zeta telah mengubah Jantung Kristal menjadi sumber energi yang adil, mengakhiri tirani teknologi.
Ini semua adalah warisan dari Satu Tongkat dan Satu Kucing.
Fatimah menutup mata Tuanku dengan lembut. "Ia bukan hanya Guru Keseimbangan bagi kita, Liandra. Ia adalah Pengurai Kutukan. Kutukan yang ia tanggung, ia pecahkan menjadi kunci-kunci perdamaian."
"Kutukan Jiwa itu... itu adalah harga untuk pelajaran yang paling berharga," balas Liandra. "Bahwa tidak ada kegelapan (Yin Mutlak) yang tidak dapat dimaafkan, dan tidak ada cahaya (Qi Yang) yang tidak dapat direngkuh, asalkan kehendak di tengahnya murni."
Mereka berdua tahu, masa depan Daratan Xianwu—masa depan yang pernah mereka lihat hancur dalam penglihatan Ruangan Waktu—kini telah terbangun kembali, selembar demi selembar, dari debu kehancuran menjadi permadani harmoni.
2. Kitab Keseimbangan dan Filosofi Tujuh Poin
Sebagai penghormatan terakhir dan untuk memastikan ajarannya abadi, Fatimah menyusun Kitab Keseimbangan. Itu bukanlah kitab teknik Qi, melainkan kitab filosofis yang diukir pada lempengan kristal, menceritakan kisah Tuanku dan Jurus Terakhirnya.
Inti dari kitab itu adalah Filosofi Tujuh Poin Keseimbangan:
Hukum Kutukan dan Hikmahnya: Bahwa setiap kelemahan (Kutukan) mengandung benih kekuatan tersembunyi. Tuanku mengajarkan bahwa Kutukan Jiwanya adalah cermin; hanya dengan menerima bayangan (Sultan Sati) ia bisa melihat cahayanya (Harjuanto).
Prinsip Yin-Yang Terbalik: Mengajarkan bahwa ketika dunia meminta kekerasan (Yang), jawablah dengan ketenangan (Yin); ketika dunia meminta keputusasaan (Yin), jawablah dengan harapan (Yang). Tongkat Kayu Lin Kai, yang bertindak sebagai pembalik serangan Raziqin, adalah simbol dari prinsip ini.
Kedaulatan Sejati: Mengajarkan bahwa Raja yang benar (Raja Kultivasi yang sebenarnya) bukanlah dia yang memiliki Qi paling besar, tetapi dia yang paling mahir dalam pengendalian diri. Pengampunan Tuanku terhadap Raziqin adalah bukti nyata dari kedaulatan ini, meninggalkan hukuman terberat: hidup tanpa kesombongan.
Air Mata Naga: Melambangkan penggabungan pencerahan spiritual (Roh Timur) dengan masalah duniawi. Spiritualisme harus basah oleh empati dan duka; tidak boleh kering dan terpisah.
Jantung Kristal: Mengajarkan bahwa teknologi dan sains (Barat) harus diimbangi dengan jiwa. Kemajuan tanpa moral adalah tirani baru, dan harus selalu ada Titik Lompat Alpha—momen hening untuk introspeksi—di tengah kebisingan inovasi.
Kunci adalah Kehendak Ganda: Bahwa setiap manusia memiliki dua sisi yang berkonflik. Jurus Penancapan Kosmis tidak mungkin dilakukan jika jiwa Harjuanto dan Sati tidak bersatu dalam satu kehendak, membuktikan bahwa identitas sejati adalah harmoni dari dualitas.
Warisan Jin: Mengajarkan bahwa penyeimbang terbesar sering kali adalah yang paling sederhana dan paling jujur. Jin, si Kucing Oranye, adalah Anti-Tesis dari Segala Kemegahan, mengajarkan bahwa kebahagiaan terbesar terletak pada makanan enak, tidur nyenyak, dan kehadiran yang setia.
Kitab Keseimbangan ini disalin, tidak hanya oleh Klan Pedang Abadi, tetapi juga oleh Umbul Sari Jember (yang kini menghormati Fatimah) dan Naga Hitam (yang kini menghormati kekejaman terukur Tuanku). Bahkan di Kota Melayang, teknisi Zeta mencetak filosofi ini ke dalam chip memori, menyebarkannya melalui jaringan teknologi.
3. Warisan Keseimbangan yang Abadi
Puluhan tahun kemudian, setelah kematian Tuanku, Daratan Xianwu menjadi pusat dari perdamaian Tiga Benua. Klan Umbul Sari Jember dan Klan Naga Hitam membentuk aliansi damai, berfokus pada pembangunan kembali dengan Qi yang lebih bersih dan efisien.
Sultan Raziqin, tua renta dan kurus, kini menjadi penasihat utama dan duta besar untuk Tiga Benua. Ia sering mengunjungi Kuil Sepuluh Ribu Pedang.
"Setiap hari," Raziqin pernah berkata kepada Liandra, "aku melihat wajah tuanku yang lumpuh di cermin. Itu adalah hukuman. Tapi juga berkah. Tanpa kekuatan, aku akhirnya belajar apa artinya menjadi Raja."
Ia tahu bahwa Tuanku memberinya kesempatan kedua, sebuah Hikmah dari Kelemahan.
Pedang Abadi, yang tetap tertancap di Akar Kosmis, bergetar sekali lagi, hanya sebentar, satu abad setelah penancapan. Getaran itu dirasakan oleh Liandra yang sudah sangat tua.
"Qian Yu... mencoba merangkak kembali," bisik Liandra, tangannya gemetar.
Namun, Qian Yu tidak berhasil. Pedang Abadi, yang disegel oleh Qi dari Tiga Benua, terlalu kuat. Qi Putih Murni itu menemukan bahwa kemurnian tanpa dukungan akan selalu kalah dari keseimbangan yang merangkul ketidakmurnian. Qian Yu, Sang Pendiri Kosmis, terperangkap selamanya, terkunci oleh dualitas yang ia anggap hina.
4. Legenda Kucing Oranye dan Denyut Nadi Daratan
Legenda yang paling aneh, namun paling dicintai, adalah tentang Jin, si Kucing Oranye.
Setelah kematian Tuanku dan Jin, Klan Pedang Abadi menciptakan sebuah ritual aneh. Mereka menempatkan patung Jin di kuil utama dan meletakkan mangkuk berisi makanan kucing yang paling enak di depannya setiap hari.
Meskipun Qi Spiritual di Daratan sudah stabil, orang-orang bersumpah bahwa mereka sesekali melihat kilasan oranye di padang rumput, atau merasakan sentuhan Qi Yang yang hangat dan ceria di saat-saat putus asa.
Anak-anak di Xianwu tidak lagi bermimpi menjadi Raja Kultivasi yang perkasa, melainkan bermimpi memiliki Qi Seimbang dan seekor kucing oranye.
Fatimah, sebelum meninggal, pernah menulis satu kalimat terakhir dalam Kitab Keseimbangan:
“Kutukan Jiwa telah diatasi, tidak melalui kehancuran, melainkan melalui penerimaan. Jurus Terakhir adalah penyelesaian kisah seorang pemuda yang belajar bahwa ia tidak perlu memilih antara cahaya dan bayangan. Ia hanya perlu menjadi keduanya, dan membawa seekor kucing.”
Warisan Tuanku bukanlah tentang apa yang ia lakukan, tetapi tentang apa yang ia kembali ciptakan: sebuah dunia di mana antagonis lama menjadi sekutu, di mana teknologi merangkul spiritualitas, dan di mana kelemahan terbesar seseorang dapat menjadi kekuatan terbesarnya. Ia menjadi legenda abadi, bukan karena kekuatan pertempurannya, tetapi karena Filosofi Keseimbangan yang Abadi.
Di Kuil Sepuluh Ribu Pedang, di mana Pedang Abadi tertancap, Daratan Xianwu akhirnya menemukan kedamaian yang sejati, denyut nadi Keseimbangan yang tidak akan pernah berhenti bergetar.
— S E L E S A I —