Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Kepercayaan yang Hampir Retak
"Mas, besok sore aku langsung mau buka bersama sama temen - temen kantor." Ujar Laras pada Dimas.
Mereka berdua sedang bersantai di ruang tamu samping setelah pulang dari sholat tarawih. Sesuai dengan titah dari Uti, akhirnya Laras setuju untuk tinggal di rumah Dimas dua hari kedepan, sampai Uti kembali pulang.
"Buka bersama dimana?"
"Ya di kantor, Mas. Jadi kantor sudah pesen catering gitu buat kita buka bersama." Jawab Laras.
"Pulangnya jam berapa?"
"Belum tau, Mas. Mungkin abis isya." Jawab Laras sambil menyeruput kopi susu milik Dimas.
"Jangan di habisin to, Ay." Protes Dimas.
"Pelit banget, baru juga nyeruput dikit. Aku yang buatin loh ini tadi." Cicit Laras.
"Iya, makanya jangan di habisin karna kamu yang buatin."
"Nanti aku buatin lagi satu jerigen kalo habis. Bawel banget orang satu ini. Baru juga nyeruput dikit." Omel Laras sambil membuka sosis kemasan yang tadi di beli Dimas.
"Kenapa? Gak boleh juga aku makan yang Mas beli ini?" Sinis Laras saat Dimas melihat ke arahnya.
"Boleh kok sayang, sinis banget to kamu, Ay." Kekeh Dimas sambil mengusap kepala Laras.
"Ya abisnya, perkara nyeruput kopi aja di protes. Kirain mau Mas protes lagi karna aku makan sosis ini." Gerutu Laras sambil memasukkan sosis ke mulutnya.
"Kalo itu kan, Mas emang beli buat kamu. Kuwi tak stoki akeh neng kulkas. Sopo reti kowe ape mokel. (Itu aku stokin banyak di kulkas. Siapa tau kamu mau batal puasa)." Gurau Dimas.
"Enak aja mokel! Sembarangan banget kalo ngomong om - om satu ini." Gerutu Laras.
"Mas gak mau coba?" Tawar Laras kemudian yang mendapat gelengan dari Dimas.
"Cobain dulu, Mas. Enak tau..." Cicit Laras sambil memakan sosis.
Dimas tersenyum, lalu mengusap saus dari sosis yang ada di sudut bibir Laras dengan ibu jarinya. Ia kemudian memasukkan ibu jari yang ada sausnya ke dalam mulut.
"Udah Mas cicip." Kata Dimas.
"Mas jorok ih! Ini nih kalo mau cicip. Kalo gak itu aku ambilin di kulkas, se kulkas - kulkasnya sekalian." Ujar Laras yang wajahnya memerah.
"Enggak, kamu makan aja. Di bilangin Mas beliin buat kamu. Mas gak gitu suka makanan kayak gitu." Jawab Dimas yang tersenyum. Pria itu lalu meraih tab dan mulai membuka pekerjaannya.
"Beda selera emang kalo mbah - mbah. Sukanya makan rondo royal (Tape goreng)." Cicit Laras.
"Opo meneh rondo kembang, luwih nyampleng. (Apa lagi janda kembang, lebih mantap.)" Gelak Dimas.
"Mas pernah nyoba rondo kembang?." Tanya Laras dengan wajah terkejut.
"Astaghfirullah, ya enggak lah, Ay! Mas masih perjaka ya." Bantah Dimas.
"Tadi kok bilang lebih nyampleng? Tau dari mana coba, kalo belum pernah nyoba? Berarti kan Mas udah pernah nyoba yang masih gadis dan yang janda, makanya tau 'rasanya' beda." Cicit Laras dengan wajah serius.
Gleeg..
Dengan susah payah Dimas menelan ludahnya saat di berondong pertanyaan seperti itu oleh Laras.
"Jiiancook! Nggolek perkoro lambemu Dim, Dim. (Cari masalah mulutmu Dim, Dim.)" Batin Dimas yang menggerutui dirinya sendiri.
"Kata orang - orang gitu, sayang. Mas gak pernah kayak gitu kok, sumpah! Jangan salah paham, Ay." Dimas ketar - ketir.
"Ya gimana gak salah paham? Mas sendiri yang bilang gitu. Kalo orang nalar, pasti mikirnya sama kayak aku. Mas mau mainin aku? Bikin aku beneran jatuh cinta, mati - matian sayang sama Mas, terus Mas manfaatin, setelah itu mau Mas tinggal gitu aja?." Sahut Laras dengan wajah yang mulai serius.
"Astaghfirullah ya Allah, mboten sayang. (Astaghfirullah ya Allah, enggak sayang.) Mas beneran serius sama kamu. Mas gak pernah berpikir kayak gitu loh, Ay. Mas cuma bercanda bilang gitu sama kamu tadi. Se bajingan - bajingannya Mas, Mas gak pernah macem - macem sama perempuan, apa lagi sampe 'tidur' sama perempuan." Dimas hendak meraih tangan Laras, namun gadis di depannya itu langsung menyembunyikan tangannya di balik punggung.
"Mas tau kan, aku gak gampang percaya? Emang Mas pikir, aku bisa percaya gitu aja sama omongan Mas?"
"Sayang, kapan sih Mas pernah bohong sama kamu? Mas gak pernah bohongin kamu loh, Ay. Apa lagi masalah sensitif kayak gini. Maaf ya, sayang. Sumpah, Mas cuma bercanda." Ujar Dimas yang berusaha mati - matian menjelaskan kesalah pahaman ini.
"Udah Ah!" Laras hendak beranjak meninggalkan Dimas. Namun pria itu dengan cepat menarik tangan Laras dan memeluknya pinggangnya.
"Kita selesain dulu salah paham ini, Ay. Mas gak mau kesalah pahaman ini berlarut - larut. Mas gak bisa kalo marah kayak gini." Ujar Dimas sambil menempelkan kepalanya di bahu Laras.
"Udah Mas, lepasin. Aku capek, otak sama hatiku lelah kalo suruh mencerna masalah kayak gini." Lirih Laras.
"Kamu salah paham, Ay. Mas gak kayak gitu."
"Yaudah, anggep aja aku percaya sama Mas. Sekarang aku mau istirahat." Jawab Laras.
"Gak bisa gitu dong, Ay. Mas gak mau biarin kamu pergi dalam kondisi kayak gini. Gak sehat buat hubungan kita, Ay." Tegas Dimas.
Laras menarik nafas dalam - dalam. Lalu menghembuskannya perlhan. Ada rasa sesak di dada yang harus ia ungkapkan.
"Mas, aku gak mau di bohongin masalah sensitif kayak gini. Mas tau? Aku udah pernah di bohongin kayak gini sama mantanku yang berengsek itu. Aku hampir di manfaatin dan hampir di perkosa. Itu membekas dan bener - bener jadi trauma buatku, Mas. Aku capek, hidup sama pria playing victim." Ujar Laras dengan air mata yang luruh, mengenang kejadian suramnya di masa lalu. Kejadian yang membuatnya membulatkan tekad untuk pindah ke rumah Uti.
"Astaghfirullah. Mas gak mungkin kayak gitu sama kamu, sayang. Kalo Mas emang bajingan, udah dari dulu kamu Mas perkosa. Begitu banyak waktu yang bisa Mas manfaatin, tapi apa pernah Mas lakuin hal kotor kayak gitu? Jangankan mau lakuin, berpikiran aja enggak, Ay." Ujar Dimas.
Ia kemudian membalikan tubuh Laras agar menghadap kearahnya. Ia mengangkat wajah Laras dan mengusap air mata kekasihnya.
"Mas bisa lakuin apa aja sekarang kalau Mas cuma mau manfaatin kamu, inget kan kalo kita sekarang cuma berdua di rumah?" Imbuh Dimas yang seketika membuat Laras was - was.
"Tapi Mas gak akan lakuin itu, sayang. Mas jadi pacar kamu, bukan mau ngerusak masa depan kamu, Mas gak mau ngerusak apa yang mati - matian kamu jaga. Mas di sini karna Mas mau jaga kamu, Mas mau lindungin kamu, Mas mau memuliakan kamu sebagai perempuan. Ada saatnya Mas akan ambil hak Mas. Nanti, setelah kamu sah jadi istri Mas." Ujar Dimas dengan rasa perih di dadanya mengingat trauma Laras yang baru ia ketahui hari ini.
Dimas memeluk Laras yang masih terisak. Ia membelai lembut kepala kekasihnya, berusaha menghadirkan ketenangan dan rasa aman.
"Percaya sama Mas ya, dek. Mas bukan pria bajingan. Mas tau batasan dan Mas tau cara memuliakan wanita, terlebih wanita yang Mas cintai." Lirih Dimas.
Perlahan, Laras menyandarkan kepalanya di dada Dimas. Ia pun mulai melingkarkan tangannya di pinggang Dimas. Seolah sedang menata kembali kepercayaan yang sempat retak.
"Jangan hancurin kepercayaanku ya, Mas. Mas tau, sesulit itu aku membangun kepercayaan untuk Mas. Aku harap, omongan Mas bukan sekedar rayuan aja." Lirih Laras.
"Percaya sama Mas, sayang. Mas gak akan merusak apa yang sudah kamu percayakan sama Mas." Ujar Dimas yang kian erat memeluk kekasihnya.
semangat trs dgn karyamu tor
aku penggemar setiamu
ayo Dim tlp Bapak & Ibu, biar Lusa langsung SAH 😀 jd kan plg statusnya udah berubah HALAL 🤭😅