NovelToon NovelToon
Kunikahi Gadis Yang Mirip Mendiang Istriku

Kunikahi Gadis Yang Mirip Mendiang Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Duda
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: LebahMaduManis

Aksa bertemu dengan gadis pemilik toko kue yang memikat hatinya, namun ia terpikat bukan karena gadis itu sendiri, melainkan terpikat karena gadis itu sangat mirip mendiang istrinya.

Aksa berusaha mendekati Si Gadis untuk bisa mendapatkannya, bagaiman pun caranya ia lakukan bahkan dengan cara licik sekalipun, asalkan ia bisa memiliki gadis yang sangat mirip dengan mendiang istrinya

Akibat obesesi Aksa yang melampaui batas, gadis itu pun terjerumus dalam lembah penuh hasrat Si Pria yang dominan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LebahMaduManis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Sampai di basement Apartemen, Erina bersama Aksa berjalan beriringan menaiki lift, di tekannya angka tiga puluh sebagai lantai tujuan Apartemen miliknya

Aksa mempersilahkan Erina masuk terlebih dahuku "silahkan masuk Nona"

Mata Erina menyapu pandangan, bola matanya mengitari setiap sudut ruangan, ia terbelalak dengan nuansa ruangannya yang sangat elegan berpadu dengan furniture modern terbaru.

"sangat sepi, kemana istri atau keluarga yang lain?" Tanya Erina, matanya masih mengitari ruangan sekitar

Aksa berjalan ke dapur kemudian membuka pantry, "Sudah pernah saya katakan, kalau saya tidak punya istri. Mau minum secangkir teh?"

"Boleh pak" jawab Erina singkat

Tak berselang lama, Aksa membawa dua cangkir berisi teh, aromanya lembut menenangkan.

"Minum lah Nona selagi masih hangat, agar sedikit menghangatkan tubuhmu"

"Terima kasih pak, saya banyak merepotkan" Erina meraih cangkir yang aksa simpan di meja ruang tamunya.

Suara bell berbunyi, mengalihkan obrolan mereka.

"Apa ada tamu lagi?" Tanya Erina, matanya membidik ke Arah pintu.

"Tidak, mungkin itu orang yang mengantarkan baju ganti untukmu"

Erina menautkan alisnya, "baju ganti?" Gumamnya ia menelaah pakaian yang ia kenakan.

Aksa membawakan beberapa paper bag berisi pakaian baru, yang ia pesan untuk Erina "Saya tahu baju kamu sedikit basah, dan saya tidak punya baju perempuan disini, jadi saya pesankan baju ganti untukmu" Aksa tersenyum riang pada Erina dan membawakan paper bag itu ke hadapan si Gadis.

"Ah ... ini membuat saya semakin tidak enak" cetus Erina, ia menyimpan cangkir yang sejak tadi digenggamnya guna menghangatkan telapak tangannya.

"Silahkan Nona, pilih saja mana yang cocok menurutmu, saya tidak tahu jenis dan model pakaian wanita, jadi saya pesankan banyak berbagai model.

Aksa memesan lebih dari satu lusin baju untuk menjadi pakaian ganti Erina. Dalam perjalanannya tadi setelah dari tempat pemakaman, pantas saja pria itu mengemudi disertai dengan memainkan gawainya, rupanya ia sedang menghubungi Assisten pribadinya untuk meminta membawakan beberapa baju yang akan dikenakan oleh Erina.

Erina memilah dan memilih baju, mengangkatnya satu persatu mencari pakaian yang cocok untuknya.

"Sudah dapat yang cocok? Kamu bisa berganti pakaian di kamar tamu Nona, mari saya antar" tutur Aksa, ia melangkahkan kakinya lebih dulu ke ruangan yang ia maksudkan "ini kamar tamunya, kamar ini pula yang akan menjadi tempat bermalamu saat ini"

"Loh saya nginap disini?" Mata Erina membulat

Aksa menganggukan kepala dan menaikan sedikit alisnya "iya"

Gadis itu sontak memalingkan wajah, napasnya tertahan di tenggorokan. "Pak, saya tidak berniat untuk menginap di sini," suaranya bergetar, namun penuh ketegasan yang dipaksakan.

Tentu saja, rasa tidak nyaman itu menjalar dingin, hanya mereka berdua dalam keheningan rumah asing ini. Sebagai perempuan, ia wajib waspada—ini adalah garis merah bahaya yang tak boleh diseberangi. Jika niat penolong itu tulus, syukurlah. Namun, jika di balik keramahan itu tersimpan niat buruk, maka jalan pulang akan terasa sangat jauh.

Beruntungnya nasib mempertemukan Erina dengan Aksa, seorang pria yang jiwanya ternyata bersih dari niat jahat terhadapnya. Aksa hadir sebagai peluang emas keselamatan, bukan ancaman seperti yang ia bayangkan sebelumnya.

Ironisnya, pembalikan situasi itu justru terjadi di dalam benaknya. Kini, bukan lagi Aksa yang dicurigai menyimpan pikiran buruk. Justru Erina-lah yang mulai diselimuti kecurigaan—bukan terhadap Aksa, melainkan terhadap dirinya sendiri.

Mengapa Aksa begitu baik? Mungkinkah ada udang di balik batu?

Di satu sisi, ia merasa lega telah diselamatkan. Di sisi lain, naluri bertahan hidupnya menolak untuk percaya sepenuhnya pada kebaikan yang datang. Keberuntungan ini terasa terlalu manis dan mencurigakan, sehingga bayangan buruk itu kini berbalik, menjadi selimut tebal yang membalut pikiran Erina.

Setelah berganti pakaian, Erina mengamati dirinya di cermin yang berada dikamar tamu tersebut "kenapa aku berujung ada di sini? Ini tidak ada direncanaku hari ini" serunya dalam batin

Erina pun keluar dari kamar, kembali duduk di sofa ruang tamu bersama Aksa "pak saya pamit pulang ya" terlihat raut wajah erina, ia seperti tidak nyaman, setelah Aksa menyuruhnya bermalam di kediamannya.

"Kenapa pulang?" Tanya Aksa

"Tidak baik, laki-laki dan perempuan berada dalam satu rumah, terlebih saya orang Asing disini"

"Tidak perlu khawatir Nona, saya tidak akan macam-macam, lagi pula diluar masih hujan deras, duduklah dahulu dan tenanglah"

Erina menarik nafas dan mengembuskannya kasar, seraya dengan bola matanya yang memutar.

"Gini aja pak? Apa ada apartemen kosong disini yang disewakan untuk satu malam?"

Aksa terkikih "Nona, yang benar saja, disini Apartemen mewah semua, kamu yakin akan menyewanya?"

Erina menggaruk pelipisnya dan sedikit mengangkat ujung bibirnya, dengan mata yang tertunduk.

"Sudahlah satu malam saja disini, kita tidak berada di ruangan yang sama, kita terpisah, kamar saya, dan kamar tamu jaraknya cukup jauh, tidak bersebelahan, dan saya juga tidak memasang cctv di kamar, cctv hanya ada di ruang kerja saya dan ruang tamu"

"Baiklah jika bapak memaksa" Erina tersenyum dan kembali meneguk tehnya.

Apa boleh buat, tidak ada pilihan lain, mengingat ia takut hujan deras dan petir, terlebih dimalam hari, alangkah lebih baik jika dia berada di apartemen Aksa, meski tetap saja ia merasakan sedikit ketidak nyamanan

Aksa menyalakan roko yang baru saja ia ambil dari kotaknya, menjepit di antara jemarinya kemudian menghisap dan mengembuskan asapnya keudara "bagaimana hubunganmu dengan pria yang waktu itu menuduh saya menjadikanmu sebagai simpanan?" Tanya Aksa, ia berusaha membuka obrolan baru, padahal jika bersama orang lain sangat sukar jika ia yang terlebih dahulu membuka obrolan.

"Putus" dengan entengnya Erina menjawab.

Aksa menyimpulkan smirk dibibirnya "bagus lah, pria seperti itu tidak pantas dipertahankan, hanya karena telat mengabari langsung menuduh yang tidak-tidak, apa dia kira duniamu hanya dia saja?"

Erina tertawa "yaa ... oh saya lupa, mana macaroon yang katanya bapak buat itu?" Erina mencoba mengalihkan pertanyaan Aksa, ia sudah enggan membahas Raditya, luka batinnya masih basah, ketika ada yang mengingatkan tentang mantan kekasihnya, rasanya seperti luka yang tersiram air garam, Perih.

Aksa menggaruk tengkuknya "itu— baiklah, akan saya ambilkan" ragu-ragu ia melangkahkan kakinya untuk mengambil macaroon yang tak jelas rasanya.

Setelah mengambil sebuah toples lalu menyimpannya di meja "ini"

Sorot matanya menandakan ketakutan akan ekspresi Erina ketika mencicipinya, Erina mulai membuka toplesnya dan sedikit mendekatkan indra penciumnya pada toples tersebut. Baru menciumnya saja, raut wajah Erina seakan mendeskripsikan bahwa dari aromanya saja sudah seakan tak layak untuk dimakan.

Tanpa ragu, erina mengambil satu macaroon yang warnanya berbeda-beda, namun bukan karen banyak warna yang ia buat, melainkan satu warna biru yang berbeda tingkat kematangannya, ada yang biru kecoklatan dan biru terang karena belum matang, bahkan ada yang berwarna full coklat. Erina terkikih geli, ia sudah bisa menebak rasanya, benar saja, satu gigitan langsung erina keluarkan lagi dan segera menggapai tissue. "Pak Aksa maaf—" ucapannya terpotong, ia tak tahan ingin menertawakan macaroon hasil karya pria dihadapannya.

"Sudah jangan dilanjutkan Nona" Aksa kembali meraih toples dan menutupnya, lalu membuangnya ketempat sampah.

"Tolong jangan tersinggung pak" Erina masih tetap terkikih hingga menyandarkan bahunya disofa.

Melihat Erina tertawa lepas bagaikan ia sedang berbahagia, Aksa menatap lekat gadis itu, tanpa berkedip sedikit pun, seakan ia melihat fenomena langka. Hatinya bergejolak, ia kembali teringat mendiang istrinya, ia teringat canda tawa mendiang Ayesha.

Setelah ia sadar bahwa di hadapannya adalah Erina, ia menundukan kepalanya cukup lama,, membuat Erina menautkan kedua alisnya "bapak baik-baik saja? Apa tertawa saya berlebihan? Kalau begitu saya minta maaf" ucap Erina, ia merasa tak enak hati.

"Bukan Nona, tidak apa-apa. Lupakan soal macaroon itu, tapi tidak adakah yang kau rasakan setelah memakan macaroon itu?"

"Tidak, hanya tertinggal rasa pahit dilidah"

"Bagus lah, saya takut kamu keracunan akibat macaroon yang saya buat" Aksa kembali terkikih "untuk berjaga-jaga saya akan menelpon ambulan"

"Pak, yang saya makan macaroon, bukan racun, kecuali bapak menambahkan racun di macaroonnya" ucap Erina, mereka sama-sama terkikih gara-gara macaroon yang tak jelas rasanya.

...***...

1
aliyanila
ayo lantkan ceritanya, aku penasaran
LebahMadu: siapp.. di tunggu
total 1 replies
LebahMadu
semoga secepatnya bisa banyak pembaca ya , dan terus dukung karya2ku👍
LebahMadu
Terima kasih dan tunggu plotwis2 berikutnya
LebahMadu
Terima kasih sudah mampir 😍
aliyanila
cerita sebagus ini, penulisannya bagus. bisa2nya sepi
aliyanila
tiap babnya bikin penasaran
aliyanila
ceritanya menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!