Aku memiliki ibu bernama Zhui Ja.
Terakhir kali aku melihatnya ketika umurku 6 tahun saat di taman bunga yang begitu indah.
Bahkan aku sendiri tidak mengerti mengapa semua ini terjadi pada diriku.
Aku hanya mendengar sebuah berita, bahwa ibuku telah tiada...
Bahkan aku hadir di pemakamannya, tetapi entah mengapa... Aku masih bisa merasakan bahwa jiwa ibuku masih hidup, meski jasadnya telah benar-benar dimakamkan.
Kekuatan ini, dan alam ini?
Dan Qi yang bersarang di dalam tubuhku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah raman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Meratapi Kesedihanku
Aku memainkan perahu kertas di sebuah kolam kecil di ruang tunggu istana, posisiku saat ini berbaring dengan miring ke sebelah kiri, melihat perahu kertas itu tanpa ada angin yang meniupnya.
"Membosankan."
Sekitar satu minggu, aku telah kehilangan ibuku.
Rasanya dunia ini hampa tanpa kehadiran seorang ibu, jujur ini adalah sebuah penderitaan tanpa akhir, aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku hidup di masa depan tanpa ibu dan ayah yang akan merawatku.
Meski ayahku masih hidup, nyatanya beliau tidak pernah datang untuk menemuiku, bahkan untuk sekali saja.
'Apakah menjadi seorang raja itu menyenangkan?'
Aku mulai meragukan semua itu, 'tanpa keluarga semuanya tidaklah berarti.'
Dan aku percaya ini adalah sebuah ujian dari sang penenetu takdir.
'Baiklah, jika seperti ini aku hanya akan ditelan oleh rasa kerinduan pada orang tuaku. Aku harus melakukan sesuatu yang lebih berguna, aku tidak ingin perjuangan ibuku sia-sia untuk memimpin negeri ini menuju kemakmuran. Aku adalah putri satu-satunya penerus kerajaan. Aku adalah cucu dari Zhui Wei, harapan bagi para klan Zhui. Aku harus jadi raja yang tangguh dan bijak.'
Tapi rasa kesedihanku masih begitu kuat.
Seseorang menceburkan kakinya pada permukaan kolam yang berisi air yang cukup jernih, dia adalah kakekku.
"Jangan bersedih wahai cucuku... kau adalah harapan bangsa ini, jadi jangan pernah cengeng."
"Tapi bagaimana caranya?'' aku langsung menyandarkan wajahku pada punggungnya.
"Kau harus tahu tentang ini; kita terlahir sebagai manusia yang tidak tahu kapan akan mati, bahkan kita tidak tahu takdir apa yang kita alami setelah kematian, namun bertahan hidup adalah hal yang harus kita pertahankan... kita adalah penerus dari perjuangan orang-orang yang telah mati lebih dulu."
Aku menyeka air mata yang membasahi pipi ini, aku tidak akan kalah karena kesialan yang bertubi-tubi. "Baiklah kakek.''
"Kau cucuku yang pintar, aku sangat menyayangimu lebih dari apa pun... kau adalah orang yang kuat dan sang pewaris kerajaan... pertahankanlah semangatmu."
Aku mulai berpikiran realistis. "Terima kasih kek. Kakek adalah semangat hidupku."
Kemudian kepalaku telah dielus olehnya, "sekarang kau harus istirahat, karena besok adalah hari pertama kau masuk dalam sebuah perguruan."
...
Satu bulan yang lalu aku telah mengantar sebuah lamaran untuk menjadi seorang murid bela diri di akademi Seahealt tingkat pemula, yang mana isi para muridnya adalah orang yang terobsesi dengan sihir dan penggunaan senjata.
Untuk gadis enam tahun sepertiku, hal yang tidak wajar akan terjadi melebihi batas perkiraan... aku tidak melewati tes karena aku adalah orang yang lebih dulu mengetahui cara bertarung dan bertahan.
Tetapi masalahnya ada banyak rumor yang tentang sekolah yang aku datangi, yaitu hilangnya para murid-murid akademi tingkat pemula satu persatu, dan mereka tidak lagi ditemukan sampai sekarang.
Ada yang mengatakan bahwa seekor siluman berhasil melakukan penculikan, menyimpan para korban pada suatu tempat yang tidak diketahui.
Tapi ada juga, bahwa penculikan itu dilakukan atas dasar tumbal untuk sebuah kekuatan yang melebihi batas para kultivator.
Aku tidak akan percaya tentang hal itu, karena ini hanya sebuah opini yang bertebaran, gosip murahan atau hal-hal yang hanya membuat anak-anak tidak pulang selarut mungkin.
Apalagi dalam akademi itu banyak memiliki para ahli bela diri, jadi kemungkinan hal sejenis penculikan hanya terjadi sekali, dan itu pun mungkin saja karena kabur dari kerasnya hidup dalam sebuah tekanan.
Aku sudah terbiasa dengan kerasnya hidup dan takdir yang kejam, karena sewaktu kecil saja aku sudah dilatih untuk memahami tentang ilmu di dalam sebuah perpustakaan & latihan yang membuatku cedera.
'Ibu, hari ini adalah hari di mana anakmu akan memulai kerasnya kehidupan.'
Kereta kuda yang membawaku sedang berjalan, aku mungkin telah melewati perjalanan setengah hari untuk pergi ke sebuah pelosok pedesaan yang dilindungi oleh beberapa tingkat keamanan yang tinggi. Pada perbatasanya saja terdapat para petarung tingkat tinggi, yang membuat aku merinding melihat mereka dengan tubuh yang kekar.
Aku tidak boleh sembarangan dalam bertindak, katanya akademi Seahealt menjunjung hak asasi manusia tentang kesamaan kasta. Dan aku juga tidak ingin bertindak sebagai orang yang memiliki wewenang sabagai pewaris istana, karena aku harus berbaur dengan masyarakat dengan belajar tata krama sebelum menjadi pemimpin.
Pintu gerbang perguruan seni bela diri itu telah ada di hadapanku, kini saatnya aku memulai pendidikan yang sangat keras di sini.
Aku bahkan ditinggalkan oleh kereta kuda yang tadi aku tumpangi. Hanya ada tas dan beberapa makanan awet untuk beberapa hari, setelahnya aku harus berbaur sebagai murid biasa, bukan putri kerajaan atau ratu sang pewaris.