Cinta Di Antara Dua Istri Sang CEO

Taehyung tersenyum kecil melihat anggukan singkat dari Zeline, meski tanpa sepatah kata pun, jawaban itu sudah cukup membuat dadanya terasa hangat.

Ia melangkah menyusul Zeline keluar dari ruang rapat. Suasana koridor kantor Lumisera terasa tenang, hanya terdengar suara langkah sepatu keduanya yang bergema lembut di lantai marmer.

    “Restoran di lantai bawah sepertinya terlalu ramai, bagaimana kalau kita makan di tempat biasa?” tanya Taehyung sambil menatap ke arah Zeline yang berjalan sedikit di depannya.

  Zeline hanya menjawab singkat, 

     “Terserah.”

   Nada suaranya datar, tapi Taehyung tahu di balik ketegasan Zeline, ada kelelahan yang selalu ia sembunyikan.

    Mereka akhirnya turun ke kafe rooftop kecil di atas gedung Lumisera  tempat yang dulu sering dipilih Zeline untuk berpikir atau sekadar menenangkan diri dari tekanan pekerjaan. Angin sepoi berhembus lembut, membuat beberapa helaian rambut Zeline menari di udara.

  Taehyung menarik kursi untuknya dengan sopan.

     “Silakan duduk.”

Zeline hanya menatap sekilas lalu duduk tanpa komentar.

     Setelah pelayan datang dan mereka memesan makanan, keheningan kembali melingkupi meja itu. Taehyung membuka percakapan lebih dulu, mencoba mencairkan suasana.

    “Kau tahu, aku kagum dengan presentasimu tadi. Kau menjelaskan konsep Ethereal dengan sangat kuat. Semua orang terpukau.”

   Zeline menatap pemandangan kota di bawah sana, kemudian menjawab pelan, “Aku hanya melakukan tugasku.”

    “Tapi tak semua orang bisa melakukannya sebaik itu,” ujar Taehyung lembut. “Kau punya karisma yang tidak bisa dibuat-buat, Zeline.”

   Zeline menatapnya sejenak, ekspresinya sulit dibaca. “Kau terlalu banyak memuji, Tuan Kim.”

   Taehyung terkekeh. 

   “Mungkin, tapi itu semua benar. Dan bukankah sekarang kita sudah tidak di ruang rapat? Panggil aku Tae saja, seperti dulu.”

    Zeline menunduk sedikit, menghindari tatapan pria itu. Ada sesuatu di nada suaranya  hangat, tapi juga menyimpan perasaan lama yang nyaris terungkap.

  “Tae, sudah lama sekali aku tidak mendengar namamu disebut begitu,” katanya lirih.

   “Mungkin karena kau terlalu sibuk menutup dirimu dari masa lalu,” balas Taehyung dengan senyum lembut. 

     “Padahal masa lalu itu... bukan sesuatu yang harus selalu kau lupakan.”

  Zeline terdiam. Ada sorot getir di matanya, tapi juga kerinduan yang samar.

     Pelayan datang membawa dua piring pasta dan dua gelas teh lemon hangat. Taehyung mendorong piring ke arah Zeline.

   “Makanlah, kau belum makan sejak pagi. Aku tahu kebiasaanmu,” katanya.

   Zeline menatap makanan itu sejenak, lalu akhirnya mengambil garpu.

    “Terima kasih,” ucapnya singkat.

   Selama beberapa menit mereka makan dalam diam, tapi suasana anehnya terasa nyaman. Hanya suara angin, piring, dan detak jantung yang terasa berdentum lembut di dada keduanya.

   Setelah suapan terakhir, Taehyung menatap Zeline dengan serius.

    “Zel, aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku ingin mengatakan sesuatu…”

   Zeline menatapnya, matanya tajam namun lembut. 

  “Tentang apa, Tae?”

  Taehyung menarik napas dalam, lalu berkata pelan,

    “Sejak dulu... aku belum pernah benar-benar berhenti memikirkanmu.”

   Zeline terpaku. Garpu di tangannya berhenti di udara.

  Zeline menatap wajah Taehyung yang kini terlihat begitu tulus di hadapannya. Tatapan mata pria itu masih sama seperti dulu  lembut, hangat, dan penuh perhatian. Namun di balik semua itu, hatinya bergetar hebat.

  Dalam hati, Zeline berkata lirih,

     “Tae… bahkan setelah semua yang terjadi, kau masih melihatku seperti ini. Kau tak pernah membenciku sedikit pun, padahal aku sudah banyak melukai perasaan dan hatimu. Aku meninggalkanmu tanpa penjelasan, aku memilih jalan yang membuatmu hancur… dan sekarang kau masih di sini, masih peduli padaku.”

    Zeline menundukkan kepala, jari-jarinya meremas lembut tepi gelas di hadapannya. Ada genangan air yang mulai terbentuk di sudut matanya, tapi segera ia kedipkan agar tidak jatuh.

 Taehyung memperhatikan perubahan ekspresi itu.

     “Zel… kau baik-baik saja?” tanyanya lembut.

  Zeline cepat-cepat menggeleng, lalu memaksakan senyum kecil. 

    “Aku hanya… teringat sesuatu.”

   “Tentang masa lalu kita?” tebak Taehyung dengan nada pelan.

    Zeline tidak menjawab, hanya menatap ke luar jendela rooftop yang kini mulai diselimuti kabut senja. Dalam hatinya, ia tahu  bagaimana pun kerasnya ia mencoba menepis, sebagian hatinya masih terikat pada pria itu. Tapi ia juga tahu, hidupnya kini tidak sesederhana dulu. Ada luka yang masih berdarah… dan ada Suga, suaminya, yang membuat segalanya semakin rumit.

    “Tae, andai semua ini tak serumit sekarang… mungkin aku akan memilih untuk tetap di sisimu,” bisiknya dalam hati, tanpa pernah benar-benar berani mengucapkannya.