NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:511.6k
Nilai: 4.9
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24. Jika Tidak Bisa Mencintai, Jangan Menyakitinya

“Papa, aku tidak pernah ingin Shanum seperti ini. ” Suara Ervan parau. “Tapi aku ... aku juga bingung. Semua ini terlalu cepat. Aku ... aku memang sempat marah, aku sempat kasar, tapi aku tak pernah berniat unt—”

“Kamu pikir itu cukup?” hardik sang papa menyela ucapan putranya, matanya menyalak. “Kamu pasti mendorong Shanum, kamu bentak dia, kamu buat dia stres, lalu hampir kehilangan anaknya. Dan sekarang kamu berdiri di sini, kamu ‘bingung’?!”

Ervan menutup wajahnya dengan tangan. Napasnya memburu.

“Aku tidak tahu harus bagaimana, Pah ... Aku hanya ... terlalu banyak yang aku pikirkan.”

Papa Wijatnako mencengkeram kerah jas Ervan dan menariknya mendekat. “Dengar baik-baik. Kamu bisa bingung dengan pekerjaanmu, bisnis, masa depanmu. Tapi begitu kamu tahu ada jiwa kecil dalam tubuh Shanum, tanggung jawabmu berubah. Bukan hanya sebagai suami—meskipun itu pernikahan dadakan—tapi sebagai ayah! Walau itu anak dari adikmu!”

Ervan tak berani menatap. Suara napasnya berat. Perasaannya campur aduk: malu, marah pada diri sendiri, dan takut.

“Papa tidak akan diam saja kalau terjadi apa-apa pada cucu Papa. Mengerti? Papa mungkin tak sekuat dulu, tapi Papa tidak akan membiarkan mamamu—atau siapa pun—menghancurkan Shanum!” lanjut Papa Wijatnako, suaranya kini lebih terkontrol tapi tegas, seolah menyayat hati Ervan lebih dalam.

Ervan akhirnya menatap ayahnya. Ada luka yang jelas di matanya. Luka yang datang dari kesadaran: ia telah gagal menjaga, gagal menjadi pelindung, karena egonya.

Suasana menjadi hening.

Papa Wijatnako melepaskan kerah Ervan perlahan, menatap anaknya dalam-dalam. “Papa tidak meminta kamu menyayangi Shanum. Papa hanya minta bertanggung jawablah selayaknya sebagai suami sebagaimana mestinya. Jika kamu tidak mencintainya, tahan dirimu untuk tidak menyakitinya. Dan, jangan kamu usik dirinya dan calon anaknya. Sekarang menjauhlah dari Shanum, agar dia tidak semakin terluka. Ibu hamil butuh mental yang kuat, bukan tekanan batin yang terus menerus dia terima.”

Ucapan itu menusuk Ervan. Ia terpaku.

“Papa tidak akan biarkan cucu Papa hidup dalam dunia yang penuh kebohongan dan ketakutan. Pilihan ada di tanganmu, Van.”

Lalu, suara dari ranjang terdengar pelan.

“Pak Wijatnako ... tolong jangan marah.”

Keduanya langsung menoleh. Shanum terbangun. Suaranya lirih, wajahnya lemah, tapi ia memaksa tersenyum tersenyum. Matanya tampak berkaca-kaca.

“Maaf ... Shanum dengar dari tadi.”

Papa Wijatnako menghampiri dan duduk di sampingnya, langsung menggenggam tangan Shanum dengan lembut. “Nak ... kamu nggak usah mikirin omongan Papa tadi, ya. Sekarang pikirkan kesehatanmu dan calon cucu Papa.”

Shanum mengangguk pelan, meski sejak tadi hatinya sudah teriris.

Ervan berdiri terpaku. Jarak antara tempatnya berdiri dan ranjang Shanum hanya dua meter, tapi rasanya seperti jurang tak berdasar.

Papa Wijatnako menoleh padanya, tatapannya masih tajam. “Kalau kamu tidak siap mencintai, setidaknya jangan menyakiti.”

Ervan tak bisa berkata-kata. Ia hanya mengangguk pelan, lalu mundur beberapa langkah.

“Aku akan tinggal di sini malam ini, Pah. Menjaga Shanum,” gumamnya.

Papa Wijatnako berdiri dan merapikan jasnya. “Tidak perlu, Shanum pastinya butuh ketenangan dalam masa pemulihannya. Lagi pula akan ada perawat yang menjaganya, setelah ini pergilah. Nanti Papa akan menyuruh salah satu maid untuk datang ke sini menjaga Shanum,” tegasnya.

Dan dengan itu, sang ayah melangkah keluar dari kamar, menyisakan keheningan yang menggantung di antara Ervan dan Shanum.

Ervan akhirnya duduk pelan di sofa dekat ranjang. Ia menatap Shanum, yang kini memejamkan mata lagi, mungkin pura-pura tidur untuk menghindari percakapan.

Ervan bersandar ke belakang, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

...***...

Beberapa menit telah berlalu, Ervan masih menunduk, duduk di sofa dengan tangan menutupi wajah. Ruangan itu terasa terlalu sunyi, terlalu lengang. Suara detak jam dinding terdengar jelas.

“Keluarlah dari kamar ini.” Suara Shanum kembali terdengar, kali ini lebih jelas. Ia membuka mata, menatap lurus ke arah langit-langit. “Pak Ervan tidak perlu menemani Shanum di sini. Shanum pun juga tidak butuh keberadaan Bapak.”

Ervan tak langsung menanggapi. Ia mengusap wajahnya perlahan, kemudian menoleh. “Shanum ....”

“Penuhi saja janji Bapak dengan calon istri Bapak,” potong Shanum, suaranya tenang, nyaris tanpa emosi. “Sebentar lagi malam akan tiba.”

Baru saat itulah Ervan teringat sesuatu. Kepalanya terangkat sedikit, dan matanya menatap Shanum dengan ragu.

Meidina.

Ia mengerjap. Ia memang sempat berjanji akan makan malam dengan Meidina malam ini saat menerima telepon tadi siang.

“Kamu tahu?” gumam Ervan, lebih ke arah dirinya sendiri.

“Bukankah Bapak sendiri yang berjanji di depan Shanum,” jawab Shanum datar.

Ervan berdiri perlahan. Ia mendekat ke sisi ranjang, berdiri dengan canggung. “Shanum, saya—”

“Pergilah.” Shanum menoleh perlahan, menatap wajah Ervan dengan tatapan yang sulit dibaca. “Shanum tahu diri. Shanum cuma orang yang harus kamu nikahi karena musibah yang menimpa Ibu Shanum. Shanum bukan pilihan hatimu. Dan itu tidak apa-apa.”

Ervan menghela napas berat. “Dan, sekarang kamu seolah-olah ingin menyalahkan dan menyudutkan saya?”

Shanum tersenyum tipis, sarkastik. “Menyalahkan karena Shanum hampir kehilangan anak yang ada di rahim Shanum. Hanya itu saja. Jadi pergilah.”

Ervan terdiam. Hatinya terasa seperti diremas. Ia tak bisa membantah.

Perlahan, ia mengeluarkan ponsel Shanum dari saku jasnya. Ia letakkan di atas meja kecil di samping ranjang.

“Ini ponselmu. Tadi terjatuh dari kantong kemejamu,” ucap Ervan perlahan. “Kalau terjadi apa-apa ... kabari saya, ya.”

Shanum hanya menatap ponsel itu sekilas, kemudian kembali menatap ke arah luar jendela. Wajahnya tetap datar.

“Kalau Shanum sempat kabari,” ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.

“Shanum,” panggil Ervan pelan. “Saya tahu kamu marah. Dan kamu berhak.”

Shanum tak menjawab.

Ervan meremas jari-jarinya sendiri. Tangannya berkeringat. Ada desakan dalam dadanya, sebuah rasa berat yang tak bisa ia jelaskan. Ia ingin tetap di sana. Tapi pesan dokter Karina tadi kembali terngiang: jangan biarkan pasien stres, jangan picu emosinya.

Ia harus membuat pilihan yang menyakitkan.

“Baiklah,” gumamnya akhirnya. “Saya akan pergi sekarang. Tapi kamu harus janji, kalau kamu merasa sakit atau nggak enak badan, langsung hubungi saya. Atau perawat. Apa pun. Jangan tahan sendiri.”

Shanum mengangguk, tanpa kata.

Ervan berdiri terpaku beberapa detik, menatap wajah lelah istrinya. Ia ingin menyentuh tangannya, tapi tak berani. Ia ingin mengatakan sesuatu yang bisa sedikit menghapus luka hari ini. Tapi lidahnya kelu.

Akhirnya, ia hanya berbalik, melangkah pelan ke arah pintu.

Saat tangannya menyentuh gagang pintu, suara Shanum kembali terdengar.

“Selamat menikmati acara makan malamnya.”

Langkah Ervan terhenti. Punggungnya menegang, tapi ia tak menoleh. Ia hanya menggenggam erat gagang pintu, lalu melangkah keluar.

Bersambung ... ✍️

1
Herman Lim
mimpi aja u mei yg ada bntr lagi hari kehancuran kamu sdr 🤣🤣 mimpi aja
Valen Angelina
jgn cari penyakit meidina... nnti malu sndiri. ..
Sugiharti Rusli
dia sepertinya nantangin keluarga pak Wijatnako dan Ervan sekarang
Sugiharti Rusli
dia khawatir klinik tempat usaha dia diambil-alih oleh Ervan, padahal ga ada si Shanum sangkut-paut dengan masalah klinik kali,,,
Sugiharti Rusli
padahal kan si Meidina berhubungannya sama si Ervan, harusnya dia menabuhkan perang sama mantan tunangannya donk
Sugiharti Rusli
semoga nanti Ervan dan asistennya bisa meredam itu semua yah, soalnya yang mau diserang justru Shanum
Sugiharti Rusli
soalnya bisa berbahaya kalo ada orang" ga bertanggung-jawab yang kemakan berita dari si Meidina bisa membahayakan dirinya
Sugiharti Rusli
ternyata Shanum memang masih harus menyendiri dulu deh dia,,,
Shee
meidina cari gara² tar dana di tarik baru tau rasa.
orang juga bakalan tau disini siapa yang salah dan bener. walau meidina awalnya tunangan evan tapi kalau belum jodoh kenapa masih masak.
tapi y juga siapa yang mau ngelepas mesin ATM secara sukarela pasti g ya🤣🤣🤣
Jeng Ining
kamu lupa Shanum yg skrg bukan hanya Shanum si anak sopir yg kerja jd pelayan di toko kue, di saat Ervan udh bersungguh² dg Shanum, mengganggu Shanum berarti kamu sedang menantang Ervan utk kluarin kesungguhannya, hati² dg duri yg kamu tebar atw pun lobang yg kamu gali demi bertarung ngelawan Shanum, jgn² kamu sndiri yg celaka Mei
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
Jeng Ining
yupss .. sangat betul, pd akhirnya dia yg mau dn mampu bertahan yg jd pemenangnya
Rabiatul Addawiyah
widiwww Shanum di tembak sm kakaknya mantan yg skrg dah kd suaminya 😁
Ddek Aish
hati-hati Mei...membangun impian dari nol ngga salah woi kamu sudah menghabiskan uang Ervan 20M lbih membangun klinik oleh perempuan tangguh dari nol pakai uang tunangannya. dokumen pengeluaran masih sama Ervan siap kamu dan keluargamu di hujat mikir sebelum bertindak
indy
Meidina berani sekali, tunggu balasan dari ervan
Naufal Affiq
itu hak mu meidina,mau gimana cara mu mengambil empati orang,tapi bukan hat ervan yang kau gapai,melain kan ke hampaani
Mulaini
Meidina cinta mu sudah di tolak dan ATM berjalan mu terputus malah kamu menyalahkan Shanum seharusnya sadar itu tandanya kamu tidak berjodoh dengan Ervan.
Kasih Bonda
next Thor semangat
merry
tiga org dr kluarga mu sakitin shanum tnpa ada yg belain,, tiga org dr kluarga ud hncr mental dan fisik yaa
merry
tuntut ajj pak uang segitu bkn dikitt lohh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!