Siapa sangka, kedatangan Mona di kediaman Risa adalah awal kehancuran rumah tangga yang baru beberapa tahun dibangun oleh Risa dan Arga.
Hampir setiap malam Risa mendengar suara derit ranjang dari dalam kamar yang ditempati oleh Mona.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Mona di dalam kamarnya?
Penasaran? Yukkk, ikuti kisah mereka 😘😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan Arga
Tak terasa sudah satu bulan lebih Mona tinggal bersama Arga dan Risa. Selama itu pula ia menjadi wanita pemuas Arga tanpa sepengetahuan Risa.
Walaupun Mona pernah merasa kecewa setelah tahu bahwa dirinya hanya dimanfaatkan oleh Arga. Namun, rasa nikmat yang diberikan oleh lelaki itu membuat hasrat Mona terpuaskan dan ia pun mengikuti permainan Arga saja. Melakukan hubungan itu atas dasar saling menguntungkan dan saling memuaskan.
Risa duduk di sofa ruang depan bersama si kecil Lily. Ketika sedang asik bercengkrama bersama bayi mungilnya, tiba-tiba Mona datang dengan membawa banyak barang belanjaan. Kedua tangannya bahkan penuh dengan berbagai macam barang yang baru ia beli.
"Dari mana saja kamu, Mona? Dan apa itu?" tanya Risa dengan alis berkerut menatap adiknya itu.
Mona yang tadinya tidak menyadari keberadaan Risa di ruangan itu, segera menoleh kemudian berjalan menghampiri Risa.
"Eh, Mbak Risa. Maaf, aku gak tau Mbak ada di sini."
Mona meletakkan barang belanjaannya ke atas meja yang ada di hadapan Risa. Saking banyaknya barang belanjaan Mona, meja tersebut hampir tidak cukup untuk menampung benda-benda itu. Mona yang kelelahan segera menjatuhkan dirinya di samping Risa.
"Ya ampun, hari ini panas sekali!" gumam Mona sambil mengibaskan-ngibaskan tangannya. Ia merasa sangat gerah saat itu.
"Memangnya kamu dari mana, Mona? Sejak tadi pagi minta izin keluar sama Mbak dan baru kembali sekarang," tanya Risa penuh selidik.
"Aku baru saja ditraktir sama temen cowokku, Mbak. Kebetulan dia baru saja gajian dan membelikan aku semua barang belanjaan ini," jawab Mona dengan wajah semringah.
Risa terdiam sejenak. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya yang hari ini juga gajian.
"Memangnya siapa lelaki itu, Mona? Apa Mbak mengenalnya?"
Mona menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak. Mbak tidak pernah mengenalnya. Dia salah satu kakak kelasku ketika masih sekolah."
"Apa dia sudah punya istri?" tanya Risa lagi. Kali ini wajah Risa terlihat begitu serius menatap Mona.
"Ehmmm," gumam Mona dengan ekspresi wajah bingung.
"Jangan bilang lelaki itu sudah punya istri, Mona. Jika itu benar, sebaiknya segera lupakan dia. Kasihan anak istrinya. Ingatlah, Mona, karma itu berlaku. Jika hari ini kamu menjadi orang ke-tiga di kehidupan orang lain, suatu hari nanti seseorang pasti akan hadir dan menjadi orang ke-tiga di kehidupan rumah tanggamu," tutur Risa, mencoba mengingatkan Mona.
Mona menatap lekat kedua bola mata Risa yang tampak teduh dan menenangkan. Kata-kata yang meluncur dari bibir kakaknya itu benar-benar berhasil menyentil hati kecilnya.
"Kamu dengar Mbak 'kan, Mona?"
"Ya, Mbak. Aku dengar," lirih Mona.
Mona menundukkan kepalanya menghadap lantai. Sementara Risa masih saja memperhatikan wajah adiknya itu dengan seksama.
"Kamu tidak sedang sakit 'kan, Mona?" tanya Risa dengan wajah heran.
Mona mengangkat kepalanya sembari menggeleng pelan. "Tidak, Mbak. Memangnya kenapa?"
"Wajahmu tampak pucat, Mona. Sebaiknya kamu periksa ke dokter. Takutnya tekanan darahmu rendah lagi," lanjut Risa. Mengingat Mona pernah jatuh sakit dengan kasus yang sama.
Mona meraih ponselnya kemudian bercermin di layar benda pipih tersebut. Ia memperhatikan wajahnya dengan seksama dan apa yang dikatakan oleh Risa memang benar adanya. Wajahnya tampak memucat dan ia pun sudah merasakan hal itu sejak beberapa hari yang lalu.
"Benar 'kan?" Risa menimpali.
"Ya, Mbak benar. Aku pun memang merasa wajahku tampak memucat beberapa hari ini. Cuma aku pikir itu hanya perasaanku saja. Jadi, aku tidak terlalu mempedulikannya," jelas Mona, masih menatap bayangannya di layar ponsel.
"Sebaiknya kamu segera cek ke klinik yang ada di depan gang. Jika kamu tidak punya uang, Mbak bisa minta ke Mas Arga," ucap Risa lagi.
"Hmmm, tidak usah, Mbak. Aku punya uang, kok. Besok aku periksa sendiri ke sana."
"Apa perlu Mbak temani? Sekalian ajak Lily jalan-jalan," tanya Risa.
Mona tampak berpikir sejenak. Setelah beberapa detik berikutnya, ia pun tersenyum. "Baiklah, aku setuju. Tapi, aku tidak merepotkan Mbak Risa, 'kan?"
Risa menggeleng pelan. "Tidak. Lagian Mbak ingin ajak Lily sekalian jalan-jalan."
"Baiklah."
***
Menjelang malam.
Risa menghampiri Arga yang duduk berselonjoran di ranjang sambil bersandar. Seperti biasa, ia tengah sibuk dengan benda pipih kesayangannya. Risa menghampiri Arga kemudian duduk di sampingnya.
"Mas, malam ini aku sudah bersih dan aku bisa melayani Mas hingga puas," bisik Risa sambil memeluk lengan kekar Arga.
Arga menghentikan aksinya untuk beberapa saat. Ia menoleh ke arah Risa dengan ekspresi wajah dingin. "Tapi sepertinya aku tidak bisa melakukannya, Risa. Aku lelah sekali sebab hari ini pekerjaanku begitu menumpuk," jawab Arga sambil memijat-mijat pundaknya.
Risa tampak sedih sekaligus kecewa. Di saat ia siap melayani hasrat sang suami, suaminya malah menolak dengan alasan lelah. Padahal selama ini Arga tidak pernah absen meminta jatah kepadanya.
"Mas tidak sedang berbohong padaku, 'kan?" tanya Risa dengan mata berkaca-kaca.
"Bohong?" Arga mulai meninggikan nada suaranya. "Kenapa aku harus bohong padamu, Risa?"
"Mas tidak pernah sekali pun menolak jika aku ajak. Tapi kali ini Mas menolak ajakanku. Padahal kita sudah lama tidak melakukannya. Wajar saja 'kan aku mempertanyakan hal itu padamu?" jelas Risa dengan bibir bergetar.
Arga memutarkan bola matanya. Tampak jelas di wajahnya bahwa saat itu ia tidak berminat membahas persoalan tersebut.
"Sudahlah, Risa. Jangan mengada-ada! Aku hanya lelah, itu saja! Kita bisa melakukanya besok malam tanpa harus berdebat seperti ini 'kan?" Arga segera menjatuhkan dirinya di kasur dan berbaring miring membelakangi Risa.
Risa menghembuskan napas berat dan akhirnya memilih untuk berbaring dengan posisi membelakangi Arga.
...***...