NovelToon NovelToon
Reany

Reany

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aerishh Taher

Selama tujuh tahun, Reani mencintai Juna dalam diam...meski mereka sebenarnya sudah menikah.


Hubungan mereka disembunyikan rapi, seolah keberadaannya harus menjadi rahasia memalukan di mata dunia Juna.

Namun malam itu, di pesta ulang tahun Juna yang megah, Reani menyaksikan sesuatu yang mematahkan seluruh harapannya. Di panggung utama, di bawah cahaya gemerlap dan sorak tamu undangan, Juna berdiri dengan senyum yang paling tulus....untuk wanita lain.

Renata...
Cinta pertamanya juna
Dan di hadapan semua orang, Juna memperlakukan Renata seolah dialah satu-satunya yang layak berdiri di sampingnya.

Reani hanya bisa berdiri di antara keramaian, menyembunyikan air mata di balik senyum yang hancur.


Saat lampu pesta berkelip, ia membuat keputusan paling berani dalam hidupnya.

memutuskan tidak mencintai Juna lagi dan pergi.

Tapi siapa sangka, kepergiannya justru menjadi awal dari penyesalan panjang Juna... Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 : Pertemuan

Kafe itu tidak terlalu ramai, hanya suara sendok dan mesin kopi yang terdengar. Reani memilih duduk dekat jendela. Ia sengaja datang lima menit lebih awal, tapi sejak tadi ia hanya menatap bayangan sendiri di sendok teh.

Langkah berat berhenti di depan mejanya.

Reani mengangkat kepala.

Lelaki itu berdiri tegap, seolah tulang punggungnya tidak pernah mengenal kata “membungkuk”. Tingginya menjulang, sekitar 189 cm. Kulitnya bersih dengan garis rahang tegas. Mata coklat keemasan itu dingin, tetapi tidak kosong. Bulu matanya lentik, alisnya teratur—tidak tebal, tidak tipis, tepat di tengah. Bibirnya merah muda, bentuknya rapi dan simetris.

Gerhana Alfonso.

Terlalu tampan sampai Reani sempat lupa cara bernapas.

“Reani?” suaranya datar, rendah, dan sangat serius.

Reani berdiri sedikit. “Iya. Kamu Gerhana?”

Dia mengangguk pelan. “Atau Gerald. Pilih mana saja yang lebih mudah.”

Gerakannya kaku. Bahkan ketika menarik kursi pun, ia melakukannya seperti mengikuti instruksi pelatihan militer. Reani hampir tersenyum, tapi ia menahannya.

Gerhana duduk. Punggungnya tetap tegak, kedua tangan bertumpu di atas paha.

Seperti menghadiri rapat direksi, bukan kencan perkenalan.

Pelayan muncul, menaruh segelas air. Gerhana sekilas tampak tidak tahu harus melakukan apa dengan gelas itu.

“Kamu sudah pesan?” Gerhana mencoba membuka percakapan.

“Iya, matcha,” jawab Reani sambil mengangkat gelasnya sedikit.

Gerhana mengangguk cepat, terlalu cepat. “Bagus.”

Ia langsung mengedip beberapa kali—mungkin sadar jawabannya aneh.

“Maksud saya… bagus kalau kamu tidak menunggu lama.”

Reani menundukkan kepala, mencoba menutupi senyum. Gerald ini… usaha sekali.

“Kamu suka matcha?” lanjutnya lagi.

“Suka. Rasanya stabil,” kata Reani.

Gerhana menatap gelasnya. “Aku tidak tahu rasanya minuman membuat stabil.”

Reani terkikik. “Semua orang membutuhkan ketenangan bukan?”

Gerhana terdiam sejenak. “Yaaa.... tapi aku… lebih sering kesal dibandingkan tenang.”

Reani menutup mulutnya. Hampir tertawa lagi. Dia jujur, polos, tapi tetap dengan wajah datar itu.

“Maaf,” lanjut Gerhana. “Aku tidak pandai berbicara, tapi aku sedang mencoba.”

Reani terdiam sesaat. Kata-kata itu tidak dibuat-buat.

“Tidak apa, kamu nggak perlu maksa jadi orang lain,” ujar Reani.

Gerhana terlihat sedikit lega. Hanya sedikit—tapi Reani melihat perbedaannya.

Dia mengalihkan pembicaraan. “Hmm hobi kamu apa?”

Reani menjawab dulu. “Menulis, masak, dan traveling, tapi traveling-nya pilih tempat yang tenang.”

Gerhana mendengarkan dengan fokus seperti sedang memeriksa laporan keuangan.

“Menarik,” katanya akhirnya.

Reani menaikkan alis. “Kamu bilang menarik kayak dosen yang baca skripsi.”

Gerhana diam dua detik. Bibirnya sedikit terangkat, tipis sekali, hampir tidak terlihat.

“Aku memang tidak pandai mengekspresikan sesuatu. Tapi… aku benar-benar tertarik.”

Reani kehilangan kata.

Giliran Gerhana bicara tentang dirinya. “Aku… tidak punya banyak hobi. Hanya  makan dan traveling… itu pun karena pekerjaan, bukan pilihan.”

“Jadi apa yang bikin kamu senang?” tanya Reani.

Gerhana terdiam lebih lama. Matanya bergerak sedikit, seolah ia mencari jawaban yang jujur.

“Aku belum tahu,” katanya pelan. “Tapi hari ini… aku merasa senang.”

Reani merasakan panas naik ke pipinya.

Gerhana cepat-cepat mengarahkan pandangan ke jendela, seakan menyesal sudah jujur.

Mereka mengobrol sampai waktu terasa lewat begitu saja. Topiknya sederhana—film, makanan aneh yang pernah mereka coba, tempat terbodoh yang pernah mereka kunjungi karena tersasar. Setiap kali Gerhana merasa jawabannya terlalu dingin, ia berusaha memperbaikinya. Setiap usaha itu—walau kaku—justru membuat Reani nyaman.

Ketika berdiri untuk pulang, Gerhana berdiri terlalu cepat. Kursinya sampai sedikit berbunyi.

“Reani,” panggilnya.

“Hm?”

“Aku ingin bertemu lagi,” ujarnya jujur. “Kalau kamu tidak keberatan… dengan sikapku yang seperti ini.”

Reani tertawa kecil. “Gerald, kamu lucu.”

Gerhana terlihat tidak terima. “Aku tidak sedang melucu.”

“Itu dia yang lucu.”

Gerhana memalingkan wajah, tapi Reani melihat sudut bibir itu terangkat sedikit.

Ia membukakan pintu kafe untuk Reani, gerakannya masih kaku namun perhatian.

Reani keluar lebih dulu.

Gerhana mengikuti pelan.

___

Perjalanan pulang terasa lebih panjang dari biasanya. Mobil melaju stabil melewati lampu-lampu kota, tapi kabin terasa penuh oleh sesuatu yang tidak terlihat.

Reani menatap ke luar jendela, pura-pura sibuk dengan pemandangan malam.

Di sebelahnya, Gerald duduk tegap seperti biasa. Kaku. Terlalu formal untuk sebuah perjalanan pulang setelah “kencan pertama”.

Beberapa kali Gerald menghirup napas, siap berbicara.

“Rea—”

Reani menoleh cepat.

Gerald mengerjapkan mata.

“Tidak… bukan. Bukan apa-apa.”

Hening lagi.

Lima menit kemudian, Gerald mencoba lagi.

“Re—”

Reani menoleh. Lagi-lagi.

Gerald langsung menutup mulut, wajahnya mengeras.

“Tidak jadi.”

Reani menahan tawa. Degup jantungnya sendiri sudah cukup memalukan.

Gerald terlihat… malu.

Sosok 189 cm yang seperti patung hidup itu, dengan wajah tegas dan mata tajam, kini terlihat seperti anak sekolah pertama kali menyukai seseorang.

Sampai akhirnya mobil berhenti di depan gerbang Mansion Wijaya.

Doroti sudah menunggu di bawah tangga, berdiri kaku seakan menanti hasil ujian negara.

Saat Gerald keluar dari mobil, ekspresi Doroti langsung berubah. Mata membesar, mulut menganga kecil. Ia mundur dua langkah tanpa sadar, seperti melihat sesuatu yang membuat bulu kuduknya naik.

Reani mengernyit melihat reaksi itu.

Gerald mendekat ke Reani, suaranya rendah namun lebih lembut dari biasanya.

“Rea, aku harap… kita bisa bertemu lagi. Kalau kamu bersedia.”

Ia terlihat menahan napas sebelum melanjutkan, “Aku menunggu kabarmu. Aku pulang dulu.”

Reani mengangguk. “Ya… aku akan mengabarimu.”

Gerald pergi setelah menunduk sopan pada Doroti dan Sisilia yang baru muncul.

Mobilnya menjauh, dan udara di sekeliling terasa berubah.

Reani langsung menoleh ke Doroti.

“Kenapa kamu mundur begitu?”

Doroti menelan ludah keras. “Aku… cuma… sedikit takut padanya.”

“Takut? Gerhana tidak menakutkan. Dia malah sangat manis,” kata Reani santai.

Doroti menatap Reani seolah mendengar hal paling absurd di dunia.

“Manis dari mananya? Kau itu gila, Rea! Dia itu—aku pernah lihat dia mence—”

“Doroti!”

Suara Sisilia memotong dengan keras.

Doroti langsung terdiam.

“Jangan bilang hal aneh tentang Gerhana,” lanjut Sisilia dengan nada memperingatkan.

Reani menatap ibunya. “Mence apa, Doroti?”

Doroti berkeringat. “Nggak, Rea lupakan saja. Emm… gimana tadi Gerhana?”

Sisilia langsung menggandeng tangan putrinya, memasang senyum yang sangat lebar.

“Ya, sayang. Gimana tadi pertemuan kalian?”

Nada suaranya terdengar seperti berusaha mengalihkan topik sepenuhnya.

“Mama, Doroti tadi bilang—”

“Nah, ayo masuk dulu. Di dalam lebih hangat,” potong Sisilia cepat.

Mereka berjalan dari pelataran menuju gedung utama, melewati taman luas yang remang. Doroti mengikuti dari belakang, masih menatap ke arah gerbang seolah memastikan Gerald sudah benar-benar jauh.

Setibanya di ruang keluarga, Sisilia langsung duduk di sofa, sikapnya berubah menjadi formal seperti ingin rapat keluarga.

“Ceritakan semuanya,” kata Sisilia, menatap Reani penuh harap.

Doroti duduk di samping Reani, mencondongkan badan.

“Ya, Rea! Detail. Jangan skip satu detik pun.”

Reani meraih bantal sofa, memeluknya, memutar bola mata.

“Mama, Doroti… bisa kalian pelan-pelan dulu? Aku baru turun dari mobil, napas aja belum benar.”

Tapi jelas—baik Sisilia maupun Doroti sudah siap menyiksa Reani dengan interogasi.

Dan Reani tahu—malam ini akan panjang.

bersambung.....​

1
Noor hidayati
wah saingan juna ga kaleng kaleng
Noor hidayati
ayahnya juna tinggal diluar kota kan,waktu ayahnya meninggal juna balik kampung,ibunya juna itu tinggal dikampung juga atau dikota sama dengan juna,ibunya juna kok bisa ikut campur tentang perusahaan dan gayanya bak sosialita,aku kira ibunya juna tinggal dikampung dan hidup bersahaja
drpiupou: balik Lampung bukan kampung beneran kak, maksudnya kita kecil gitu.
ibunya Juna itu sok kaya kak 🤣
total 1 replies
Noor hidayati
mereka berdua,juna dan renata belum mendapatkan syok terapi,mungkin kalau juna sudah tahu reani anak konglomerat dia akan berbalik mengejar reani dan meninggalkan renata
drpiupou: bener kak
total 1 replies
Noor hidayati
lanjuuuuuuuut
Aulia
rekomended
drpiupou
🌹🕊️🕊️👍👍👍👍
Noor hidayati
apa rambut yang sudah disanggul bisa disibak kan thor🙏🙏
drpiupou: makasih reader, udah diperbaiki/Smile/
total 2 replies
Noor hidayati
juna berarti ga kenal keluarga reani
drpiupou: bener kak, nanti akan ada di eps selanjutnya.
total 2 replies
Noor hidayati
definisi orang tidak tahu diri banget,ditolong malah menggigit orang yang menolongnya,juna dan renata siap siap saja kehancuran sudah didepan mata
Noor hidayati
lanjuuuuuuut
Noor hidayati
kok belum up juga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!