Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Bu Clara, yang sudah menerima laporan detail dari Bi Ijah berusaha keras menyembunyikan senyum puasnya saat makan malam bersama putranya.
Ethan meletakkan garpu dengan suara pelan. "Mama, aku sudah menemukan wanita itu," katanya, pandangannya lurus ke mata Bu Clara.
Sebenarnya Bu Clara sangat penasaran apa yang terjadi antara Vanya dan Ethan tadi sore yang tiba-tiba membawa pulang sekretarisnya dengan pakaian yang basah. "Iya, siapa dia?" tanyanya dengan nada penasaran yang dibuat-buat, meskipun di dalam hati dia sudah menyiapkan pesta syukuran.
"Vanya," jawab Ethan. "Sekretarisku. Ternyata malam itu aku bersamanya. Aku baru melihat wajah aslinya tadi sore, dan aku ingat, wanita itu adalah dia."
Bu Clara semakin tersenyum lebar. Dia semakin antusias mendengar cerita Ethan. "Lalu? Bagaimana kamu bisa yakin?"
Ethan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Dia punya tanda yang aku tinggalkan di dekat lehernya. Vanya yang tanpa kacamata itu adalah wanita yang berbeda, Ma. Aku ingin bertanggung jawab. Aku ingin menikahinya."
Bu Clara mengangguk-angguk, memainkan garpu peraknya. "Lalu kenapa kamu tidak langsung melamarnya saja?"
"Sepertinya Vanya tidak akan mau karena dia terus menutupinya. Dia menolak terang-terangan. Dia bilang dia bukan wanita itu." Ethan mendengus frustrasi. "Dia terus berusaha kabur dan mengelak."
"Kalau begitu kamu berusaha saja," saran Bu Clara dengan tenang. Dia menyuapkan sepotong daging ke dalam mulutnya. "Dia pasti akan luluh. Jangan terlalu terburu-buru. Ada beberapa wanita, apalagi yang karakternya keras seperti yang kamu deskripsikan, tidak suka terlalu didesak. Dekati dia perlahan. Tunjukkan sisi lembutmu."
Ethan berpikir sejenak. Saran mamanya terasa masuk akal. Dia tidak pernah mengejar wanita, jadi dia tidak tahu aturan mainnya.
"Kalau begitu Mama akan membatalkan perjodohanku dengan anaknya Pak Bima, kan?" tanya Ethan, nadanya penuh harapan.
Bu Clara tersenyum miring, senyum penuh rahasia yang tidak diketahui Ethan. "Iya, kalau kamu sudah berhasil mendapatkan sekretaris kamu. Mama akan langsung membatalkannya."
Bu Clara menghela napas dan menatap Ethan dengan senyum liciknya. Mereka orang yang sama. Mereka benar-benar jodoh karena selalu dipertemukan dalam ketidaksengajaan.
"Dia sekretarismu, calon tunanganmu, dan wanita malam yang kamu cari. Ethan harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan Vanya. Ini akan menjadi drama romantis yang seru!" batin Bu Clara.
***
Pagi itu, Vanya memasuki kantor Sigma Corp dengan langkah penuh kehati-hatian. Dia berhenti sesaat di pintu masuk, matanya sibuk memindai sekeliling, memastikan Ethan tidak ada di dekatnya. Setelah memastikan jalur aman, dia berjalan menuju lift.
Dia menunggu di depan pintu lift, menarik napas lega. Pasti dia masih di parkiran, pikir Vanya. Namun, lagi-lagi, takdir romantis selalu mempertemukannya dan Ethan.
Ethan kini berdiri di dekatnya dan tersenyum menatap Vanya. Senyuman yang penuh makna, lembut, dan membuat Vanya merinding. "Selamat pagi, Vanya," sapanya, suaranya manis sekali.
Vanya merinding mendengar ucapan selamat pagi itu. Dia menggeser kakinya, buru-buru masuk ke dalam lift, dan menempel di sudut terjauh.
Ethan mengikutinya masuk, disusul oleh Raka yang masih tampak pucat.
"Raka, kenapa kamu sudah masuk?" tanya Ethan. "Kamu istirahat saja dulu di rumah. Belum pulih total, kan?" Sebenarnya dia ingin berduaan saja dengan Vanya seharian itu.
Raka bingung. Dia menatap Ethan dengan alis terangkat. "Pak Ethan, saya memang sudah sembuh. Bukankah izin sehari saja awalnya tidak boleh?" Raka menatap Ethan menyelidik. "Bos, Anda kenapa? Seperti ada yang berbeda. Bos, sedang jatuh cinta?"
Vanya semakin menepi ke sudut, dia berharap bisa menghilang dari tempat itu. Dia tidak ingin mendengar perkataan Ethan lagi yang membuatnya merinding dan membuat suasana semakin canggung.
Ethan tertawa kecil. Dia melirik sekilas ke arah Vanya, lalu menatap Raka. "Iya, aku sudah menemukan wanitaku."
Setelah pintu terbuka di lantai atas, buru-buru Vanya keluar dari lift, melarikan diri ke meja kerjanya. Dia berpura-pura sibuk, menghidupkan layar komputernya secepat kilat.
Ethan berhenti di dekat meja kerja Vanya. Dia menapakkan satu tangannya di meja, membungkuk sedikit, membuat Vanya harus mendongak.
"Ada apa, Pak?" tanya Vanya memberanikan diri. "Berkasnya masih saya periksa. Setelah saya print, saya antar ke meja Anda." Vanya menunjuk meja Ethan. Dia harus bersikap biasa saja agar Ethan tidak terus menggodanya.
Ethan hanya tersenyum simpul. "Bagus. Aku suka kamu yang fokus." Ethan kemudian masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya.
Vanya melirik Ethan dari kaca jendela di dekatnya dan bergumam pelan. "Dia benar-benar membuat merinding. Serangan cinta Tiran ini lebih menakutkan daripada omelannya."
Sedangkan Raka yang sedari tadi penasaran, kini mendekati Ethan di ruangannya.
"Ada apa? Baru sehari aku tinggal libur, mengapa sudah akrab dengan Vanya? Sudah tidak bertengkar lagi?" cecar Raka.
Ethan menyandarkan tubuhnya, matanya menatap Vanya melalui kaca. "Aku sudah menemukannya. Wanita yang bermalam denganku malam itu adalah Vanya."
Raka mengerutkan keningnya. "Kamu pernah tidur sama Vanya?!" Raka menutup bibirnya tak percaya. "Bagaimana bisa? Bukankah kamu sangat kesal padanya sampai ingin memecatnya setiap hari?"
"Tanpa sengaja kita bertemu di bar dan sama-sama mabuk. Aku mengingatnya saat dia melepas kacamatanya."
"Ya ampun!" Raka memukul keningnya sendiri. "Jadi ... ternyata kamu beneran tidak impoten?"
Ethan langsung menutup mulut Raka lalu mendorongnya menjauh. "Jangan sebut kata itu lagi! Aku sudah membuktikannya, makanya sekarang aku ingin mendapatkannya. Secara sah!"
Raka menarik napas, wajahnya serius dan semakin duduk di dekat Ethan. "Ethan, sebagai sahabat aku ingin memberi tahu kamu. Perasaan kamu yang menggebu ini, itu pasti karena hawa naf su, bukan karena cinta. Kamu ingin mendapatkannya karena naf.su kamu sesaat, bukan karena perasaan cinta. Kamu pikirkan dulu. Kalau memang kamu tidak punya perasaan, jangan mengejar dan mempermainkannya."
Ethan melipat kedua tangannya dan bersandar di kursi kebesarannya. Dia menatap Vanya yang masih sibuk di meja kerjanya.
"Kamu salah. Sebenarnya aku sudah jatuh cinta sama dia sejak pandangan pertama. Aku merasa dia berbeda dari wanita lainnya. Hanya dia yang berani membentakku dan memarahiku. Aku cari wanita yang seperti itu. Makanya, aku langsung menerimanya menjadi sekretaris, agar dia selalu ada di dekatku. Malam itu adalah takdir yang membuatku semakin yakin dengan perasaanku."
Raka tak habis pikir. Hanya dalam beberapa hari bertemu Vanya, Ethan sudah berubah drastis menjadi Pengejar Cinta Obsesif. "Memang kamu agak berbeda, dibentak dan dimaki malah jatuh cinta. Aneh."