Ditahun ketiga pernikahan, Laras baru tahu ternyata pria yang hidup bersamanya selama ini tidak pernah mencintainya. Semua kelembutan Hasbi untuk menutupi semua kebohongan pria itu. Laras yang teramat mencintai Hasbi sangat terpukul dengan apa yang diketahuinya..
Lantas apa yang memicu Laras balas dendam? Luka seperti apa yang Hasbi torehkan hingga membuat wanita sebaik Laras membalik perasaan cintanya menjadi benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertama kali berkunjung
"Nggak harus jual mobil juga, lagian belum lunas. " Hera menggerutu. Jemarinya meremas kesal ujung baju.
Hasbi menghela napas dalam-dalam, sungguh dia kesal dengan sikap Hera yang tak mau kalah seperti sekarang ini.
"Bisa take over, " sahut Hasbi. Suaranya terdengar jelas dan tegas. "ini satu-satunya cara agar kita dapat uang cepat." Hasbi ingin awan hitam yang menggumpal dalam hatinya luruh. Kini tidak ada lagi yang meringankan bebannya, Laras telah pergi, Hera? Alih-alih meringankan, istri sirinya itu justru semakin menambah beban pikiran.
Netra kelam Hasbi berpendar. Bias pandangannya kini samar. Menunduk kepala lelaki itu tatkala benak berkelana teringat akan Laras.
Bahwa betapa sulitnya dalam masa perkawinan mereka bersama, tak sekalipun ia dengar keluhan Laras. Gadis itu tak pernah menceritakan kesulitannya, akan tetapi selalu ada untuk dia dan Nur dimasa sulit dan butuh perannya.
Karenanya, semakin dalam pula keinginan Hasbi untuk mempertahankan Laras. Jika pun saat ini mereka bercerai, Hasbi akan mencari cara agar mereka bisa rujuk.
"Mana kunci mobil dan suratnya?"
Hera menghela napas kesal saat Hasbi meminta kunci mobil beserta suratnya. Dulu Hasbi tak begini, pikirnya.
Maka mau tak mau dia beranjak mengambil kunci mobil berikut suratnya, lalu memberikannya dengan rasa tak ikhlas dan raut penuh kemarahan.
🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄
Hasbi bangun amat pagi hari ini, hendak meninggalkan Hera yang masih tidur. Laki-laki itu ingin mengunjungi rumah keluarga Mario, dimana menurut informasi Laras ada di sana. Meski sedikit ragu-ragu. Hasbi tak pernah datang meskipun dia menikah dengan Laras sudah tiga tahun lamanya.
Hasbi yang sedang mengenakan jam tangan menoleh saat Hera menggeliat.
"Mau kemana, pagi-pagi banget?"
Hera berpikir tidak mungkin mobilnya laku secepat itu, baru semalam, apa Hasbi menawarkan harga terlalu rendah?
Hasbi tersenyum sebelum mendekat. Laki-laki yang sudah rapi itu mencondongkan kepala untuk sebuah kecupan selamat pagi di kening putri kecilnya yang masih senantiasa memejamkan mata. Lalu menjawab pertanyaan istrinya.
"Aku pergi dulu. Aku ingin menemui Laras, ada hal yang perlu kami bicarakan."
Hera membalik badan dan menutupi tubuhnya dengan selimut sebelum berkata,
"Kenapa dalam otakmu masih terisi Laras dan Laras? Kalian sudah cerai!" Hera terdengar kesal.
Hasbi enggan menanggapi, ia khawatir jika dia menjawabnya mereka akan bertengkar pada akhirnya, maka Hasbi langsung keluar tanpa menjawab gerutuan Hera.
Hasbi tiba di rumah keluarga Mario saat matahari telah meninggi. Gerbang panjang itu terbuka setelah dia mengaku sebagai suami dari Laras.
Rumah keluarga Mario memiliki petugas keamanan lumayan banyak, tentunya cukup menegangkan untuk orang yang baru berkunjung seperti Hasbi.
Itu bukan rumah tapi kastil. Hasbi yang datang bersama temannya bernama Hamzah, tak berhenti berdecak kagum saat memasuki rumah keluarga Mario. Hamzah tak perduli Hasbi di sebelahnya sedang gugup karena harus mencari alasan yang tepat agar diizinkan masuk ke dalam dan bisa menemui Laras. Hamzah begitu kentara kalau sedang terpukau dengan kemewahan rumah keluarga Mario.
Satu keluarga tinggal di area yang bisa menampung satu kampung.
"Selamat datang,"
"Selamat siang, istri saya ada di rumah?" tanya Hasbi cepat.
"Istri Anda??" pria berseragam biru dongker itu tampak mengerutkan dahi.
Hasbi mengeluarkan handphone miliknya, mencari photo buku nikah yang pernah ia abadikan. Dan tak lama kemudian menunjukkan potret tersebut kearah petugas keamanan.
"Anda suaminya Mba Laras? Mari saya antarkan ke dalam," jawab pria berseragam itu.
Mobil Hasbi diparkiran oleh pria tersebut, kemudian Hasbi masuk, langkahnya di ekori oleh Hamzah, kepala pelayan mengarahkan mereka ke sebuah ruangan yang terasa hangat, mewah dan unik dengan atap tinggi dan jendela jendela besar.
Hasbi dipersilahkan duduk di sofa lebar dan panjang dengan tumpukan bantal, menunggu kepala pelayan yang katanya akan memanggilkan Laras.
"Siapa yang datang, Merlin?"