Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Sambil Menyelam Minum ....
Bab 23
Sakti mendengarkan penjelasan Weni dan Nara hanya senyum-senyum melihat penolakan Sakti. Berusaha membujuk Sakti yang jelas menolak ide Nara agar mau menjadi model dadakan, Weni sampai memohon karena Sakti adalah kandidat yang cocok.
“Mas, please, mau yah.”
“Ngaco kalian,” ujar Sakti lalu duduk di samping Nara. “Cari aja yang lain. Model itu harus ganteng, macho dan percaya diri.”
“Dan itu semua ada di kamu,” bisik Nara.
Sambil memeluk lengan Sakti bahkan menyandarkan dagu pada bahu suaminya. Hembusan nafas terasa hangat di wajah dan terasa menggelitik membuat Sakti merinding disko.
“Ra, jangan bercanda ah. Banyak orang di sini.”
“Ish, mesum.” Nara menjauh dan mencubit pinggang Sakti. “Mau ya, kamu cocok kok. Ini hanya iklan digital. Jadi, cukup berpose sesuai arahan aja.”
“Nanti aku terkenal banyak fans, kamu cemburu.”
Nara mencibir. “Percaya diri sekali, anda.”
Sakti terkekeh. “Kalau aku setuju, dapat apa?”
Weni sigap membacakan hak Sakti dan kompensasi sebagai model. Sangat tidak tertarik dengan keuntungan yang didapat.
“Dari kamu aku dapat apa?” Sambil tersenyum penuh arti, Sakti merapatkan tubuhnya dan merangkul bahu Nara.
“Aku tahu isi kepalamu ya.” Telunjuk Nara menjauhkan kepala Sakti.
“Tahu apa? Aku tanya dapat apa kalau setuju jadi model. Waktu kamu sempit loh.”
“Ya nggak dapat apa-apa, urusannya sama perusahaan bukan dengan aku.”
Sakti terkekeh lalu berbisik. Nara terbelalak dan memukul pah4 Sakti yang malah tergelak.
“Ngaco kamu.”
“Ya nggak lah, sudah hak aku kok.”
“Nggak ada, kita belum sedekat itu,” tolak Nara. “Cari yang lain Wen. Yang ini penampilan oke, tapi otaknya tidak waras.”
“Tapi kak, kalau dadakan gini memang sulit, model kita semuanya sibuk.”
“Tuh, waktu kalian mepet,” ujar Sakti. “Atau ganti deh, lakukan dua permintaan dari aku.”
“Ini lagi, pasti permintaan yang tadi. Nggak ada.” Nara menggeleng dan melayangkan pandangan ke arah lain. Sakti memang konyol, di saat sempit begini malah mencari kesempatan. Bisa-bisanya Sakti membisikan permintaan konyol dengan meminta haknya sebagai suami. Belum saatnya, hubungan mereka belum sejauh itu. Mana tahu Sakti tidak serius dengan pernikahan mereka.
“Bukan Ra. Serius lah, dua permintaan. Yang pertama temani aku racing weekend ini, satu lagi lihat nanti. Gimana?”
Nara menatap Sakti, tidak terlihat ada kebohongan di pandangannya. Sudah tidak ada kandidat lagi, solusi ada di depan matanya. Kenapa pula malah dia yang ditodong begini.
Seakan berada di ujung tanduk. Iklan sudah dateline, persiapan sudah oke dan tidak mungkin diundur karena harus keluar budget lagi. Menatap sekeliling lalu menghela nafasnya.
“Wen, urus kontraknya,” titah Nara.
“Siap kak.”
Weni langsung sigap dengan laptop, sedangkan Sakti terkekeh senang.
“Pasti aku menang kalau ditemani sama kamu. Sekalian kita honeymoon ya.”
“Jangan ngelunjak,” cetus Nara.
“Sambil menyelam minum bandrek Ra. Padahal mah tinggal jawab, iya sayangku.” Sakti berdiri dan melepas jaketnya. “Ini serius aku jadi model. Kalau hasilnya nggak bagus, jangan dihujat apalagi kena denda.”
“Nanti ada pengarah gaya, kamu tinggal ikuti arahan aja. Aldi,” teriak Nara.
“Apa sih cin, nama gue Alda.” Seorang pria dengan gaya melambai menyahut dan menghampiri sofa di mana Nara dan Sakti berada. Mendorong rak berisi pakaian pria tergantung di sana. “Ayo, ganteng ganti baju dulu. Nara memang pintar mencari bakat terpendam. Kamu pasti laku dan jadi famous.”
“Udah sana, ganti kostum kamu!” titah Nara.
“Pertama pakai yang ini ya. Ya ampun, pasti keren banget kamu. Ayo ganti dulu,” ujar Aldi menyodorkan setelan resmi dengan gantungan. “Mau gue bantu?”
“Nggak usah. Kamu aja Ra, yang bantu aku ganti ini.”
Nara menunduk melepas sepatunya dan Sakti langsung menghindar sambil tertawa menuju toilet membawa setelan yang harus dia pakai.
***
Nara berdiri sambil bersedekap memperhatikan Sakti yang sedang bergaya. Memang masih kaku, tapi pose dan pesonanya tidak kalah dengan model papan atas. Weni mengerjakan hal lain dengan laptop.
“Cin, laki lo keren total. Baek-baek abis ini patah hati karena fansnya pasti banyak.”
Menjawab ocehan Aldi, Nara berdecak dan tatapannya tetap tertuju Sakti. Seorang fotografer dan asistennya juga seorang pengarah gaya sibuk dengan tugasnya masing-masing. Kilatan blitz kamera seakan tidak berhenti seiring dengan pengambilan gambar.
“Oke, cukup. Ganti kostum ya.”
Aldi langsung menghampiri Sakti dan menarik tangan pria itu.
“Ini mah nggak pake kostum lebih laku.”
“Ck, jangan aneh-aneh,” cetus Nara dan Aldi malah terkekeh dengan gaya kemayu.
Berikutnya Sakti menggunakan gaya sporty. Dengan celana training, kaos dan sepatu kets seperti akan berolahraga.
“Ini lengan kausnya kita gulung, biar terlihat makin h0t.”
“Nggak usah, biasa aja,” usul Nara.
Sakti menyempatkan membuka ponsel mengecek panggilan atau pesan masuk dan kembali meletakan ponsel di atas meja.
“Kalau ada telpon kamu jawab aja ya, apalagi Marko. Pasti urusan duit. Beres ini kita foto berdua ya, Ra. Kayaknya belum ada dokumentasi kita berdua deh.”
“Udah sana, kerja dulu.” Nara menggerakkan tangan seakan mengusir Sakti. Sempat memfoto Sakti dengan ponselnya lalu memposting di media sosial. Tentu saja wajah Sakti dipasangi stiker, misterius dan membuat penasaran.
Empat kali berganti kostum, akhirnya pengambilan gambar pun selesai. Untuk orang baru dan awam seperti sakti, termasuk cepat karena tidak sampai tiga jam sudah selesai.
Menempati sofa di samping Nara yang sibuk dengan ponsel. Sakti sempat melihat isi layar percakapan, tapi tidak cemburu karena isinya mengenai pekerjaan. Ada notif pesan di ponsel Sakti.
“Ra, pihak WO sudah di lobby.”
“Diminta kemari aja,” usul Nara.
Dua orang pihak WO yang datang. Rupanya Opa serius dengan resepsi pernikahan Nara dan Sakti. Selain sudah menunjuk WO, bahkan lokasi pun sudah ditentukan. Termasuk juga tanggal.
“Tiga minggu lagi?” Nara dan Sakti serempak bertanya.
“Betul, sesuai persetujuan Pak Jimmy.”
“Nggak salah, dua minggu itu sebentar lagi.”
“Kami tahu Mas Sakti dan Mbak Nara sangat sibuk, semua sudah by schedule. Minggu ini kita rampungkan undangan, foto prewed dan fitting busana,” jelas pihak WO.
“Dan ini konsep pernikahannya, kalau bisa hari ini sudah putus akan pakai yang mana.” Petugas WO lainnya menyodorkan tablet yang menunjukan aplikasi katalog. “Atau mas dan mbak punya konsep lain, tidak masalah bisa kami sesuaikan.”
Sakti menggeser layar melihat konsep resepsi yang sudah ada. Nara membuka ponselnya mengecek jadwal kerja dengan waktu resepsi. Mengarahkan Weni agar mengosongkan beberapa hari di kisaran tanggal tersebut.
“Konsep yang mana?” tanya Sakti. “Ini kayaknya bagus, cocok sama kamu. Elegan, glamour dan romantis.” Sakti menunjukan layar tablet dan Nara mengangguk setuju.
“Untuk paket honeymoon mau diambil sekalian?”
“Boleh.”
“Tidak.”
Sahut Sakti dan Nara serempak.
\=\=\=\=
Pembaca : Siap-siap Nara, kera sakti terkenal nanti uget-uget makin banyak
Nara : gue lempar petasan
Sakti : tenang aja sayang, aku padamu
Author : gumoh
ada aja bahasa lo sak, kalau kata nara mah lebay tapi dia demen mesam mesem sendiri😂😂
heran orang ko ribet banget ya biarin aja toh mereka ini yang nikah. situ kalau iri ya tinggal nikah nih sellir nganggur 😂😂
gayanya ngentol abis ra ehhhhhh demen juga kan di sekop sekop kerasakti🤭🤣🤣🤣🤣
bakal gimana itu keseruannya???