NovelToon NovelToon
Istri Sang Presdir

Istri Sang Presdir

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Perjodohan / Tamat
Popularitas:28.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Casanova

Perjalanan Kisah Cinta Om Pram dan Kailla -Season 2

Ini adalah kelanjutan dari Novel dengan Judul Istri Kecil Sang Presdir.

Kisah ini menceritakan seorang gadis, Kailla yang harus mengorbankan masa mudanya dan terpaksa menikah dengan laki-laki yang sudah dianggap Om nya sendiri, Pram.

Dan Pram terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang Ibu, disaat tahu istrinya adalah putri dari orang yang sudah menghancurkan keluarga mereka.

Disinilah masalah dimulai, saat sang Ibu meminta Pram menikahi wanita lain dan membalaskan dendam keluarga mereka pada istrinya sendiri.

Akankah Pram tega menyakiti istrinya, di saat dia tahu kalau kematian ayahnya disebabkan mertuanya sendiri.

Akankah Kailla tetap bertahan di sisi Pram, disaat mengetahui kalau suaminya sendiri ingin membalas dendam padanya. Akankah dia tetap bertahan atau pergi?

Ikuti perjalanan rumah tangga Kailla dan Om Pram.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 : Berkunjung ke Makam Papa

Mobil yang dikendarai Bayu terlihat berhenti di sebuah toko bunga. Tak lama Bayu pun turun dan membantu Kailla membuka pintu mobil.

“Bay, kamu kan sering ikut bersama suamiku. Papanya suka bunga seperti apa ya?” tanya Kailla meminta pendapat.

Dia benar-benar kebingungan saat ini. Tidak punya gambaran atau pun bayangan kesukaan papanya mertuanya seperti apa.

“Non, aku tidak tahu menahu masalah itu,” sahut Bayu, menggaruk kepalanya, tidak kalah bingung dibanding sang majikan.

Kailla melangkah dengan pasrah, masuk ke dalam toko bunga. Tidak sampai setengah jam, dia sudah kembali dengan sebuket bunga mawar merah kombinasi putih yang berhias renda merah di tangan kanannya.

“Itu cantik Non!” celetuk Bayu berkomentar, melihat rangkaian bunga yang dibeli majikannya.

“Bay, kita ke toko buah ya. Pilih toko yang menjual buah terbaik, untuk mama mertuaku,” sahut Kailla, tersenyum menatap buket bunga yang diletakkan di sampingnya.

Sampai di toko buah, Kailla sendiri khusus memilih buah-buahan terbaik yang akan dibawa ke rumah mama mertuanya. Dengan bantuan pegawai toko, Kailla minta dikemas secantik mungkin di dalam keranjang rotan.

Dengan menenteng sekeranjang buah-buah import pilihannya dan sebuah kotak mika, Kailla kembali ke mobil dan meminta Bayu membawanya ke kantor Pram.

“Bay, lanjut ke kantor ya!” perintah Kailla, tersenyum. Lega karena semua hal yang diminta suaminya sudah disiapkannya.

***

Tiba di lobby kantor RD Group, Kailla melangkah turun dari mobil menenteng tas tangan dan sebuah kotak mika berisi potongan buah segar yang dibelinya tadi di toko buah.

Tersenyum pada beberapa karyawan kantor yang menyapanya. Dia sudah tidak sabar menemui Pram dan melaporkan hasil kerjanya. Kailla sengaja tidak membawa turun buket bunga dan keranjang buah yang dititipkan di mobil bersama Bayu.

“Ste, suamiku di dalam?” tanya Kailla pada sang sekretaris yang sedang mengamati beberapa file di mejanya.

“Ah.. Nyonya, cantik sekali hari ini,” sapa Stella, tersenyum.

“Pak Pram ada di dalam, sudah menunggu pujaaan hatinya dari tadi,” goda Stella pada istri atasannya.

Kailla hanya tersenyum, sembari mendorong pintu dengan tangan kirinya.

“Sayang!” sapa Kailla saat melihat Pram yang sedang menyiapkan makan siangnya.

“Kai, kamu sudah datang,” sahut Pram, tersenyum menatap istrinya.

“Iya, kamu tidak makan di luar?” tanya Kailla, menghampiri Pram.

“Aku takut kamu datang. Jadi aku minta Stella memesan makan siang untukku,” jawab Pram.

Terlihat dia melepas mangkok makan siangnya dan merengkuh pinggang Kailla supaya mendekatinya. Membawa istrinya itu duduk di atas pangkuannya.

“Aku merindukanmu Sayang. Kamu sudah makan siang?” tanya Pram.

“Belum, aku membawakanmu buah potong. Tadi aku mampir ke toko buah,” sahut Kailla menggeleng.

Mendengar Kailla yang belum makan siang, Pram langsung menyodorkan jatah makan siangnya.

“Makan sekarang, Sayang,” pinta Pram, mendorong mangkok makanan itu ke depan Kailla.

“Kamu?” tanya Kailla, mengalungkan kedua tangannya di leher sang suami.

“Aku akan meminta Stella memesan lagi untukku. Kamu makan duluan saja,” ucap Pran tersenyum, membantu menyuapkan makanan itu ke mulut Kailla.

“Berbagi saja Sayang. Kamu tidak lapar?” tanya Kailla masih saja memeluk manja leher sang suami.

“Kamu lebih membutuhkannya. Aku akan mulai menabur benih di ladang ini, jadi kamu harus selalu sehat dan tidak kekurangan asupan. Supaya benihku cepat tumbuh subur disini,” sahut Pram, mengusap perut istrinya.

Pram sudah menghubungi Stella, meminta sekretarisnya datang ke ruangan. Tak lama terdengar suara ketukan di pintu.

“Iya Pak,” sapa Stella mengulum senyumannya.

Istri Presdirnya sedang duduk pangkuan sang Presdir dan sibuk menghabiskan makan siang yang tadi di pesannya.

“Pesankan aku makan siang seperti tadi,” perintah Pram, pandangannya tertuju pada Kailla yang sedang menikmati makan siangnya tanpa terganggu dengan kehadiran Stella diantara mereka.

“Baik Pak,” jawab Stella, memilih segera meninggalkan ruangan.

“Sayang, itu enak sekali?” tanya Pram heran.

“Enak, kamu mau mencobanya?” tawar Kailla.

“Tidak, habiskan saja untukmu.”

“Kamu tadi membeli apa untuk mama?” tanya Pram, memeluk pinggang Kailla yang masih saja sibuk menikmati makan siangnya.

“Aku membeli buah. Aku tidak tahu kesukaan mama,” jawab Kailla, mengalihkan pandangannya.

“Iya, tidak apa-apa,” sahut Pram tersenyum.

“Setelah makan siang, kita berangkat. Aku sudah meminta David mengurus semua pekerjaanku di kantor,” jelas Pram.

Kailla mengangguk, membersihkan habis sisa makanan di dalam mangkok hitam itu sampai tidak tersisa sebutir nasi pun.

“Kamu lapar sekali?” tanya Pram terkekeh melihat cara makan Kailla.

“Iya, tadi pagi aku tidak makan banyak.”

Beberapa menit kemudian, Stella sudah masuk kembali, membawa makan siang untuk Pram.

“Silahkan Pak!” sodor Stella ke atas meja kerja Pram.

“Terimakasih Ste,” sahut Kailla yang sudah berdiri di samping Pram. Mengambil alih dan menyiapkan makan siang itu untuk sang suami.

“Nih Sayang,” sodor Kailla, setelah membuka plastik pembungkus yang menutupi mangkok hitam berisi nasi campur.

Pram yang memang sudah lapar, segera melahap makan siangnya. Melihat itu Kailla terkekeh, memilih duduk di sofa.

“Sayang, apa mama akan menghinaku seperti kemarin lagi?” tanya Kailla tiba-tiba. Menatap sedih ke arah Pram.

“Kenapa berkata begitu?” tanya Pram, mengangkat pandangannya.

“Aku hanya bertanya. Kalau memang seperti itu, aku harus mempersiapkan diri,” jawab Kailla.

“Apa yang akan kamu lakukan? Jangan melakukan hal yang tidak-tidak!” ancam Pram.

“Aku akan mengerjainya juga, seperti aku mengerjaimu!” sahut Kailla, menyeringai licik.

“Jangan bertindak bodoh. Kalau kamu mencintaiku. Tolong buktikan ke mama, kalau kamu memang pantas jadi istriku,” pinta Pram.

“Iya, tapi kalau mama mengajakku bertengkar, aku tidak berjanji untuk tidak meladeninya.

“Kai...!” Pram mengingatkan.

“Sayang, kalau mama mengajakku bertarung, sebagai istri yang baik, aku harus meladeninya juga,” sahut Kailla usil.

“Jangan membuat kepalaku bertambah pusing Kai. Ingat yang aku katakan, kalau kamu melakukan kesalahan, aku tidak akan membelamu,” ancam Pram.

“Iya Sayang, kenapa jadi cerewet sekali!” keluh Kailla.

***

Bayu menghentikan mobilnya di sebuah pemakaman umum. Terlihat Kailla keheranan menatap dari jendela mobil. Ada beberapa rumah tinggal tidak terlalu jauh dari pemakaman.

“Sayang, rumah papa dekat sini?” tanya Kailla masih bingung.

“Hmmm,” gumam Pram, tersenyum dan mengangguk.

“Sayang, aku tunggu di mobil ya. Minta papa saja yang kesini. Atau ketemu di restoran saja,” pinta Kailla, bergidik melihat ada ratusan batu nisan yang tersusun rapi di sisi kiri mobil.

Pemakaman ini jauh berbeda dengan tempat pemakaman mamanya. Disini nisan-nisannya bertumpuk dengan jarak antara satu dengan yang lain begitu dekat. Sepanjang mata memandang hanya makam dan beberapa pohon kamboja.

Tidak bisa dibandingkan memang, mama Rania dimakamkan di pemakaman elite dengan harga dan biaya perawatan yang berkali-kali lipat dibanding disini. Tapi papa Pram hanya dimakamkan di tempat biasa. Sama seperti orang kebanyakan.

“Ayo turun!” ajak Pram meraih tangan Kailla.

“Ha..!?” Kailla kaget dan menolak turun.

“Sayang, minta papa saja kesini,” rengek Kailla sekali lagi.

“Papa tidak bisa kesini. Rumah papa disana!” tunjuk Pram ke arah barisan batu nisan.

“Ha... Bagaimana jalan kesana?” ucap Kailla, membayangkan harus berjalan, melewati batu nisan yang saling berdempetan.

“Ayo tidak apa-apa. Ini sama saja saat kita ke rumah mama Rania,” bujuk Pram, menarik turun istrinya.

“Bawakan bunga itu bersamamu. Kamu yang akan memberinya langsung,” perintah Pram.

“Tapi Sayang...,” bisik Kailla.

“Tidak apa-apa, suatu saat kita juga akan berada disana. Kenapa harus takut, ada aku,” bujuk Pram.

Dengan ragu-ragu Kailla turun, memeluk erat lengan Pram.

“Sayang ini tidak apa-apa aku lewati?” tanya Kailla saat kakinya hampir menyenggol salah satu nisan.

“Tidak apa-apa,” sahut Pram tersenyum.

Tak lama, Pram berhenti di salah satu pusara sederhana. Di batu nisan tertulis nama Pratama Indraguna.

“Ini papa,” ucap Pram, mengenalkan pada Kailla.

“Ayo, kemarilah.” Pram mengajak Kailla berjongkok, mendekat dengan nisan yang tertulis nama papanya.

“Pa, aku membawa menantumu, Kailla Riadi Dirgantara,” bisik Pram sambil menyentuh batu nisan.

Ada rasa sedih di hati Pram, setiap berkunjung kesini. Selama ini, makam papanya tidak pernah dikunjungi, tidak pernah ada yang melantunkan doa. Baru empat tahun ini, dia rutin mengunjungi dan mengirim doa untuk papanya.

Tapi hari ini beban di hatinya sedikit terangkat, dia sudah membawa menantu papa satu-satunya. Menantu yang selama ini hanya disebutkan namanya saja setiap berkunjung kesini.

“Kamu tidak ingin mengatakan sesuatu?” tanya Pram, mengenggam tangan Kailla yang ikut berjongkok di sebelahnya.

Kailla menggeleng, hanya meletakkan buket bunga itu di samping nisan.

“Pa, restui kami. Aku masih harus meminta restu dari mama. Semoga, aku bisa berkunjung kesini lagi dengan membawa cucu-cucumu,” ucap Pram tersenyum memandang Kailla.

***

Terimakasih

Love You all

Mohon tinggalkan jejak like dan komennya

1
Ellya Muchdiana
bagus begitu Kailla, laki laki egois harus diberi pelajaran
Siska Oktavia
ok
Khairul Azam
ceritanya bagus, tp klo berlebihsn jg gak bagus
Ratna Dewi
disini yg keren autornya... kata2nya selalu tertata rapi dan menyayat hati... lanjut terus tour kutunggu karya2 terbarumu.. /Heart//Heart/
Arye Ghad'iz BinAngun
nangis nangis Bombay aku 😭😭
E
Luar biasa
Suprawani Mami
baca yg ke 4xnya tetep asyikk
Abiy Dewa
Luar biasa
Wiji Lestari
Bayu keren bisa menyadarkan sisi egonya kayla
Maftu Chah
Luar biasa
Siti Saja
Buruk
Linda Liddia
Udh baca dari season 1 2 3 bagus bgt critanya Thor..Thor gak ada season 4 utk kelanjutan crita pram kailla & anak2nya Thor..
Casanova: ada kak. di aplikasi pena hijau
total 1 replies
Rosanti
Luar biasa
an
baaguuuss
Noor Jannah
Kecewa
Noor Jannah
Buruk
zira
kaila ga ada hormatnya dgn suaminya yg ekstra sabar...dia lupa klo dia juga berhubungan dgn pria lain, pakai pelukan lagi
zira
seharusnya Kaila bisa menjaga dirinya, tidak asal main peluk, tidak ada suami dan di tempat umum
Beby Toy
baguss banget udah baca yg ketiga kalinya 🥰
zira
Kaila kualat...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!