NovelToon NovelToon
JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berbaikan / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:254
Nilai: 5
Nama Author: Sarah Siti

JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN

Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!

Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.

Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?

Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

LUKA YANG TAK TERUCAP

Langit mulai meredup saat Zhao menatap kosong ke arah jendela kamarnya. Angin sore berembus pelan, tapi pikirannya masih terperangkap dalam percakapan siang tadi bersama Pangeran Wang.

Tatapan pria itu... dingin, namun penuh beban. Kata-kata ibunya jelas mengiris, dan Zhao bisa merasakannya. Sebagai seorang istri, hatinya pedih melihat Wang dipaksa tunduk pada ambisi sang Permaisuri, tanpa sedikit pun ruang untuk bernapas sebagai seorang anak.

"Aku tidak bisa diam saja..." bisik Zhao pada dirinya sendiri.

"Nona, tidak. Kumohon, jangan lakukan itu..." ucap Meilan dengan nada khawatir saat melihat Zhao bersiap-siap hendak keluar istana.

Zhao menoleh. "Meilan, aku harus menemuinya."

"Permaisuri bisa menghukum Anda! Anda tahu betapa ia tak menyukai Anda, ini terlalu berisiko..."

"Tapi diam juga bentuk keegoisan. Jika aku tidak berdiri untuknya, siapa lagi?"

Meilan terdiam. Ia tahu betul, jika sudah seperti ini, tak ada yang bisa menghentikan tekad wanita itu.

Zhao melangkah mantap menuju kediaman Permaisuri, meski dadanya terasa sesak. Tapi bukan karena takut… melainkan karena ia tahu, luka yang akan dibuka nanti bukan hanya milik Pangeran Wang, tapi juga luka-luka lama yang selama ini didiamkan.

---

Di kediaman Permaisuri, suasana begitu sunyi dan tenang terlalu tenang, hingga rasanya menusuk.

Permaisuri menatap Zhao dari balik kursi rendah berlapis kain sutra ungu. Senyum anggunnya tetap terukir, namun tatapannya tajam seperti pisau.

“Istri pangeran Wang datang menemuiku tanpa undangan. Kukira kau sudah lebih tahu diri setelah kejadian sebelumnya,” ucap Permaisuri pelan, namun penuh tekanan.

Zhao membungkuk dengan tenang.

> “Saya datang bukan sebagai menantu, tapi sebagai istri. Istri dari putra Yang Mulia. Dan sebagai istrinya… saya tak bisa tinggal diam melihat suami saya terus dipaksa menanggung beban yang anda buat untuknya.”

“Begitu ya?” Permaisuri mengangkat alis. “Sayang sekali, seorang istri yang bahkan belum mampu memberikan keturunan, kini datang ingin mengatur cara seorang ibu memperlakukan anaknya.”

“Saya tidak berniat mengatur,” jawab Zhao tegas. “Saya hanya tidak ingin melihat suami saya hidup dalam tekanan dan luka. Jika Yang Mulia ingin ia melangkah lebih tinggi, beri dia ruang. Jangan membunuhnya dengan ambisi yang bukan miliknya.”

Permaisuri menatap lekat-lekat. Bibirnya melengkung tipis.

“Kau… benar-benar mirip dengan wanita itu,” bisiknya. “Ibunya Pangeran Yu. Wanita sok lembut yang nyaris membuat kaisar dan Wang menjauh dariku. Kau pikir kelembutan bisa menyelamatkanmu? Justru itu yang membuatmu lemah.”

Zhao menunduk sebentar, lalu menatap balik dengan mata yang teguh.

“Jika Yang Mulia ingin membawa wanita lain ke sisinya, silakan. Tapi mohon jangan memaksa. Jika hatinya menerima, saya akan mundur tanpa satu kata. Tapi jika tidak… maka saya harap Yang Mulia tak perlu lagi mencampuri urusan Pangeran Wang makanannya, kesehatannya, bahkan pakaiannya. Biarkan saya yang mengurus semuanya sebagai istrinya.”

Seketika, wajah Permaisuri berubah. Tatapannya mengeras, suaranya meninggi.

“Kau...! Dasar wanita tak tahu tempat! Kau pikir kau siapa bisa bicara begitu di hadapanku?!”

Namun Zhao tidak mundur sedikit pun.

“Saya hanya seorang istri,” ucapnya tegas. “Tapi istri yang mendukung suaminya dan akan berdiri di sisinya bahkan saat dunia melawan. Semua ini saya lakukan demi dirinya.”

Zhao menarik napas dalam, lalu mengucapkan kalimat terakhir dengan suara datar namun penuh makna.

“Dan… jangan sampai saya harus mengingatkan Yang Mulia tentang seorang ibu yang diasingkan… dan seorang anak yang kehilangan ibunya karena ulah Anda sendiri.”

Permaisuri tercekat. Tidak ada kata yang keluar. Hanya tatapan diam yang entah terisi amarah atau luka lama yang dibangkitkan.

Zhao membungkuk singkat dan pergi dengan tenang.

---

Di luar ruangan, angin sore menyambutnya. Tapi ada yang lain.

Pangeran Wang berdiri tak jauh dari pintu, diam, menyandarkan tubuh pada tiang batu. Meilan berdiri di sisi, menunduk ia pasti yang memberi tahu.

Zhao menghentikan langkahnya, sedikit terkejut.

Wang tidak mengatakan apa pun. Ia hanya menatapnya dalam diam.

Lalu perlahan, tangannya terulur, menggenggam tangan Zhao dengan lembut. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya hangat, tulus, dan seolah berkata: “Aku dengar semuanya.”

Tanpa sepatah kata, mereka berjalan berdampingan menyusuri lorong istana Permaisuri yang dingin dan sepi.

Langkah demi langkah, tanpa suara, tapi penuh makna.

Dan senja mengiringi mereka pulang ke kediaman mereka tempat yang kini tak hanya disebut rumah, tapi juga perlindungan.

Udara di kediaman mereka malam itu terasa berbeda. Tidak ada angin, tidak ada suara pelayan yang sibuk berlalu lalang seperti biasanya. Hanya cahaya lampu minyak yang menari di dinding, dan dua orang yang kini duduk berhadapan dalam diam.

Pangeran Wang memandangi Zhao cukup lama sebelum akhirnya membuka suara.

“Apa yang membuatmu begitu nekat… menemuinya?” Suaranya tenang, tapi ada kekhawatiran yang jelas tergambar di matanya.

Zhao mengangkat wajahnya perlahan. Tatapannya jujur, tidak menghindar.

“Aku tidak tahan melihatmu terus dipaksa menjadi sesuatu yang bukan dirimu,” katanya pelan. “Aku tahu aku bukan siapa-siapa di mata nya, tapi... aku tidak bisa membiarkanmu berdiri sendiri. Setidaknya, kalau pun ada yang harus dimarahi atau dihukum, biar itu aku.”

Pangeran Wang menghela napas pelan, lalu menatap langit-langit ruangan sejenak. “Kau tahu, aku tidak ingin kau terluka karena urusan yang seharusnya kutanggung sendiri.”

Zhao tersenyum lemah. “Aku tahu. Tapi jika aku hanya berdiri di sisimu saat segalanya mudah… maka aku bukan istri yang pantas. Aku ingin bersamamu bukan hanya saat kau kuat, tapi juga saat kau tertekan dan lelah.”

Wang menunduk, seolah menyembunyikan perasaan yang tak bisa ia ucapkan begitu saja. Lalu suaranya kembali terdengar, kali ini lebih lembut.

“Kau bahkan... menyinggung soal ibu Yu. Itu bukan hal yang ringan untuk dibicarakan, terutama di hadapannya.”

Zhao mengangguk, pelan. “Maaf... aku tahu itu menyakitkan. Tapi... aku harus membuatnya diam. Karena jika tidak... dia tak akan berhenti menekanmu. Dan aku tak ingin melihatmu patah hanya demi menjadi putra mahkota.”

Pangeran Wang menatapnya lama, seolah sedang menilai seseorang yang baru saja menunjukkan sisi lain dari dirinya.

“Kau benar,” katanya akhirnya. “Ibuku... sering kali lupa bahwa yang dia paksakan padaku, justru membuatku ingin lari. Dan kau... satu-satunya yang tak pernah memaksaku jadi apa-apa.”

Ia bangkit perlahan, duduk di sisi Zhao, lalu menggenggam tangan istrinya erat.

“Aku tidak pernah meminta dukunganmu,” ucap Wang, suaranya nyaris berbisik. “Tapi sejak awal, kau sudah memberikannya dengan caramu sendiri.”

Zhao terdiam, Pangeran Wang menatap Zhao lama, hingga akhirnya bersuara, pelan dan penuh makna.

“Zhao aku ingin hubungan kita bukan hanya sekedar hubungan suami istri yang seperi ini, tapi lebih menjadi suami istri yang seutuhnya.”

Zhao mengerutkan kening pelan. “Apa maksudmu… belum utuh?”

Wang menatapnya dalam, lalu menggenggam tangan Zhao dengan kedua tangannya.

“Kita sudah hidup bersama. Tapi aku tahu… aku belum benar-benar membukakan seluruh hatiku padamu. Aku belum benar-benar mengajakmu menatap masa depan yang utuh. Hari ini… setelah semua yang kau lakukan… aku sadar. Aku ingin kita membangun keluarga bersama. Tinggal di satu atap sebagai suami-istri seutuhnya. Punya banyak anak. Hidup sampai tua... bersama.”

Zhao terdiam. Hatinya seolah menghangat dalam sekejap. Ia tidak pernah menyangka pria yang selama ini terlihat dingin dan sulit didekati, menyimpan keinginan yang begitu tulus bersamanya.

Ia tersenyum malu, pipinya bersemu merah.

“Aku juga ingin menjadi istri yang seutuhnya untukmu. Aku akan belajar, menjadi lebih baik… bukan hanya di sisimu, tapi untukmu.”

Lalu Zhao menatap Wang sambil menahan tawa. “Dan... aku harap mulai malam ini, kita tak akan bertengkar lagi tentang siapa yang tidur di atas dan siapa yang di bawah.”

Pangeran Wang tertawa kecil, suara tawanya pelan namun tulus.

“Kalau begitu, jangan rebut tempatku lagi,” ucapnya menggoda.

Zhao ikut tertawa, lalu tanpa sadar membenamkan wajahnya di dada pria itu. Pelukan mereka terasa hangat, tenang, dan tak ada jarak.

Tak ada kecanggungan. Tak ada batasan.

Yang tersisa hanya dua hati yang akhirnya mulai menyatu.

Tapi pelukan mereka itu bukan akhir dari segalanya melainkan awal.

Untuk pertama kalinya, mereka tak hanya berbagi ruang, tapi berbagi tujuan. Namun di luar tembok hangat kediaman mereka, dunia tak berhenti bergerak. Mata-mata tetap mengintai, dan suara-suara sumbang mulai bergema di balik tirai kekuasaan.

Zhao tahu... cinta saja tak cukup. Jika ingin tetap di sisi Wang, ia harus lebih dari sekadar istri ia harus jadi perisai, sekutu, dan teman seperjuangan.

Dan perjuangan itu... baru saja dimulai.

Di sisi lain istana, Permaisuri duduk di ruang pribadinya yang sepi. Lilin di depannya mulai mengecil, tapi pikirannya jauh dari api.

Ucapan Zhao berputar-putar di kepalanya.

"Jangan sampai saya mengingatkan Anda tentang seorang ibu yang diasingkan… dan seorang anak yang kehilangan ibunya."

Tangannya menggenggam erat lengan kursi. Luka lama yang selama ini ia kubur, terbuka kembali.

Sosok wanita lembut yang dulu dicintai kaisar. Wanita yang membuat Pangeran Wang begitu dekat hingga ia merasa tersingkir… lalu membuat keputusan yang hingga hari ini masih membekas.

Ia mencoba menepis bayangan itu, tapi suara Zhao terlalu jelas terlalu nyata untuk diabaikan.

Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Permaisuri merasa... kalah

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!