Aldena Faradila tak menyangka akhirnya harus kembali ke tempat yang paling dihindarinya selama lima tahun ini. Dena harus kembali karena saudara kembarnya yang jatuh sakit dan juga wasiat dari Vania, almarhum ibunya.
Kembalinya Dena ke rumah almarhum maminya membuat keluarga papinya tak suka dan mencoba mengusirnya kembali.
Sayangnya, Dena lima tahun yang lalu sudah berubah dan kini bersiap membalaskan dendam dan sakit hatinya.
Rupanya semua tak berjalan semulus apa yang direncanakan oleh Dena. Dia harus menikah sebelum usianya dua puluh lima tahun dengan lelaki yang sudah dipilihkan oleh almarhum maminya.
Apakah Dena bersedia menikah dengan Gara, atau lebih memilih kehilangan harta warisannya? Lalu bagaimana jika ternyata Dena masih belum bisa melupakan masa lalunya yang ternyata keponakan dari Gara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naira_W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ijab Kabul Dengan Luka
"Saya terima nikah dan kawinnya Aldena Faradila binti Tedi Apriawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas logam mulia seberat 52 gram dibayar tunai." suara lantang seorang lelaki menggema tanpa ragu.
Tak lama kemudian kata SAH pun terdengar dari para saksi.
Suara riuh dan tepuk tangan pun tak ketinggalan.
Dena yang sedang duduk dalam kamarnya hanya bisa tersenyum tipis melihat prosesi ijab kabulnya dari layar kecil ponselnya. Dia menonton melalui live streaming akun Maira, keponakan Anggara yang memang aktif di media sosial.
Gadis yang kini sah menjadi istri Anggara Dimas Sutedjo itu hanya berharap jika pilihan maminya adalah yang terbaik.
"Mami nggak mungkin sembarangan cari suami buat kamu. Walaupun dulu dia pernah salah mencari suami, tapi nggak mungkin mami kamu melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya." ucapan Tante Dita selalu terngiang di telinganya.
"Dena... Ayo kita turun dan temui suami kamu." kata Tante Dita yang sudah berada di depan pintu kamarnya.
Wanita yang tak muda itu terlihat cantik dalam balutan kebaya biru muda.
"Jangan kaget nanti ya." ucap Tante Dita yang tersenyum namun sorot matanya terlihat khawatir.
"Kenapa memangnya, Tan?" tanya Dena
"Nggak kenapa-kenapa, yang penting kalian semua baik-baik saja." jawab Tante Dita dengan ambigu.
Dena berjalan ke arah tempat dilaksanakannya ijab kabul.
Lelaki yang menggunakan jas hitam yang agak kekecilan hingga tak dikancing. Rambut hitamnya tertutup denga peci hitam bukan blangkon bermotif sama dengan batik bawahan mereka.
Aneh.... Dena merasa ada yang aneh. Apalagi wajah bude.. eh mbak Nanda yang terlihat menangis. Bukan karena haru, wajah wanita itu terlihat khawatir menatap ke arah adik bungsunya.
Dena mengernyit bingung, otaknya berpikir cepat.
Bukannya Anggara harusnya menggunakan beskap putih senada dengan kebayanya.
Ya, itu dia... Kenapa bajunya jadi beda dan terlihat tak cocok buat Anggara.
Lalu itu...
Di dahinya terlihat ada perban yang menempel di sana. Walaupun benda itu tak mengurangi kadar ketampanannya, tapi terasa mengganggu.
"Nanti... Selesaikan acaranya dulu. Baru minta penjelasan kepada suamimu." kata Tante Dita yang menenangkan keponakannya.
Anggara berjalan dengan sedikit terpincang-pincang, menghampiri Dena.
Lelaki itu menyambut Dena dengan ukuran tangannya. Anggara tetap tersenyum sambil mengedipkan matanya. Seolah-olah mengatakan kalau dia baik-baik saja.
Apa yang terjadi? Dena tau suaminya tidak baik-baik saja. Karena sempat Dena dengar lelaki itu meringis saat melakukan sungkeman.
Dena tau Anggara terluka cukup parah dan menahan semua rasa sakit demi kelancaran acara hari ini.
Dena pun tak bisa lagi menikmati sisa proses acara pernikahannya.
Dia hanya berharap acara segera selesai dan meminta penjelasan pada Anggara. Kenapa bisa datang dengan keadaan babak belur seperti ini.
***
"Dasar bego, gue udah bayar mahal. Tapi kenapa bisa gagal. Hah???" Evan terlihat mengamuk saat mendapatkan kabar jika rencananya tak berhasil.
Padahal orang yang dibayar oleh Evan untuk menyabotase toko dan menghadang Anggara adalah orang profesional.
Tapi kenapa masih bisa lolos, harusnya adik bungsu ayahnya itu berada di ICU.
Dia membanting ponsel mahalnya ke lantai hingga layarnya terlihat retak.
"Sial..." maki Evan
Tangannya merogoh kocek celananya dan mengambil bungkus rokok.
"Aaarghhh... An*ing."
Kakinya menendang meja hingga terpelanting ke sudut ruangan. Membuat seorang asisten rumah tangganya yang sedang berada di dapur itu terkejut dan mengintip.
Dia sudah tau jika majikan laki-lakinya itu memiliki temperamen yang buruk dan sering berlaku kasar pada istrinya.
Demi keselamatan, wanita paruh baya itupun memilih keluar lewat pintu samping. Karena dia tak mau habis babak belur di tangan lelaki itu.
Evan menoleh ke arah jam dinding. Sudah lewat tengah hari.
Pasti saat ini Anggara sudah sampai di rumah Dena dan melaksanakan ijab kabul.
Evan merasa sangat marah, dia ingin melampiaskan kemarahannya. Tapi tak ada Asta di rumah ini.
Sudah dua malam ini Evan kembali ke rumah pribadinya. Tanpa Asta, karena dia sudah menalak wanita itu.
Asta pun tak pulang ke rumah ini ataupun menghubunginya seperti sebelum-sebelumnya.
Evan bisa berbuat seenaknya pada Asta karena mengira perempuan itu pasti akan mengemis-ngemis untuk kembali padanya. Belum lagi Kana, mertuanya itu selalu membela Evan dan menyuruh Asta kembali ke rumahnya.
Tentu saja Kana tak berani pada Evan walaupun dia menyakiti fisik dan mental Asta.
Evan memiliki kartu AS yang membuat Kana tak berkutik dan menuruti semua permintaan Evan.
Jangan dikira Asta itu dicintai oleh ibunya. Memang saat itu Kana mati-matian memaksanya untuk menikahi Asta. Tapi alasannya karena status sosial. Apalagi saat itu dia baru menikah dengan Tedi. Kana tak mau kehilangan muka di depan suaminya.
Kana ingin statusnya yang hina itu berubah menjadi wanita terhormat dan memiliki besan dari keluarga terpandang.
Evan bersedia menikahi Asta, tapi dengan menukarkan kebebasan wanita itu. Evan boleh melakukan apa saja pada Asta termasuk menyiksanya.
Wanita murahan itu hanya mendapatkan status sebagai istri Evan. Tapi selama ini, Asta tetap dianggap dan diperlakukan seperti budak oleh Evan.
Saat ini dia butuh Asta untuk pelampiasan kemarahannya.
Lelaki itu pun segera mengambil ponselnya yang retak separuh namun masih bisa digunakan. Ditekannya nomor wanita yang sudah lima tahun ini mendampinginya.
Tapi beberapa kali Evan mencoba, nomornya tak tersambung. Sepertinya Asta memblokir nomornya.
"Jalang sialan... Sudah berani rupanya." ucap Evan geram.
Dia mengetuk-ngetuk pelan kepalanya dengan ponsel.
"Ayo berpikir Evan... Pikir... Pikir...." ucapnya.
Matanya menatap nyalang ke arah sekeliling ruangan itu. Hingga manik hitamnya terfokus pada pigura di dinding.
Seketika saja Evan tersenyum sinis. Otak liciknya bekerja cepat kali ini.
"Mau main-main. Ayo, aku ladeni.. Tapi biar lebih seru, kali ini taruhannya adalah nyawa." kata Evan lalu tertawa keras.
❤❤❤❤❤
kirain sahabatan.
taunya musuhan .
❤❤❤❤❤
asisten minta potong gaji ini..
😀😀😀❤😉😉❤❤❤❤
semuanya tau fonk...
😀😀😀❤❤❤❤
masak tulisan tangan istri yg 20 thn bersama gak apal..
jadi bisa dikibuli kana..
😀😀😀❤❤❤
Anggaraaaaa...
laki2 superrrrrrr..
😀😀❤❤❤❤❤❤
❤❤😉❤❤❤
❤❤❤❤❤
makasi mau melanjutkan novel sang pemilik hati..
aku suka ama kak author yg tanggung jawab gini..
mkasi..
❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😘😘😘😘😗😗😗😙😙😙
❤❤❤❤❤
emang laki2 bwneran..
Anggara2...
lope2 dehhhh..
semangatttt...
❤❤❤❤
apa yg akn Evan lakukan lagi..
???
❤❤❤❤❤❤
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤