AKU BUKAN PELACUR
Tan Palupi Gulizar nama yang manis. Namun tak semanis perjalanan hidup yang harus ia lalui untuk mencari jawaban siapa jati dirinya yang sebenarnya.
Sosok yang selama ini melindungi dan membesarkannya, ternyata menyimpan sebuah cerita dan misteri tentang siapa dia sebenarnya.
Lika-liku asmara cinta seorang detektif, yang terjerat perjanjian.
Ikuti kisah kasih asmara beda usia, jangan lupa komentar dan kritik membangun, like, rate ⭐🖐️
Selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Palupi, melangkah ke dalam villa dan tidak lama kembali lagi dengan membawa beberapa camilan. Palupi berjalan dengan anggun dengan tetap memakai high heels agar terbiasa.
Hatinya semakin penasaran dalam mengurai setiap cerita Liana yang ternyata sangat menguras rasa.
'Ahhh dunia memang penuh misteri. Begitu rumitnya Tuhan menciptakan mahluk hidup dengan segala kepelbagaian yang tercipta dalam hidup dan kehidupannya,' batin palupi sambil menggelengkan kepalanya. Palupi menghempaskan kembali tubuhnya pada tempat duduk di sisi Liana, sambil sedikit melirik ke arah Liana yang sedang memainkan ponselnya.
Tak lama kemudian terjadi percakapan lewat ponselnya. Raut wajah Liana terlihat menegang dan sangat serius dalam menjawab telpon tersebut. Liana agak menjauh dari Palupi, dan mencari tempat yang lebih nyaman untuk berbicara tanpa didengar oleh siapapun.
Palupi masih setia menunggu, sambil sesekali dia menyomot camilan yang dibawanya. Namun matanya tidak pernah lepas dari pandangan yang mengarah ke Liana.
'Liana, semoga kelak kau menemukan kebahagiaan yang kauharapkan. Ternyata bukan hanya aku saja yang kehilangan keluarga dan orang tua. Kau juga merasakan penderitaan yang cukup berat. Berjuang sendirian dalam menghadapi kesulitanmu. Seperti halnya aku juga kehilangan hari-hari yang ceria di masa kecilku. Aku tak pernah merasakan yang seharusnya kurasakan, yaitu mengisi hidupku dengan penuh kebahagian berisikan kasih sayang orang tuaku. Kisahmu lebih tragis dari pada yang aku duga. Semoga segera terbuka jalan bagimu untuk menuju kebahagiaan yang kau inginkan.'
Panggilan telpon pun berakhir, dengan tersenyum Liana berjalan mendekat ke arah Palupi kembali.
Sambil mengunyah camilan, Palupi bertanya, "Apakah kau sedang sedih dan merindukan saudaramu, Liana?" Tanya Palupi sambil terus menatap lekat ke arah mata Liana.
"Yah..., tentu aku merindukannya, tetapi apa boleh buat! Semua sudah terjadi. Aku adalah aib bagi keluargaku, Nona." Lagi dan lagi Liana kembali menyulut sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam rasa itu, seolah mampu melupakan beban yang selama ini ia simpan sendiri.
"Sebenarnya andai waktu bisa diputar, ingin rasanya aku kembali pada kehidupanku sebelumnya." Ujar Liana sambil menghembuskan asap rokoknya kuat-kuat.
"Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur Non. Hadeh, sudah... sudah... jadi mellow aja kan. Istirahatnya sudah lebih dari 30 menit, kita latihan lagi yuk!" Liana bangkit dan mengulurkan tangannya ke arah Palupi, dan disambut dengan senyum manis Palupi, tanpa mau beranjak dari duduknya.
"Ayolah Liana, apakah tidak sebaiknya kita istirahat dulu? Aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja, jangan memaksakan dirimu. Masih ada waktu esok," saran Palupi untuk Liana.
Palupi berusaha mengelak dari kewajibannya berlatih kembali. "Bukankah kedatangan ibuku masih ada beberapa minggu lagi? Tuan John pernah bilang akan pulang ke negaranya dulu, dan kembali ke sini dengan ibuku."
Liana tersenyum mendengar penolakan Palupi. Dia tahu bahwa gadis remaja itu berusaha mengulur waktu karena menjalani pelatihan yang cukup melelahkan.
"Nona, sebenarnya aku sangat ingin memelukmu. Aku seperti menemukan seorang adik yang bisa menerima keberadaanku tanpa menghakimi.
Namun aku sadar, tentunya kau akan merasa tidak nyaman memeluk diriku yang sudah tak normal ini. Ada rasa takut, kau akan membenciku setelah mendengar kisah hidupku. Aku sebenarnya sudah tidak mungkin kembali menjadi laki-laki lagi karena keputusanku sudah final. Namun aku takut dan ragu untuk memelukmu." Senyum kecut Liana, sambil memencet ujung hidung Palupi dengan gemas.
Sontak Palupi berdiri dan menarik tangan Liana untuk ikut berdiri. Tanpa ragu-ragu Palupi memeluk Liana sambil berbisik, "bagiku kau adalah kakakku yang cantik dan baik hati. Aku akan tetap menganggapmu sebagai kakak dan sahabat terbaikku, tak peduli apa kata dunia."
Mereka berpelukan layaknya kakak dan adik. Palupi menghapus air mata Liana yang menetes. Mereka kembali tersenyum. Hati mereka diliputi oleh kebahagiaan.
Palupi gadis remaja itu jauh lebih bijaksana dalam memandang persoalan hidup yang menyekitarinya. Dia merasa tak punya hak untuk menghakimi jalan hidup yang dipilih Liana. Biarlah semua persoalan mengalir bagaikan aliran air di sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Hidup mengikuti suratan takdir.
Mereka kembali duduk sambil menikmati camilan yang masih ada di meja.
"Apakah aku sekarang harus memanggilmu kak Liana?" Tanya Palupi. "Kalau memang demikian kita deal ya. Mulai sekarang nggak usah lagi panggil aku dengan sebutan nona yah...? Aku bukan majikanmu, kita sahabat menuju saudara, gimana...?" Palupi Menyodorkan jari kelingkingnya mengarah ke Liana.
Sambil menautkan jari kelingking mereka, Liana menjawab, "Oke deal. Tapi panggil aku tanpa sebutan kakak ya. Tetap panggil aku Liana tanpa embel-embel kakak. Karena sebutan kakak itu hanya dilakukan oleh anak buahku."
Ha..ha..ha... Tawa mereka renyah seperti kerupuk udang Sidoarjo terdengar kemriyuk.
Terdengar suara tepuk tangan, sontak saja membuat mereka terkejut dan menoleh.
John tiba-tiba hadir di antara mereka. Tentu saja kehadiran John membuat mereka sontak membalikkan tubuh mereka. Timbul rasa khawatir mengingat Palupi yang tadi sempat mengolok John dengan Liana.
"Etdah Ciynn... Jangan bikin orang kaget bisa gak sih, jantung eiyke ambyar susah mungutnya, ish." Protes spontan Liana yang membuat mereka tertawa bersama.
Palupi menghindar dari tatapan tajam John yang seolah hendak menerkamnya hidup-hidup. "Sstt... Liana! Apakah tuan John mendengarkan percakapan kita?" Mata Palupi berkedip, "dia sepertinya marah. Lihat mukanya jelek begitu."
Usai bertepuk tangan, John perlahan mendekat, sambil membawa tongkat panjang ke arah Liana. Dengan muka serius John menatap intens Liana.
Palupi yang juga merasa bersalah, karena perkataannya tentang John tadi, ikut was-was dengan apa yang akan John lakukan dengan tongkat kecil dan panjang itu.
Palupi kemudian mengikuti arah pandang John yang mengarahkan matanya menuju pundak Liana. Spontan saja tawa Palupi meledak dan terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.
"Kalian lebay, itu ulat tidak berbulu, dari pokok pohon alpukat, kenapa harus takut?"
Begitu mendengar kata ulat, Liana menjerit dan berlari berputar saking takutnya. "Lepaskan, tolong... Aku takut makhluk kecil menggelikan itu, beib ya ampun..., eiyke bisa pingsan, toloooong...!"
Suara Liana yang sedang gugup dan konyol membuat Merry berlari mendekat dengan tergopoh-gopoh, sambil membawa kemoceng. Merry segera menghalau ulat tengil itu dari pundak Liana.
Setelah ulat itu terjatuh dari pundaknya, Merry melihat pemandangan yang mengundang senyum.
Namun, sadar dengan batasannya, Merry kembali masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Sementara itu, dengan perasaan malu, Liana melepaskan pelukannya dari John yang tak berani bergerak akibat dipeluk Liana.
Palupi masih tertawa melihat tingkah Liana yang terlihat masih mengedikkan bahunya, padalah si ulat tengil itu sudah bersembunyi karena dihalau kemoceng.
"Eh, Tuan... kok sudah pulang dari kantor." Sapa Palupi yang sedang berusaha menetralkan tawanya.
Liana segera mrminta maaf karena secara refleks telah memeluk John. Namun John mengabaikan permintaan maaf Liana. Dia justru mendekati Palupi dan menegurnya. "Bukankah Gulizar sudah berjanji tidak akan memanggilku dengan sebutan tuan?"
"Ups, maaf lupa." Jawab Palupi sambil nyengir dan menutupi mulutnya.
"Ingat ya, jangan diulang lagi atau aku akan menghukummu nanti malam!" Jawab John dengan memasang wajah datar.
"Aduuuh boss, jangan menakuti adikku yang cantik ini ya. Kasihan kalau ditekan terus." Timpal Liana menengahi keduanya, sambil berusaha mencairkan suasana yang tiba-tiba kaku.
...****************...
Ada yang takut ulat tak berbulu?🤭 heheheh akupun geli 😅, kogel- kogel bikin nyari tongkat aja buat mukul😂 lanjut aja yuk Mak.
Salam sayang ku pada kalian by:RR😘🥰
TBC...
klo palupi dia terlalu baik