Cakra Atlas, seorang pria rupawan yang bekerja di sebuah bar, rela menerima pernikahan dadakan demi membayar hutang janji orang tuanya di masa lalu. Namun, siapa sangka, wanita yang dia nikahi adalah Yubie William, seorang wanita yang baru saja gagal menikah karena calon suaminya memilih menikahi wanita lain.
Yubie, yang masih terluka oleh kegagalan pernikahannya, berjanji untuk menceraikan Cakra dalam setahun ke depan. Cakra, yang tidak berharap ada cinta dalam hubungan mereka, justru merasa marah dan kesal ketika mendengar janji itu. Alih-alih membenci istrinya, Cakra berusaha untuk menaklukan Yubie dan mengambil hatinya agar tidak menceraikannya.
Dalam setahun ke depan, Cakra dan Yubie akan menjalani pernikahan yang tak terduga, di mana perasaan mereka akan diuji oleh rahasia, kesalahpahaman, dan cinta yang tumbuh di antara mereka. Apakah Cakra akan berhasil menaklukan hati Yubie, atau akankah Yubie tetap pada pendiriannya untuk menceraikannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22.
"Jangan lupa makan, Bie. Minum juga obatmu."
Cakra melirik ponselnya dan memperhatikan pesan singkat yang dari dua jam lalu sudah ia kirimkan ke nomor kontak bernama My Bie. Pesan itu sama sekali belum dibaca, masih centang dua.
Ketika Cakra menggunakan ponsel Yubie untuk menghubungi sekretaris istrinya, saat itulah Cakra mengambil kesempatan untuk bisa menukar kontak ia dan Yubie. Cakra bahkan menyimpan nomor ponselnya sendiri dengan memberi nama My Hubbie di ponsel istrinya.
Cakra menekan tombol panggil. Nada terhubung terdengar. Namun, sampai dering terakhir panggilannya tak jua kunjung diangkat oleh Yubie.
"Apa lagi tidur?" Cakra berhenti melakukan panggilan ke nomor ponsel istrinya. Ia meletakkan ponsel di atas meja dan meraih gelas minumnya.
"Maaf menunggu, Tuan Cakra. Terima kasih sudah menjagakan tas saya. Kalau begitu saya permisi lebih dulu. Senang dapat bekerja sama dengan Anda dan Safir Corp."
Seorang wanita cantik tersenyum dan sedikit menunduk pada Cakra. Ia meraih tasnya yang berada di kursi yang sempat ia tempati sebelum pergi ke toilet tadi. Ia juga mengulurkan tangan, hendak bersalaman dengan pria tampan yang merupakan pimpinan dari Safir Corp saat ini.
Namun, Cakra menolak halus. Membuat wanita cantik itu seketika merasakan kecewa. Sedari mereka menggelar meeting di club malam ini, sikap Cakra cukup terbilang santai dan ramah. Meski terlihat enggan melakukan kontak mata, karena Cakra nyaris tak pernah menatapnya.
Wanita itu pikir, saat Cakra menentukan lokasi pertemuan mereka yang berada di club. Ia sudah menganggap bahwa pria yang akan ia temui adalah pria "nakal" dan saat melihat wajah Cakra untuk pertama kalinya, ia sudah langsung dibuat jatuh hati—tampan, muda, dan trandy.
Cakra hanya mengangguk saat rekan bisnisnya itu pergi. Ia lekas menoleh ketika ponselnya berdering, tanda ada yang menghubungi. Cakra pikir itu adalah Yubie, tapi ternyata yang menelponnya adalah sang ibu, Nyonya Safira.
"Ya, Mom?" Cakra mengangkat teleponnya.
"Son, kau sedang di mana? Bagaimana keadaan istrimu?" tanya Nyonya Safira di seberang sambungan. Ibu mertua Yubie itu tahu apa yang dialami menantunya. Karena Cakra sempat mengadu bahwasannya istrinya sedang sakit.
"Aku ada di club, Mom. Yubie baik-baik saja. Hari ini aku melarangnya bekerja."
"Kamu ini ya! Masih saja suka nongkrong di club," kesal Nyonya Safira pada anak laki-lakinya.
"Aku tidak nongkrong, Mom. Aku bekerja di tempatku sendiri," kata Cakra membela diri.
"Bukannya kata Ruby hari ini kamu ada meeting?"
"Sudah selesai. Baru saja rekan bisnisnya pulang," terang Cakra pada ibunya yang langsung terkejut. Cakra masih saja membawa rekan bisnis perusahaan untuk meeting di club malam? Astaga! Putranya ini!
"Ubah kebiasaanmu itu, Son. Jangan bairkan perusahaan tanpa pemimpinnya."
"Ya, Mom."
"Iya-iya, tapi masih saja nangkring di club malam. Usahamu itu bisa diawasi oleh yang lain 'kan."
"Bagaimana kabar Crystal, Mom?" Cakra berusaha mengalihkan pembicaraan ibunya dengan menanyakan kabar sang keponakan. Daripada dirinya disemprot oleh sang ibu atas gaya kerjanya selama ini.
Ucapan Nyonya Safira pun seketika teralihkan. Dengan semangat ia menceritakan bagaimana tumbuh kembang cucu pertamanya itu. Membuat Cakra tersenyum. Karena bisa ia rasakan ibunya yang begitu merasa bahagia.
"Mommy juga menantikan cucu darimu, Son."
Deg!
Netra Cakra sedikit melebar.
"Mommy sudah mulai membuat pakaian hangat untuk cucu baru Mommy. Mommy takut terlambat seperti Crystal kemarin. Dia nya sudah lahir, pakaian rajut yang Mommy buat malah belum siap." Nyonya Safira berkelakar di ujung sana.
Sementara Cakra terdiam membisu. Mommynya ternyata juga mengharapkan cucu darinya. Tidak cukup kah hanya Crystal saja?
"Mommy juga minta maaf, Son. Mommy belum bisa menjenguk istrimu. Tapi, Mommy sudah mengirimkan makanan. Mommy harap Yubie menyukai masakan Mommy dan cepat sembuh."
"Tidak perlu meminta maaf, Mom. Seharusnya kami lah yang datang menemui Mommy."
Nyonya Safira di seberang sana tersenyum penuh pemahaman. Ia tahu Cakra dan Yubie bukanlah menikah karena dasar sama-sama cinta. Mereka bersama karena takdir Author yang menyatukan keduanya.
Namun, Nyonya Safira tidak berhenti terus memberikan semangat pada putranya. Mengingatkan Cakra untuk selalu sabar dalam menghadapi istrinya di situasi apapun, untuk siap mengalah dan jangan pernah meninggalkan Yubie. Nyonya Safira menekankan bahwa; wanita itu hanya ingin diusahakan.
Dan Cakra selalu mendengarkan dengan baik apa yang mommynya katakan. Sesuai janjinya, Cakra yakin bisa membuat rumah tangganya ini langgeng sampai selama-lamanya, dan penuh dengan cinta.
Cakra mengakhiri sambungan telepon dengan ibunya. Ia masih berada di club malam dan dari sana ia mengerjakan semua pekerjaan yang belakangan ini mulai beralih menjadi tanggung jawabnya.
Sesekali Cakra juga memeriksa ponselnya melihat pesan yang ia kirimkan pada Yubie tak kunjung dibaca. Beberapa kali menghubungi, juga tidak diterima. Tiba-tiba Cakra merasa cemas dan khawatir. Ia tidak tenang hingga memutuskan untuk pulang lebih awal.
Pukul tujuh malam, Cakra sudah tiba di kediaman keluarga William. Suasana tampak sepi, ia langsung menuju lantai dua di mana kamarnya dan Yubie berada. Cakra masuk, dan betapa terkejutnya ia saat melihat kamar yang sudah dalam kondisi begitu berantakan. Semua barang berserakan di atas lantai. Seperti ada yang baru saja mengamuk, sampai memporak porandakan seisi kamar.
Cakra menoleh ke ruang walk in closet ketika mendengar suara dari sana. Ia melangkah cepat dan pemandangan yang ia lihat membuatnya terhenti sejenak. Yubie duduk di lantai, dikelilingi oleh pakaian-pakaian Cakra yang sudah berserakan, wajahnya terbenam di tangannya, dan tubuhnya terguncang-guncang karena tangis.
"Bie?" Cakra memanggil lembut. Suaranya seperti getaran di hati Yubie.
Yubie mendongak. Mata merahnya yang basah menatap Cakra dengan campuran kesedihan serta kemarahan.
syukurlah retensimu tembus, jadi mapple emang sayang kamu.
queen salam buat mapple dan tears, ya
kamu gak suka galau lagi kan di gc atau gak bisa galau lagi, berbagi air mata
/Facepalm//Smug/