NovelToon NovelToon
Lantai Tujuh Tidak Pernah Ada

Lantai Tujuh Tidak Pernah Ada

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri
Popularitas:237
Nilai: 5
Nama Author: Siti Nuraida

SMA Adhirana dikenal sebagai sekolah elit dengan reputasi sempurna — tapi di balik tembok megahnya, beredar satu rumor yang gak pernah dibahas secara terbuka: “Lantai Tujuh.”

Katanya, gedung utama sekolah itu cuma punya enam lantai. Tapi beberapa siswa bersumpah pernah menekan tombol “7” di lift... dan tiba di lantai yang tidak tercatat di denah mana pun.

Lantai itu selalu berubah-ubah. Kadang berupa ruang kelas kosong dengan bau darah, kadang koridor panjang penuh loker berkarat. Tapi yang pasti — siapa pun yang masuk ke lantai tujuh selalu kembali dengan ingatan yang terpotong, atau malah tidak kembali sama sekali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 — Hari yang Berulang

Reina terbangun dengan kejanggalan yang menusuk. Ia sedang tidur di kasurnya, selimut menutupi badannya, seolah malam sebelumnya tidak pernah terjadi. Tidak ada bekas keringat dingin, tidak ada jejak teror.

Ia bangkit. Hal pertama yang ia lihat adalah dinding kamar kosnya. Putih polos. Bersih.

Tulisan "KAU BUKAN REINA YANG ASLI" sudah hilang tanpa bekas. Seolah itu hanyalah ilusi yang ia lihat di tengah kelelahan.

Reina berjalan ke meja belajarnya. Buku-buku yang semalam ia lihat pindah posisi, kini kembali tertata rapi di sisi kiri. Gelas minumnya diletakkan persis di tengah tatakan.

Ia menatap jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul 07:07.

Reina mendekat. Jam itu tidak berdetak. Macet.

07:07. Itu adalah waktu yang sama yang ia lihat di pagi hari terakhir mereka di Lantai Tujuh. Waktu yang sama saat jam macet di kamarnya kemarin.

Tepat saat ia menyentuh jam itu, jarum jam itu berdetak keras, melompat mundur ke pukul 04:30. Realitas baru saja menyesuaikan dirinya.

"Tidak," bisik Reina. "Ini terjadi lagi."

Perulangan. Lantai Tujuh tidak hanya menukar jiwanya dan Rhea. Lantai Tujuh kini sedang mengulang waktu di dunia nyata.

Reina bergegas ke kamar sebelah, tempat Zio dan Naya tidur. Pintu terbuka. Kamar itu kosong, kasur mereka sudah rapi.

Ia mencari ponselnya. Ada pesan masuk. Dari Naya.

Rei, maaf banget nggak nungguin. Aku harus buru-buru ke sekolah. Ada rapat mendadak OSIS buat pengumuman baru. Sampai ketemu di sana!

Pesan itu dikirim pukul 06:45 pagi. Itu adalah pesan yang sama persis yang Naya kirim kemarin.

Reina tahu dia harus pergi ke sekolah.

Perjalanan ke SMA Adhirana terasa aneh. Matahari bersinar terlalu cerah. Semua orang di jalanan tersenyum ramah, seolah tidak ada beban, tidak ada rasa bersalah, dan tidak ada ingatan.

Reina masuk ke kelas, jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba menemukan Daren, tetapi Ruang OSIS kosong.

Ia menemukan Naya di lokernya, sedang menyusun buku dengan rapi.

"Naya," sapa Reina. "Kita harus bicara. Tentang apa yang terjadi semalam."

Naya menoleh, ekspresinya cerah. "Semalam? Kenapa, Rei? Kita semalam cuma sampai malam di kosku, ngerjain tugas biologi."

Reina menatapnya, hampa. "Tugas Biologi? Naya, kita semalam di Lift Pertama. Kita menekan \infty. Zio pingsan. Kita melihat Rhea Wijaya."

Naya mengerutkan dahi, tertawa kecil. "Kamu mimpi, Rei? Rhea Wijaya? Dia kakak Daren yang hilang, kan? Kenapa tiba-tiba kamu bawa-bawa dia?"

"Kamu ingat kamu bilang kamu punya adik laki-laki yang hilang?"

"Adik laki-laki? Aku anak tunggal, Rei. Kamu ini kenapa sih? Semalam kamu tidur telat, ya? Jangan kebanyakan baca jurnal Aksa!"

Ingatan Naya telah terhapus. Lantai Tujuh tidak hanya mengulang waktu, tetapi juga menggunakan perulangan ini untuk menghapus ingatan kritis yang menyentuh kebenaran.

Reina sadar, setiap pagi, Lantai Tujuh "mengatur ulang" realitas, mengembalikan Naya ke versi dirinya yang tidak tahu apa-apa.

Reina menyentuh lengan Naya. "Kamu ingat kamu bilang Daren adalah Kurbannya Aksa?"

"Daren? Daren itu Ketua OSIS yang sempurna. Mana mungkin dia jadi kurban apa pun," jawab Naya, tersenyum.

Reina melepaskan Naya. Ia harus mencari Zio. Zio adalah admin yang kembali terprogram.

Ia menemukan Zio di Ruang Klub Jurnalistik, duduk di depan komputernya. Zio terlihat hyper dan ceria, persis seperti Zio yang "baru" dari Bab 20.

"Zio!" panggil Reina.

Zio menoleh. Ia tersenyum lebar. "Hei! Kamu anak baru, ya? Kelas berapa? Ada yang bisa aku bantu?"

Reina membeku. "Zio, ini aku. Reina. Kita teman satu klub. Aku duduk di mejamu."

Zio berdiri, matanya mengamatinya dari atas ke bawah. "Maaf? Kamu bukan anggota klub jurnalistik. Aku hanya punya satu anggota, yaitu aku sendiri. Kamu siapa ya?"

Kepala Reina berdenyut-denyut. Zio tidak hanya melupakan peristiwa semalam. Zio melupakan keberadaan Reina sepenuhnya.

"Aku Reina Laksana. Kakak Aksa," kata Reina, nadanya desperate.

"Aksa Laksana? Wah, kamu kenal senior legendaris itu? Salut. Tapi aku belum pernah ketemu kamu. Aku Zio. Senang berkenalan!" Zio mengulurkan tangan.

Reina menolak jabatan tangan itu. Ia berbalik dan meninggalkan Ruang Klub Jurnalistik.

Lantai Tujuh mengulang waktu untuk memperbaiki kesalahan realitas. Dan kesalahan terbesarnya adalah: Reina Laksana tidak seharusnya berada di Adhirana. Rhea ingin menghapus seluruh jejak keberadaan Reina, mengisolasi Daren, dan menjadikan sekolah ini sebagai surga penebusan yang abadi. Suara Rhea di benaknya kini terdengar seperti pemandu yang logis.

Reina berjalan melewati koridor, panik dan terisolasi. Ia menarik napas. Ia harus menemukan bukti yang tidak bisa dihapus oleh perulangan waktu ini.

Ia menuju ke Gedung Lama, ke Lift.

Lift itu ada di sana. Berkarat. Di sebelahnya, loker yang tertutup rapat.

Reina mendekati panel tombol. Tombol '7' yang seharusnya dipaku, kini terlihat normal dan usang, seperti tidak pernah ada yang aneh.

Reina menekan tombol L7.

DING!

Pintu lift terbuka. Di dalamnya, Reina melihat koridor beton yang gelap dan menakutkan—Lantai Tujuh yang asli.

Pintu itu tidak bisa ditutup.

Reina melangkah masuk ke Lift. Ia menekan L7 lagi.

Di Lift itu, ia melihat bayangan dirinya sendiri di permukaan logam yang buram. Bayangan itu menatapnya dengan tatapan jijik.

Kau masih di sini. Lelah, bukan? Beristirahatlah. Tinggalkan dunia ini pada kami. Suara itu berbisik dari pantulan.

Reina menutup mata. Ia tidak boleh menyerah.

Ia keluar dari lift. Ia harus mencari Daren. Daren adalah kuncinya.

Tepat saat ia kembali ke koridor, ia melihat sebuah kertas kecil terselip di loker di sebelah lift. Kertas itu dilipat rapi.

Reina mengambilnya. Itu adalah tulisan tangannya. Tulisan tangannya yang normal, bukan tulisan berdarah di dinding.

Rei, ini aku, kamu dari kemarin. Setiap kali kamu bangun, realitas mengulang. Jangan percaya Zio atau Naya. Pergi ke Ruang OSIS di jam 07:07. Hanya Daren yang tidak bisa direset, karena dia yang memegang kode.

Reina menyadari. Ia sudah mengetahui perulangan ini. Dan ia telah meninggalkan petunjuk untuk dirinya yang baru.

Ia menatap jam tangannya. Pukul 07:04. Ia memiliki waktu tiga menit.

Reina mulai berlari ke Ruang OSIS. Ia tidak boleh membiarkan Diri Pantulan atau Rhea mengambil alih realitasnya.

Ia harus menghentikan perulangan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!