NovelToon NovelToon
Pangeran Bodoh Dan Putri Barbar

Pangeran Bodoh Dan Putri Barbar

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Di Kekaisaran Siu, Pangeran Siu Wang Ji berpura-pura bodoh demi membongkar kejahatan selir ayahnya.
Di Kekaisaran Bai, Putri Bai Xue Yi yang lemah berubah jadi sosok barbar setelah arwah agen modern masuk ke tubuhnya.
Takdir mempertemukan keduanya—pangeran licik yang pura-pura polos dan putri “baru” yang cerdas serta berani.
Dari pertemuan kocak lahirlah persahabatan, cinta, dan keberanian untuk melawan intrik istana.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Darah masih menetes di tanah, bercampur dengan debu yang beterbangan akibat pertempuran sengit tadi. Ratusan mayat pembunuh bayaran bergelimpangan, sebagian masih merintih sebelum akhirnya benar-benar diam untuk selamanya. Udara penuh bau besi dan anyir. Kuda-kuda meringkik gelisah, sementara angin sore membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

Wang Ji berdiri dengan dada naik turun, napasnya tersengal. Meski tubuhnya tegak, matanya menyimpan keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Ia menoleh, dan tatapannya jatuh pada sosok perempuan yang kini berdiri di hadapannya.

Bai Xue Yi.

Dengan rambut panjang tergerai sebagian, pakaian putih yang sudah ternoda darah musuh, dan mata yang masih menyala penuh amarah, ia tampak seperti dewi perang yang turun dari langit. Kedua pengawal pribadinya, Jian dan Luo, berdiri di sisi kanan dan kiri, pedang mereka masih meneteskan darah segar.

Wang Ji menahan langkahnya. Dadanya terasa sesak. Sudah lama ia menunggu hari ini, menunggu bisa kembali menatap mata itu, mata yang tak pernah bisa ia lupakan.

“Xue Yi…” suaranya serak, lirih, seakan takut nama itu akan menghilang dihembus angin.

Xue Yi menoleh pelan. Tatapannya tajam, penuh kemarahan yang belum reda. Ia baru saja menyaksikan musuh-musuh Wang Ji berusaha menghabisinya, dan rasa terancam itu membuat darahnya mendidih. Namun begitu matanya jatuh pada sosok pangeran mahkota itu, kilatan berbeda muncul.

“Bodoh sekali kau, Wang Ji,” suaranya dingin namun bergetar. “Datang ke wilayah asing hanya bertiga, tanpa persiapan matang, dan hampir mati ditelan seratus pembunuh bayaran.”

Wang Ji tersenyum tipis, meski tubuhnya penuh luka sayatan. “Aku tidak menyangka mereka akan sekejam ini. Tapi aku juga tidak menyangka kau akan datang menyelamatkanku… dengan kekuatan sebesar itu.”

Xue Yi menunduk sejenak, lalu menghela napas. Amarahnya mulai surut, berganti dengan campuran lega dan takut. “Kalau aku terlambat sedikit saja… mungkin aku hanya akan menemukan jasadmu.”

Sunyi sejenak. Angin sore menyapu rambut keduanya, membuat momen itu terasa seperti dunia hanya milik mereka.

Wang Ji melangkah mendekat, menatap dalam wajah Xue Yi. “Aku berjanji padamu, aku akan datang menjemputmu setelah semua beres. Dan lihatlah… bahkan sebelum aku bisa sampai di negerimu, kau sudah lebih dulu menjemputku dari kematian.”

Mata Xue Yi bergetar. Ia ingin tetap dingin, ingin menjaga jarak. Namun hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. “Janji mudah diucapkan, tapi sulit ditepati. Dunia ini penuh pengkhianatan, Wang Ji. Kau baru saja membuktikan itu.”

Wang Ji terdiam, lalu mengulurkan tangannya. Ia meraih jemari Xue Yi, meski perempuan itu sempat hendak menepis. Namun pada akhirnya, genggaman itu dibiarkan terjadi.

“Biarkan aku membuktikan dengan tindakanku. Tidak lagi dengan topeng bodoh, tidak lagi dengan kepura-puraan. Aku ingin berdiri di sampingmu… sebagai diriku yang sebenarnya.”

Xue Yi menahan napas. Ada ribuan kata di hatinya, tapi tak ada yang keluar. Hanya air mata yang tiba-tiba menggenang di sudut matanya, meski ia segera menunduk untuk menyembunyikannya.

Malam itu, mereka beristirahat di kediaman rahasia yang disiapkan Xue Yi di perbatasan. Api unggun menyala, menerangi wajah mereka yang letih. Jian dan Luo berjaga di luar, memastikan tak ada musuh yang mengintai lagi.

Xue Yi duduk bersandar di dinding, sedang membersihkan pedangnya dengan kain. Wang Ji duduk tak jauh darinya, tubuhnya masih diperban seadanya oleh tabib kecil yang dibawa Xue Yi.

Keheningan di antara mereka membuat suara api terdengar jelas. Sampai akhirnya Wang Ji bicara.

“Siapa yang ingin membunuhku?”

Xue Yi menghentikan gerakan tangannya. Ia menatap api dengan mata menyipit. “Orang-orangku melapor. Ada yang mendatangi agen rahasia kami, meminta jasa pembunuh bayaran untuk menghabisimu. Mereka menolak dengan alasan sedang ada pelatihan tertutup. Tapi itu berarti…” ia berhenti sejenak, menggenggam kain di tangannya erat. “Ada kekuatan besar yang menginginkan kematianmu. Dan mereka punya cukup uang untuk menyewa seratus pembunuh sekaligus.”

Wang Ji mengangguk pelan. “Itu berarti musuhku bukan hanya dari dalam istana. Ada tangan yang lebih jauh menjangkau. Bisa jadi sisa-sisa jaringan Menteri Liang, atau mungkin sekutu mereka dari luar negeri.”

Xue Yi menoleh, matanya berkilat tajam. “Kalau benar begitu, maka kau tidak aman bahkan di wilayahmu sendiri. Dan itu berarti aku… tidak bisa membiarkanmu kembali sendirian.”

Wang Ji tersenyum pahit. “Jadi sekarang, aku yang harus berterima kasih karena kau bersedia menemaniku dalam badai ini.”

Xue Yi mendengus pelan. “Jangan salah paham. Aku bukan menemanimu karena rasa iba. Aku menemanimu… karena aku tidak ingin kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya.”

Wang Ji tertegun. Kata-kata itu menusuk dadanya seperti petir di malam gelap. Ia menatap Xue Yi dengan mata yang mulai basah.

“Ulangi…” suaranya bergetar. “Katakan sekali lagi…”

Xue Yi menggigit bibirnya, wajahnya memerah, tapi matanya tidak gentar. “Aku mencintaimu, Wang Ji. Bahkan ketika kau pura-pura bodoh, bahkan ketika dunia menertawakanmu, hatiku tidak pernah berubah. Dan melihatmu hampir mati tadi… membuatku sadar betapa berharganya dirimu bagiku.”

Hening panjang menyelimuti ruangan kecil itu. Wang Ji tak mampu lagi menahan diri. Ia mendekat, meraih wajah Xue Yi dengan kedua tangannya, lalu menempelkan dahinya pada dahi perempuan itu.

“Aku tidak akan menyia-nyiakan pengakuanmu. Aku akan melindungimu, sama seperti kau melindungiku. Dan bersama… kita akan membongkar siapa pun yang berani menjadi dalang di balik ini semua.”

Mata Xue Yi bergetar, lalu perlahan ia mengangguk. “Baik. Kita lakukan bersama.”

Keesokan paginya, penyelidikan dimulai. Jian membawa laporan lebih lengkap.

“Tuanku, Nona Bai,” ujarnya sambil berlutut. “Kami menemukan tanda pada gelang salah satu pembunuh yang tewas. Itu lambang dari kelompok ‘Serigala Hitam’, sebuah organisasi bayangan yang terkenal kejam. Mereka biasanya tidak bergerak kecuali mendapat pesanan dari bangsawan besar atau saudagar kaya raya.”

Xue Yi mengerutkan kening. “Serigala Hitam? Mereka bermarkas di wilayah utara. Itu artinya ada jalur emas besar yang dipakai untuk membayar mereka. Hanya seseorang dengan kekuatan finansial luar biasa yang sanggup.”

Wang Ji mengepalkan tinjunya. “Aku tahu siapa yang paling mungkin. Sisa jaringan Menteri Liang pasti masih beroperasi. Meski kepalanya sudah terpenggal, ular-ular kecilnya masih menjalar. Mereka ingin membalas dendam dengan menghabisiku sebelum aku benar-benar mengokohkan posisiku.”

Jian mengangguk. “Kami akan terus menyelidiki jejaknya. Tapi saya khawatir, semakin lama kita menunggu, semakin banyak pembunuh yang akan dikirim.”

Xue Yi menatap Wang Ji. “Kau tak boleh pulang dulu. Kita harus membersihkan akar busuk ini sampai tuntas. Kalau tidak, kau akan selalu hidup dalam bayang-bayang pembunuhan.”

Wang Ji menatap balik, hatinya bergejolak. “Kau mau membantuku… sampai sejauh itu?”

Xue Yi tersenyum tipis, senyuman yang jarang ia tunjukkan. “Kau pikir aku akan berhenti setelah setengah jalan? Tidak, Wang Ji. Kalau ini jalan yang harus kita tempuh bersama, maka aku akan berjalan sampai akhir. Bahkan jika itu berarti menantang seluruh dunia.”

Wang Ji menunduk, menahan emosi yang meluap. Ia meraih tangan Xue Yi sekali lagi, kali ini dengan genggaman yang lebih erat.

“Kalau begitu… mari kita hadapi mereka bersama.”

Dan di bawah langit pagi yang mulai memerah, mereka berdua menyadari bahwa pertempuran ini baru permulaan. Dalang besar masih bersembunyi di balik tirai, menunggu waktu untuk menyerang lagi. Namun kini, Wang Ji tidak lagi sendirian. Ia punya Xue Yi di sisinya seorang perempuan yang mampu melumpuhkan puluhan orang dengan satu hantaman, sekaligus mampu mengguncang hatinya dengan satu pengakuan sederhana.

Api perang belum padam. Tapi api cinta mereka baru saja menyala.

Bersambung…

1
Tiara Bella
wahhh jodohnya Bai Xiang ini mah...
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Ciee pangeran dah ada hilal jodoh nih /Chuckle/
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Oohh lama juga sampe bulanan
davina aston
👍👍👍👍👍👍👍
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Wuaaahh manis naa 😃🫠🤗
Tiara Bella
ceritanya bagus
kaylla salsabella
lanjut Thor
Maria Lina
lgi thor kok 1 kn kurang
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Kirain hukum mati, kalo dibuang doang nanti bikin pasukan baru ga tuh
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Wuaah strategina kereen /Determined//Determined/
kaylla salsabella
lanjut Thor
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Keserakahan mengalahkan segalana 😏 hhmm dasar sipaman ga tau diri
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Jebakan ga sih itu /Speechless/
kaylla salsabella
lanjut Thor
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
😂🤣 Nunggu wangji menyatakan cinta kelamaan ya, jadi nembak duluan
🍃🦂 ≛⃝⃕|ℙ$ Nurliana§𝆺𝅥⃝© 🦂🍃
Siapa lagi tuh yg mau bunuh wang ji 🤔
Hendra Yana
mantap
Tiara Bella
makasih thro upnya banyak.... semangat ya
kaylla salsabella
lanjut Thor
kaylla salsabella
lanjut Thor😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!