Dunia Tati hancur, ketika suami yang sangat dia cintai, yang dia harapkan bisa menjaganya, melindunginya. Malah menjualnya ke pria lain. Sedang suaminya sendiri malah selingkuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 21
Belum sempat Tama merebut senapan itu dari tangan Juki, tubuh Tama sudah lebih dulu terpental ke lantai akibat tendangan keras yang dilayangkan oleh Bagas dari sisi lain.
Sementara sebuah peluru berhasil bersarang di kaki kanan Temmy. Membuat Talita yang melihatnya langsung berteriak histeris, dengan kedua tangan menutupi daun telinganya.
"Om Temmy! Sialan! Bedebah kalian!" Josep geram, ia menyerang Juki.
Bugh dugh bugh.
Prang trang dugh bugh.
Perkelahian gak bisa lagi terelakkan, jika Josep harus berhadapan dengan Juki dan rekannya Ali. Berbeda dengan Tama yang harus berhadapan dengan Bagas dan Bayu.
Sementara Talita langsung berhambur memeluk Temmy, pria paruh baya itu mengerang kesakitan dengan darah mengucur dari bagian yang terkena tembakan.
"Pah! Bertahan pah! Papa tertembak, i- itu darah pah! Papa!" jerit Talita dengan wajah panik, melihat darah terus mengalir dengan deras dari bagian yang tertembak.
"Sakit, mah! Ugghhhh telepon polisi, mah! Papa rasa gak mungkin Jo dan Tama bisa menghadapi mereka berempat. Jo dan Tama melawan mereka dengan tangan kosong. Sementara kita gak tau berapa orang yang memiliki senjata. Mereka bukan lawan yang bisa dihadapi Jo dan Tama dengan mudah, mah!" seru Temmy dengan meringis kesakitan.
Dengan sisa keberanian, Talita meraih ponselnya yang berada di atas meja. Lalu kembali pada Temmy, memeluk pria itu yang tengah terduduk di lantai gak berdaya.
"Siapa kalian hah! Kenapa menyerang kami?" tanya Josep di tengah perlawanan nya.
"Kami malaikat maut mu!" timpal Juki, sebelum menendang Josep.
Bugh.
Sementara Josep dan Tama sudah babak belur, hanya bisa bertahan karena setiap pukulan yang mereka layangkan pada Juki, Bagas, Ali dan Bayu selalu berhasil di hindari ke empatnya.
‘Ya Tuhan, tolong selamatkan kami semua! Jangan sampai terjadi apa apa dengan suami ku, Jo dan Tama.’ batin Talita penuh harap.
Belum sempat menghubungi polisi. Juki sudah lebih dulu berteriak pada Talita. Dengan satu kaki yang menahan punggung Josep yang terkapar di lantai.
Sementara Tama gak bisa lagi melawan, dengan tubuh yang gak kalah luka parah dari Josep.
"Berhenti Nyonya! Jika anda berani menghubungi polisi! Jangan salahkan kami jika nyawa putri mu terancam!" bentak Juki dengan mata melotot.
Pluk.
Talita mendongak, dengan ponselnya yang jatuh dari pegangannya.
Dengan langkahnya yang pasti, wanita paruh baya itu menghampiri Juki. Gak peduli dengan tangan sang suami yang berusaha menahannya.
"Putri kita ada bersama dengan mereka, pah?" seru Talita, sebelum akhirnya Temmy membiarkan istri nya mendekati penjahat itu.
"Kalian apakan putri ku? Di mana putri ku? Kenapa putri ku bisa bersama dengan kalian hah! Jawab aku!" teriak Talita dengan tangan mencengkram kerah baju Juki.
Grap.
"Papa!" jerit Tati, saat melihat bagaimana salah seorang menembakkan peluru ke arah kaki kanan sang ayah.
"Ini baru kejutan awal dari ku, Tati! Lihat lagi yang selanjutnya!" ujar Brian dengan tatapan mengejek.
Tati menghujani kepalan tangannya di dada dan bahu Brian.
Bugh bugh bugh.
"Dasar bajingan! Brengsek! Kau jahat! Kau kejam! Kenapa kau lukai papa ku hah! Kenapa?" teriak Tati di tengah tangisnya.
Brugh.
Briam membawa Tati ke dalam dekapannya, satu tangan besarnya mengunci pergelangan tangan Tati.
Tati memberontak, amarah dalam dirinya masih meluap, umpatan kembali ia lempar pada Brian.
"Lepas! Kau jahat! Aku membenci mu! Kau iblis! Lepas!" jerit Tati dengan terisak.
Brian mencengkram erat lengan Tati, gak membiarkan wanitanya lepas dalam dekapannya.
"Hanya seperti itu kau anggap aku kejam? Apa kabar dengan penjahat di luaran sana yang memutilasi korbannya hah?" tanya Brian dengan dingin.
Tati menggeleng, menatap Brian dengan tatapan memohon.
"Tolong jangan lakukan apa pun pada orang tua ku! Sakiti saja aku! Mereka gak bersalah pada mu! Harusnya kamu melakukan itu pada mas Junet! Dia yang berhutang pada mu!" jelas Tati.
Brian tersenyum sinis, "Bukan perkara siapa yang berhutang. Tapi yang aku inginkan hanya kamu! Menjadikan mu wanita ku jauh lebih membuat harga diri mu terjaga, dari pada menjadi seorang istri dari seorang pecundang!"
Tati menelan salivanya sulit, ‘Jika hanya menurut, jalan yang bisa membuat papa dan mama aman, aku harus melakukannya.’
"Masih mau menolak?" tanya Brian datar, netranya menatap dalam Tati.
"Aku terima apa mau mu! Tapi tolong bawa papaku ke rumah sakit! Bawa serta Jo dan Tama, mereka perlu di obati!" pinta Tati.
"Tidak perlu di bawa ke rumah sakit. Kau lihat mereka melakukan apa yang kau inginkan!"
Brian mengarahkan Tati untuk kembali fokus pada layar monitor yang ada di dasbord mobil. Tampak Juki, Bayu, Ali tengah melakukan tindakan pada Temmy.
Sementara Bagas memberikan pertolongan pada Josep dan Tama bergantian.
Tati mengerutkan kening nya gak percaya, "Apa yang sedang orang-orang mu lakukan pada papa ku? Mereka gak sedang menyiksa papa kan?"
Cup.
Brian mengecup kening Tati, menyapu air mata yang membasahi pipi Tati.
"Jika kau ingin papa mu di lenyapkan, mereka akan melakukan nya!" jelas Brian dengan senyum manisnya.
"Kau gila! Mana mungkin aku ingin melenyap kan papa dan mama! Aku ingin bertemu dengan papa dan mama!" Tati berbalik badan, berharap pintu mobil gak lagi dalam keadaan terkunci.
Bukannya pintu terbuka, melainkan Danu yang mulai melajukan kembali mobil yang di tumpangi Tati dan Brian.
Grap.
Tati mengguncang lengan Brian.
"Tolong minta Danu hentikan mobilnya! Aku ingin bertemu dengan orang tua ku! Tolong Brian! Aku janji, aku akan jadi wanita mu yang penurut. Tolong Brian!" pinta Tati dengan tatapan memohon.
Brian menegakkan kepalanya, ujung jarinya menepuk lembut bibirnya sendiri. Seakan tengah memberi kode pada Tati.
"Sialan Josep! Beraninya dia memukul wajah ku sampai babak belur!" gerutu Junet dari balik setir kemudi.
Monika menghembuskan nafasnya kasar, dari kursi yang ada di samping kemudi.
"Udah gak usah marah-marah lagi, sayang! Masih mending wajah mu, coba kalo adik kecil mu!" Monika menatap area selang kang an Junet.
Junet mengerdikkan dagunya, lalu melirik sekilas Monika.
"Kenapa dengan adik kecil ku? Dia masih gagah, berdiri dengan normal saat aku berada di samping mu, Monik!"
"Maksud ku, bagaimana cara mu memuaskan ku di atas ranjang. Jika tadi mereka menghajar batang mu, sayang!" ujar Monika dengan nada manja.
***
Bersambung…