Marina Yuana Tia, dia menyelesaikan permainan mematikan, dan keluar sendiri dalam waktu sepuluh tahun, tetapi di dunia nyata hanya berlangsung dua minggu saja.
Marina sangat dendam dan dia harus menguak bagaimana dan siapa yang membuat permainan mematikan itu, dia harus memegang teguh janji dia dengan teman-temannya dulu yang sudah mati, tapi tak diingat keluarga mereka.
Apakah Marina bisa? Atau...
ayo baca guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Halo Haiyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Terbangun setelah mendapat panggilan
Bab 22
Bruk! Bruk! Pak satpam mencoba menggedor pintu, tapi yang didalam gak ngerespon sama sekali.
Ketua kelas nampak khawatir, sedangkan pak satpam sedang ribet sendiri mencari kunci.
"Cepet pak, nanti kalo temen saya kenapa-napa? "
"Aduh, ada-ada aja sih temen kau itu, masa bisa kekunci di dalam. "
"Mungkin ada orang iseng pak. " Jawab jetua kelas.
Akhirnya, kunci yang dicari ketemu juga. Dengan sekali dorong, pintu terbuka cepat tapi mata keduanya tak bisa bohong saat melihat keadaan Marina jatuh tepar tak berdaya.
"Aduh, neng... Neng, "
"Ini kenapa nih, "
"Halo! Marina, sadar... Sadar!"
"Eh, jangan ditepuk-tepuk gitu pipi temennya. " Seru pak satpam, ketua kelas menepuk pipi Marina keras seperti tak pandang gender.
Pak satpam parno sendiri kalau siswi yang pingsan ini semakin parah, sedangkan ketua kelas memutar bola matanya.
'Tadi jatuh dari lantai dua gak apa, sekarang pingsan di gudang luar biasa. Memang aku tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran Marina ini, '
"Loh, kok semuanya... "
"Ada apa? "
"Em- itu pak, tadi saya kayak dengar ada yang pecah, ada yang berantakan, aduh pokoknya ribut banget lah pak di dalam itu. Tapi pas kita masuk semuanya ketata rapi. "
"Hm... Masa sih? "
Ketua kelas mengangguk mantap, mana mungkin indra pendengarannya bohong. "Bener pak, serius. "
"Ya udah, bawa aja dulu ini temennya ke uks. Kasihan lho, "
"O-oke pak. "
Pak satpam melihat seisi gudang lama lalu berdiri meninggalkan kedua murid itu.
Ketua kelas membawa tangan Marina ke pundaknya, tangan satunya dia coba angkat kedua paha gadis itu. Tapi saat diangkat, (kretek!!)
"Aduh, pinggangku... Aduh~"
"Kok be-rat banget sih... Padahal badannya kecil gini, aduh~aku yang nambah sakit, "
Ketua kelas mencoba mengangkat lagi, lagi dan lagi tapi terus terjatuh. Kedua pahanya sampai gemetar hebat.
"Gak tahan aku kalau sendiri, aku seperti membawa mayat mati. "
"Aduh~pak tolong~"
Pak satpam yang mendengar panggilan langsung masuk lagi, dia heran sendiri dengan kelakuan murid laki-laki itu.
"Ada apa? "
"Ini berat banget pak, sumpah saya gak boong. "
"Masa jadi cowok atuh gak bisa angkat? "
"Mana badan sekecil itu? "
Ketua kelas langsung menatap tak suka, kenapa pak satpam sekolahnya ini kalau dibilangin gak percaya sih?
Tangan laki-laki itu dia lepas dari tubuh Marina, dia jatuhkan begitu saja.
"Kalau begitu biarkan aja pak, dia kan nanti bangun-bangun sendiri. "
"Eh, kok gitu! Gak gentle itu namanya! "
"Tapi seberat batu 100 ton pak satpam bisa angkat? "
"Alah, cuma gadis kecil aja masa saya ditakut-takutin. " Ucap si satpam, dia berdiri disamping Marina yang tertekuk lalu dicoba akan diangkat juga, sebelum menyentuh gadis itu, pak satpam dengar ada suara dering telepon.
Ketua kelas berpegangan pada bahu pak satpam penasaran. "Te-telepon siapa itu! " Kaget pak satpam, maklum sudah tua. Dia mengecek telepon jadulnya sendiri tapi ringtonenya kan beda.
"Itu bukan punya saya juga, pasti milik temen saya, "
"Oh gitu~"
"Tapi dimana? "
Pertanyaan pak satpam juga membuatnya bingung. Mereka cari keberadaan benda itu, bahkan sampai masuk ke dalam kantong rok Marina.
"Tidak ada, kita cari disana dulu pak. "
"O-oke... "
Ketua kelas berjongkok, dia melihat dibawah sisi celah rak. Matanya membulat, "disana pak! "
"Dimana?! "
"Disana pak handphonenya, aduh tanganku gak panjang... "
"Sini saya aja, kamu gak becus. "
'Duh orang ini, aku sleding aja dari belakang kali ya? Omongannya nusuk terus. '
Pak satpam menjulurkan tangan, dia berhasil meraih handphone Marina.
Ada telepon berdering, dari bos. Ketua kelas ingat siapa yang dimaksud bos ini.
"Angkat ndak? "
Ketua kelas melihat jam di hp.
"Ini sudah jam 3 pak, katanya dia janji bakal buat kerja part time-"
"Eh-" Ketua kelas malah keceplosan.
Pak satpam ketawa-ketiwi.
"Gak apa kok kalau disaya, saya jaga rahasianya. Yang penting pekerjaan yang dijalani gak berat, awasi teman kamu ya, "
"Oh iya pak, "
Mereka melihat panggilan dari bos nya Marina sudah berkali-kali, mereka salah pencet tombol malah ikut menjawab.
"Halo."
"Apa kamu jadi bekerja? "
"Eung- ini... "
"Ayo kerja gak? Saya lagi butuh ini, "
"I-iya... "
"Jangan iya aja. " Bisik pak satpam, ketua kelas memendam geram nya sendiri.
"Nanti kalo gak, saya ganti ke orang lain. "
Ancam si bos.
Mendengar ancaman dari kejauhan, telinga dan mata Marina langsung terbuka. Dia duduk, dan mengambil hp sangat kilat dan cepat.
"Ma-af pak saya segera kesana. "
"CEPAT!!! "
"LOH?! KAMU UDAH BAIK-BAIK AJA?! "
Marina berhenti di tempat, dia tak menoleh. Tapi menyelempangkan tas ke pundaknya, "ini aku sudah membantumu ketua kelas, "
"Oh, hm terimakasih. Eh bukan itu maksudku! Kau gak apa?! Tadi pingsan lho, suara berisik tadi itu apa-"
Swingg!!!
Marina berlari sangat kencang, membuat udara dan debu berhamburan ke wajah keduanya.
Pak satpam dan ketua kelas sama-sama terbatuk-batuk, "uhuk! Uhuk! "
"Te-teman kamu terbuat dari apa? " Tanya pak satpam pelan, melambai-lambaikan debu yang menutup penglihatannya.
Laki-laki disampingnya menggeleng tak tau, "saya juga tak tau pak, "
.
.
.
Tok! Tok!
Marina memperbaiki pakaiannya yang sedikit miring, dia kembali mengetok pintu rumah orang.
Lalu orang itu keluar, dia menampilkan wajah yang tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang sudah menunggu lama tapi ditunggu-tunggu sampai lumutan.
"Ck, lambat, "
"Ma-maaf... " Kata Marina, dia mengangguk sopan.
Pria berjenggot putih itu terbatuk-batuk, dia melihat keluar sebentar lalu menarik tangan Marina masuk ke dalam.
Di dalam gadis itu melihat ke arah tembok dan dinding kayu, banyak sekali berbagai macam hiasan topeng kepala hewan.
Dari kepala rusa sampai kepala singa, semua dipajanh rapi bagai pernak-pernik.
Tak hanya itu, di atas unggun api ada satu senjata hutan berburu yang sudah dinanti-nantinya.
Senjata itu mengingatkannya pada seseorang.
Mungkin bukan orang, tapi iblis.
"Kamu tau kan tugas mu disini? "
Marina berdiri tegap, dia hormat pada pria tua itu. "Saya siap melakukan apapun, sesuai bayaran. "
"Cuih, tenang saja. Kalau semua buruanmu laku dipasaran, akan ku pertimbangkan gaji dua kali lipat di hari pertamamu itu. "
Marina mengangguk, dia diarahkan ke senapan laras panjang. Di ambilnya, lalu ditaruh ke dua telapak tangan Marina.
Gadis itu terdiam melihat penampakan warna senapan.
"Kau tau cara penggunaannya? "
"Tidak, ini baru pertama kali. "
"APA?! " si pemburu langsung mengambil kembali senapan diatas tangannya.
Marina tak bisa mengambil kembali, malahan dia yang ditodongkan senapan miliknya.
"Jadi kau itu apa? Mata-mata polisi? "
"Kau adalah bagian dari mereka? Kau tau kalau aku berburu hewan terlindungi? "
Marina melihat wajah pemburu yang dipenuhi keringat, dia terkekeh sedikit. "Pfft- kalau anda sudah tau, pasti saya juga akan mengeluarkan pistol. Tapi saya tidak melakukan itu, anda bisa cek barang bawaan saya, "
Katanya sambil melemparkan tas selempang miliknya ke depan. Pemburu mengambil tas itu dengan kaki, lalu di cek dengan tangan kiri, dia lihat-lihat sambil tangan kanan terus menodongkan senjata ke arahnya.
"Oke, aku percaya, "
Senapan di atur lagi untuk mengeluarkan peluru, pemburu itu memasang hanya satu di dalam lalu ditodong ke depan.
"Jadi... Kau berbohong soal bisa memakai senapan? "
Bersambung...