NovelToon NovelToon
The Great General'S Obsession

The Great General'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Obsesi / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sungoesdown

Wen Yuer dikirim sebagai alat barter politik, anak jenderal kekaisaran yang diserahkan untuk meredam amarah iblis perang. Tetapi Yuer bukan gadis biasa. Di balik sikap tenangnya, ia menyimpan luka, keberanian, harga diri, dan keteguhan yang perlahan menarik perhatian Qi Zeyan.

Tapi di balik dinginnya mata Zeyan, tersembunyi badai yang lambat laun tertarik pada kelembutan Yuer hingga berubah menjadi obsesi.

Ia memanggilnya ke kamarnya, memperlakukannya seolah miliknya, dan melindunginya dengan cara yang membuat Yuer bertanya-tanya. Ini cinta, atau hanya bentuk lain dari penguasaan?

Namun di balik dinding benteng yang dingin, musuh mengintai. Dan perlahan, Yuer menyadari bahwa ia bukan hanya kunci dalam hati seorang jenderal, tapi juga pion di medan perang kekuasaan.

Dia ingin lari. Tapi bagaimana jika yang ingin ia hindari adalah perasaannya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sungoesdown, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sisi Lain Jinhwa

Zeyan menyentuh cangkir teh yang tak lagi mengepulkan uap panas. Jarinya mengusap pinggiran cangkir pelan.

"Kau tahu aku butuh kepastian."

Di seberangnya, Jinhwa duduk dalam balutan gaun berwarna keemasan yang lembut. Ia mengigit manisan buah plum, ujung matanya melunak begitu lidahnya mencecap rasa manisnya dan tersenyum, bukan pada Zeyan melainkan karena manisan di tangannya dan menaruh sisa gigitannya di atas piring kecil sebelum menatap Zeyan dengan ketenangan.

"Tidak ada yang menyukai ketidakpastian, Qi Zeyan. Apakah kau akan senang jika seseorang memberimu manisan tetapi begitu kau menggigitnya, rasanya justru tidak manus?"

"Maksudmu kau ingin kepastian bahwa aku akan menang melawan kekaisaran?"

Jinhwa tersenyum. "Meski kau hebat, kau bukan penguasa langit dan bumi. Selain itu, meski saat ini kekaisaran menganggapmu sebagai ancaman terbesar, pasukanmu tidak ada apa-apanya dibanding kekaisaran."

"Untuk itu aku membutuhkanmu!" Serunya, tangannya kini telungkup di atas meja dan tubuhnya sedikit condong ke depan, "apa kau takut?"

"Bukan takut, keputusan ini bukan hanya menyangkut diriku—melainkan orang-orang yang bersamaku, mengikutiku, dan percaya padaku. Membenci kekaisaran bukan berarti aku ingin membakar seluruh tanahku."

"Aku tidak memintamu membakar tanahmu." Balas Zeyan sedikit melunak, "aku hanya ingin tahu bahwa jika perang datang, kau ada di pihakku dan aku akan memastikan kekaisaran akan runtuh."

Hening sejenak, Jinhwa menatapnya lekat lalu berkata pelan.

"Jika kau sanggup untuk menunggu, aku masih butuh waktu untuk memikirkannya."

Ada jeda panjang dan melihat bagaimana Zeyan mengepalkan tangannya di atas meja jelas menunjukkan ketidaksukaannya karena Jinhwa sedikit mengetahui karakteristik Zeyan. Pria itu sedikit tidak sabaran, tetapi tidak akan memaksa.

Jinhwa memutar arah pembicaraan. "Wen Yuer itu.. aku harap kau perlakukan dia lebih baik, kau tahu dia tidak berhak menanggung kesalahan orang lain."

Mendengar nama Yuer disebut, rahang Zeyan mengencang, nyaris tak terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

"Aku tidak disini untuk membicarakannya."

Jinhwa tersenyum tipis. "Melihat reaksimu, sepertinya masalah hari itu belum terselesaikan?"

Zeyan tak menjawab, ia mengalihkan pandangannya pada air kolam. Namun, Jinhwa tetap memasang senyum.

"Sebaiknya kau percaya insting ku, aku merasa ada yang berbeda dengannya. Bukan sesuatu yang buruk, hanya sebuah getaran positif tentangnya."

Zeyan mendengus, "kenapa tidak kau gunakan instingmu untuk menaruh kepercayaan padaku?"

"Entahlah... Auramu begitu gelap," Jinhwa meraih kipas kayu di samping cangkir tehnya dan mengibaskannya pelan di depan wajahnya namun lebih rendah.

Zeyan tidak hanya menatap tajam Jinhwa sementara wanita itu menyesap tehnya.

"Nona!" Seorang pelayan datang dengan berlari, terburu-buru dan hampir tersandung kakinya sendiri kemudian bersujud hingga dahinya menyentuh lantai kayu. "Nona, ia... ia... Menghilang lagi. Kami sudah mencari di sekitar paviliun tapi tidak ada, Nona."

Sepasang mata Jinhwa terbuka lebar, kipas di tangannya berhenti bergerak dan ia berdiri dengan cepat.

"Apa katamu?" bisiknya, namun tajam.

"Maaf nona... beberapa pelayan di paviliun belakang mengisi menggantikan beberapa pelayan yang sakit untuk melayani tamu terhormat..."

Jinhwa memejamkan matanya untuk menekan amarahnya dan itu bukan hal yang biasa. Jinhwa tidak bisa menahan amarah, tetapi itu harus dilakukan agar tidan ada yang tak sengaja mendengar apapun darinya.

Ia bergerak maju mendekati pelayan itu. "Berdiri dan segel seluruh istana, cari di semua tempat kalau perlu periksa sampai ke kediaman para tamu, katakan ada penyusup di area dalam dan segera temukan."

Pelayan itu segera mundur untuk melaksanakan perintahnya. Jinhwa menoleh pada Zeyan.

"Aku harap kau bisa tutup mulutmu."

"Gosipnya pasti menyebar sejak lama jika aku ingin." Zeyan beranjak dan berjalan pergi melewati Jinhwa yang hanya berdiri kaku.

...

Yuer sedang berjalan di samping bangunan kamarnya saat ia melihat seorang wanita tua yang berjalan tergesa dengan langkah yang aneh, seperti anak-anak yang berlari dari kejaran ibunya.

Yuer sempat berpikir itu seorang pelayan tua, sampai ia melihat kain sutra berkualitas tinggi dan sepatu yang dikenakannya.

"Permisi, nyonya... Apakah anda mau pergi ke suatu tempat?"

Pada awalnya wanita tua itu terlihat waspada.

"Oh, aku bukan penjahat, aku hanya sedang berjalan-jalan karena bosan."

Wanita tua itu mengamati wajah Yuer kemudian berjalan mendekat dan berkata, "Bosan? Ayo kita beli manisan? Anakku suka manisan."

Yuer diam sejenak, kemudian dengan gerakan pelan ia melepas selendang tipis dari bahunya dan menyampirkannya ke kepala wanita itu dengan lembut hingga membuat bayangan gelap di wajah wanita itu.

"Kalau begitu, pakai ini, ya? Matahari cukup terik hari ini."

Ajaibnya, wanita tua itu mengangguk dan segera mengapit lengan Yuer, menariknya dan membawanya keluar melalui sebuah gerbang kecil yang Yuer tidak ketahui bahwa itu adalah akses lain untuk keluar dari istana.

Mereka berjalan melewati beberapa pedagang sampai wanita tua di sampingnya menunjuk pedagang manisan di ujung jalan dan langsung berlari meninggalkan Yuer.

Saat Yuer menyusul, wanita tua itu sedang menggigit manisan dan tersenyum lebar padanya.

"Kau akan membayarnya kan?" Tanya si pedagang pada Yuer.

Yuer mengangguk, namun sesaat kemudian ia ingat bahwa ia tidak membawa koin.

"Aku mau ini, ini, ini, dan ini, yang banyak!"

Pemilik kedai manisan segera membungkus semua yang ditunjuk wanita tua itu. Kemudian Yuer menyodorkan cincin giok yang dipakainya.

"Apakah ini cukup?"

Pedagang itu memerhatikan cincin di tangannya. "Ini asli?"

Yuer mengangguk. "Coba saja jual,"

Pedagang itu sedikit memicing pada Yuer namun pada akhirnya mengangguk. "Baiklah..."

Yuer beralih pada wanita tua yang menatap bungkusan manisan yang baru saja ia beli dengan binar bahagia.

"Nyonya, bagaimana kalau kita pulang dan segera memberikannya pada anakmu?"

Wanita itu mengangguk dengan semangat.

...

Dua pelayan tertegun ketika melihat seseorang yang sedang mereka cari hingga membuat mereka berkeringat berjalan dengan seorang gadis muda di sampingnya. Di belakang mereka, Jinhwa berjalan dan juga melihatnya.

Kedua mata Jinhwa membelalak, siap untuk meledak namun wanita tua yang membawa bungkusan di tangannya menghampirinya dan menyodorkan bungkusan itu padanya.

"Putriku yang cantik... Ibu membelikanmu manisan, rasanya semanis putri ibu..."

Kemarahan itu seolah ditelan oleh getaran emosi lain yang membuat matanya memerah. Ibu yang biasanya tak mengenalinya, kini menyebutnya 'putri' lagi sejak terakhir kali untuk waktu yang lama.

"Ibu?"

Wanita tua itu menunjuk Yuer yang berdiri mematung. "Gadis cantik itu menemani ibu membeli manisan untuk putri ibu..."

Tatapan Jinhwa beralih pada Yuer, kali ini bukan tatapan parah seperti sebelumnya. Yuer melangkah mendekat.

"Aku melihatnya berlari dan kupikir aku tidak bisa membiarkannya pergi sendiri, jadi–"

Yuer belum menyelesaikan kalimatnya saat Jinhwa memeluknya, kemudian berbisik pelan.

"Terimakasih, terimakasih sudah menjaganya."

Siang berganti sore saat Jinhwa menceritakan mengapa ia menyembunyikan ibunya. Itu karena Jinhwa ingin mempertahankan tempatnya untuk bisa terus melindungi ibunya yang sering melupakan banyak hal dama sesaat.

Jinhwa juga berterimakasih karena Yuer telah memastikan tidak ada yang mengenali ibunya dan mengatakan bahwa ibunya adalah kelemahan dan kekuatannya. Dalam sesaat momen kecil itu sepertinya mempererat hubungan mereka.

Dan kemudian Yuer berpikir, jika Jinhwa memiliki kerentanan yang tidak dilihat orang lain, mungkinkah Zeyan juga begitu?

1
lunaa
lucu!!
lunaa
he indirectly confessing to herr 😆🙈
lunaa
gak expect tebakan yang kupikir salah itu benar 😭
lunaa
yuerr lucu bangett
lunaa
damn zeyan, yuer juga terdiam dengarnya
Arix Zhufa
baca nya maraton kak
Arix Zhufa
semangat thor
Arix Zhufa
ehemmmm
lunaa
itu termasuk dirimu zeyan, jangann nyakitin yuerr
Arix Zhufa
mulai bucin nich
Arix Zhufa
cerita nya menarik
Arix Zhufa
Alur nya pelan tapi mudah dimengerti
susunan kata nya bagus
Sungoesdown: Makasih kak udah mampir🥰
total 1 replies
Arix Zhufa
mantab
Arix Zhufa
Thor aku mampir...semoga tidak hiatus. Cerita nya awal nya udah seru
Sungoesdown: Huhuuu aku usahain update setiap hari kak🥺
total 1 replies
lunaa
liat ibunya jinhwa, pasti yuer kangen sama ibunya 😓
lunaa
then say sorry to herr 😓
lunaa
suka banget chapter inii ✨🤍 semangat ya authorr 💪🏻
Sungoesdown: Makasih yaa🥰
total 1 replies
lunaa
yuer kamu mau emangnyaa 😭🤣
lunaa
dia mulai... jatuh cinta 🙈
lunaa
menunggu balasan cinta yuer? wkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!