Malam itu Rifanza baru saja menutup bagasi mobilnya sehabis berbelanja di sebuah minimarket. Dia dikejutlan oleh seseorang yang masuk ke dalam mobilnya.
Bersamaan dengan itu tampak banyak laki laki kekar yang berlari ke arahnya. Yang membuat Rifanza kaget mereka membawa pistol.
"Dia tidak ada di sini!" ucap salah seorang diantaranya dengan bahasa asing yang cukup Rifanza pahami. Dia memang aedang berada di negara orang.
Dengan tubuh gemetar, Rifanza memasuki mobil. Di sampingnya, seorang laki laki yang wajahnya tertutup rambut berbaring di jok kursinya. Tangannya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
"Antar aku ke apartemen xxx. Cepat!" perintahnya sambil menahan sakit.
Dia bukan orang asing? batin Rifanza kaget.
"Kenapa kita ngga ke rumah sakit aja?" Rifanza panik, takut laki laki itu mati di dalam mobilnya. Akan panjang urusannya.
"Ikuti saja apa kata kataku," ucapnya sambil berpaling pada Rifanza. Mereka saling bertatapan. Wajahnya sangat tampan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu camer
"Mandilah. Nanti aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit," ucap Shaka lembut. Dia masih mengeringkan rambutnya.
Rifanza malah mengambil hair dryer di dalam laci nakas. Kemudian mulai membantu mengeringkan rambut Shaka yang duduk di sebelahnya.
Shaka tersenyum sambil meletakkan handuknya di sampingnya.
"Aku bisa sendiri," ucap Shaka sambil meraih hair dryer itu
"Aku aja."
"Oke."
Shaka meraih ponselnya yang bergetar.
"Tuan, meeting satu jam lagi," lapor Shaka.
"Siapkan heli."
"Siap tuan muda."
Shaka meraih hair dryer di tangan Rifanza kemudian menoff kannya.
"Mandi sekarang. Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit," ucapnya sambil meletakkan hair dryer itu di atas tempat tidur.
"Aku bisa berangkat nanti sama pak.Toto," tolak Rifanza bermaksud meraih hair dryer lagi.
Tapi kemudian terdengar jeritan pelan Rifanza ketika Shaka lagi lagi menggendongnya ala brydal.
"Kamu maunya digendong terus, ya," senyum Shaka sangat dekat dengan wajah Rifanza yang sudah kemerahan warna pipinya
Rifanza yang sudah mengalungkan kedua tangannya di leher Shaka memalingkan wajahnya yang memanas.
Shaka tersenyum.
Dia menurunkan gadis itu di dalam kamar mandi. Tapi sebelumnya dia sempat berhenti di depan cermin yang ada di sana.
Shaka menatap pantulan mereka di sana. Rifanza mengikuti arah tatap mereka.
"Kalo kita sudah menikah, aku akan melakukannya setiap hari," bisiknya di dekat telinga Rifanza.
Rifanza makin meremang.
Keduanya saling bertatapan sebentar.
Rifanza memejamkan mata, mengira Shaka akan menciumnya. Tapi laki laki itu malah menurunkannya.
"Sayangnya pengawalku hanya membawa satu baju ganti saja," bisiknya lagi sebelum meninggalkan Rifanza yang berdiri tertegun di depan cermin.
Shaka menyandar di balik pintu kamar mandi yang sudah dia tutup. Nafasnya dia hembuskan berkali kali untuk meredakan ketegangan adik kecilnya.
*
*
*
Shaka tersenyum ketika melihat gadis itu keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan menggunakan bathrobe biru muda.
Gadis itu pura pura ngga mengacuhkannya, dan berjalan ke arah lemari pakaiannya.
"Dandan yang cantik, ya," ucap Shaka dengan memberikan kerlingan nakalnya. Dia pun keluar dari kamar tidur Rifanza dan menutup pintu kamar.
Kembali dia menyandar di sana untuk menenangkan perasaan gemuruh di dalam rongga dadanya.
Aku harus bisa secepatnya menikahi dia.
Setelah tenang, dia berjalan ke arah dapur.
Di dalam kamar Rifanza merasa tangannya masih gemetar ketika memegang gagang lemari pakaiannya.
Dia masih berusaha meredakan keterkejutannya yang melihat Shaka ada di sana ketika dia keluar dari kamar mandi.
Tetap saja dia merasakan perasaan asing dan aneh karena adanya laki laki di dalam kamar dan sedang menatapnya yang sedang mengenakan pakaian mi nim.
*
*
*
"Aku memanaskan dendengnya. Enak dimakan dengan bubur," ujar Shaka ketika melihat gadis itu sudah keluar dari dalam kamarnya.
Tatapan Shaka teduh menatap penampilan cantik gadis itu.
"Ya." Dengan langkah kaku Rifanza berjalan mendekati Shaka.
Dia makan dalam diam dan canggung. Seakan dia sendiri adalah tamu. Sedangkan Shaka tampak santai.
"Makannya yang banyak." Shaka mendekatkan sesendok bubur dan dendengnya.
Rifanza membuka mulutnya dengan pipi kemerahan.
Shaka hanya tersenyum.
"Aku akan mengantarmu ke rumah sakit. Tapi aku langsung menemui klien."
"Iya, ngga apa apa."
*
*
*
"Kenapa kita ngga ke bawah?" Rifanza kaget karena lift bergerak ke atas.
"Kita terbang."
Rifanza teringat ucapan Shaka dulu yang sempat dia ngga percaya.
"Terbang?'
Maksud dia apa? batin Rifanza penasaran.
Shaka hanya tersenyum.
Ketika pintu lift yang menuju roof top terbuka, barulah Rifanza mengerti sekarang. Ternyata ini maksudnya terbang.
Ada heli yang terparkir di sana.
Dia sangat kaya rupanya, batinnya sambil melirik Shaka yang dengan santai meraih tangannya untuk digandeng.
Sepanjang perjalanan senyum di bibir Rifanza selalu saja mengembang manis.
Ini pengalaman pertamanya.
"Aku bisa selalu menjemputmu dengan heli,' tawa Shaka berderai. Dia tau Rifanza menyukainya.
Rifanza memperdengarkan tawa berderainya.
"Terlihat banget, ya, aku sukanya."
"Aku malah senang."
Debaran debaran lembut kembali mengisi rongga dadanya.
Hanya sebentar dan mereka sudah tiba di roof top rumah sakit tempat mama Rifanza dirawat
Shaka turun, menemani Rifanza sampai ke depan pintu lift.
"Hati hati," ucapnya ketika pintu lift tterbuka.
Rifanza tersenyum.
"Ya."
Tapi kemudian Shaka juga ikut masuk ke dalam lift.
"Aku bisa sendiri. Nanti kamu terlambat."
"Nggak apa apa. Mereka ngga akan berani membatalkan tender." Dia hanya masih ingin lebih lama bersama gadis itu.
"Ternyata power kamu sangat besar, ya?"
"Tentu. Ini penting agar orang tuamu bisa mempertimbangkan aku."
Wajah Rifanza merona dengan debar jantung yang kian cepat saat bersitatap dengan Shaka.
*
*
*
Shaka ngga menyangka salah satu kliennya adalah Ardana Wibawa. Untung saja dia tidak membuat mereka menunggu lama dan meeting juga belum dimulai.
Sepanjang meeting, Shaka berusaha tetap tenang dan percaya diri menjelaskan konsep apartemen yang akan mereka bangun di tengah kota Amsterdam.
Shaka tau, semua orang sedang fokus menatapnya, termasuk papa Rifanza.
Setelah meeting selesai, mereka saling berjabat tangan. Peserta klien meeting usianya sepantaran daddynya. Dia memang diminta daddy untuk menggantikan kehadirannya.
"Kamu selalu the best Shaka," puji Om Bisro.
"Terimakasih, Om."
"Kapan kamu mau ketemu putri om?" kekeh Om Bisro bercanda walau tetap saja intinya serius.
Shaka balas tertawa berderai. Sudah sering dia mendapat undangan seperti ini.
"Katanya dia pernah ketemu kamu di California."
"Iya, om." Shaka ngga lupa dengan putri Om Bisro yang lebih kental darah bulenya itu.
Malah gadis itu menci umnya di basemen. Dia membalasnya karena ingin membuat Rifanza cemburu saat itu.
"Waktu tau kamu di sini, dia juga minta ikut om," ucap Om Bisro penuh makna.
Shaka tertawa pelan. Dia melirik Arkana Wibawa yang masih ada di sana dan sedang mengobrol dengan klien yang lain.
"Kamu masih lama di sini?" kejar Om Bisro lagi
"Masih, Om."
"Oke, om tunggu. Om serius lho," kekeh Om Bisro.
Shaka tertawa lagi melepas kepergian Om Bistro.
Dia pun berjalan pergi sampai kemudian sebuah suara menyapanya.
"Selamat, ya. Shaka."
Shaka tersenyum, menyimpan kekagetannya. Ngga nyangka Ardana Wibawa yang menyapanya lebih dulu.
"Terimakasih, Om." Shaka menyambut uluran tangan laki laki paruh baya itu.
"Ternyata kamu ngga setengil Eriel," senyumnya hangat.
Shaka tertawa pelan mendengarnya. Dia dan Shakti memang lebih serius. Beda dengan adiknya yang hampir seratus persen kloning daddynya.
"Kamu mewakili daddymu?"
"Iya, Om."
Ardana menepuk pundak Shaka perlahan.
"Daddymu punya anak yang hebat," pujinya jujur.
"Saya masih belajar, om."
Ardana tertawa pelan.
"Oke. Om duluan, ya.".
"Ya, Om. Hati hat."
Ardana mengangguk sambil tersenyum sebelum beranjak pergi.
Sebenarnya Shaka ingin mengatakan akan menjenguk istrinya, tapi momennya belum dia dapatkan. Papa Rifanza terlihat sedang buru buru.
Satu persatu klien yang lain pun menghampirinya.
Mereka yang punya anak anak perempuan yang belum menikah selalu berusaha mengajaknya ngobrol di luar agenda kerja.
Tapi sejak dulu Shaka tidak memberi harapan, hanya saja ada beberapa putri putri mereka yang agak agresif padanya.
fix ya rifa emg gadis yg mau di jodohin sm shaka
Gimana reaksi mereka y'jadi penasaran.
sehat selalu thorrr