Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 : Anak Perempuan
Pramudya mulai memantau setiap aktifitas yang dilakukan oleh Arumi, ia merasa kesulitan untuk mengintai karena Arumi sangat jarang keluar rumah, paling dia hanya keluar untuk pergi belanja dan itu hanya sebentar atau keluar untuk membagikan makanan pada apra gelandangan serta panti asuhan.
Selebihnya Arumi hanya menghabiskan waktu di rumah saja. Selama Arumi di luar, tak pernah Pram luput memantau perempuan itu dan terus mengikutinya hingga saat di mana kematian Arumi telah dia tentukan.
Baru akan mengendarai motornya pergi dari lokasi rumah mewah itu, Pram melihat Arumi keluar dengan mobilnya, langsung saja dia ikuti istri Raka tersebut dan mulai menguntitnya.
Arumi dengan senyum manisnya membawa beberapa makanan untuk dia bagi-bagikan, lokasi utama yaitu ke kolong jembatan baru setelahnya ke panti-panti yang selalu dia datangi.
Arumi memarkir mobilnya di tempat biasa dan mengeluarkan semua nasi kotak itu, beberapa anak langsung berlari mengejar mobil Arumi dan membantu Arumi membawakan makanan itu. Arumi mengikuti mereka sambil membawa sisa makanan yang ada, setelah semuanya dibagikan, Arumi ikut makan dengan para gelandangan tersebut sambil bercerita dan bersenda gurau.
Pram mengerinyitkan keningnya melihat semua itu, dia mengambil foto Arumi sebagai dokumentasi. Pram sendiri tak pernah peduli dengan siapa korbannya, yang terpenting baginya adalah memuaskan pelanggan dengan menghabisi semua yang ditugaskan padanya.
Pram menatap foto di tangannya yang berhasil dia tangkap dari Arumi. Perempuan itu menerima satu suapan dari salah seorang anak dan tertawa lebar.
“Kenapa dia harus dihabisi? Biasanya aku menghabisi korban yang memang perangainya tidak baik tapi perempuan ini terlihat sangat baik daripada Nadira,” gumam Pram sendiri lalu memasang kembali helmnya, dia mulai menghidupkan mesin motor dan melaju meninggalkan kolong jembatan tersebut.
Dia akan memantau Arumi sedikit lebih jauh agar Arumi tak merasa diikuti olehnya.
Arumi menaruh sampai makanan di dalam kantong plastik besar yang mana nanti akan dikumpulkan oleh para gelandangan itu untuk dijual kembali.
Pandangannya tertuju pada seorang anak yang tertidur di balik tumpukan kardus seorang diri.
“Bu, itu anak siapa? Kok aku baru liat dia di sini,” tanya Arumi pada Tini yang sibuk menyuap makanan ke dalam mulutnya, dengan cepat Tini menelan makanan itu agar bisa menjawab pertanyaan Arumi.
“Kami tidak tau, Rum. Dia datang ke sini semalam sambil menangis, sepertinya kelaparan. Tidak ada siapa-siapa bersama anak itu dan tampaknya dia juga sedang sakit.” Arumi mengangguk.
“Lalu? Siapa yang merawatnya sekarang?” tanya Arumi lagi.
“Tidak ada, kami bergantian saja memberi dia makan. Siapa juga yang bisa merawat dia, Rum. Hidup kami sendiri aja begini. Lagian dia itu masih sangat kecil, sepertinya baru berusia 2 tahun,” jawab Tini yang membuat hati Arumi terenyuh.
Sebab di kolong jembatan itu, semua anak memiliki orang tua dan diasuh oleh orang tua mereka. Hidup mereka saja pas-pasan dan tidak mungkin mereka akan mengambil lalu merawat anak orang lain.
Arumi mendekati anak tersebut dan menitikkan air mata saat melihatnya. Anak itu hanya diselimuti dengan kain sarung yang lusuh, di keningnya juga tertempel sebuah kain basah yang mungkin digunakan untuk mengompres si anak.
Arumi menyentuh tubuhnya yang ternyata panas, dia langsung saja menggendong anak tersebut untuk dibawa ke rumah sakit.
“Badannya panas sekali, kok bisa dia ada di sini sih? Kasian banget,” bisiknya pelan.
Anak itu langsung terbangun dan menangis seketika. Arumi tak peduli dengan tangisan itu, baginya, dia harus membawa anak tersebut ke rumah sakit lalu memasukkannya ke panti asuhan. Karena di panti, anak itu akan aman.
“Bu, anak ini aku bawa ya. Aku akan bawa dia ke panti asuhan biar ada yang merawat.” Arumi mengutarakan niatnya pada Tini.
“Iya Rum, bawa saja, kasihan juga kalau di sini.”
Anak itu terus menangis dan berontak di dalam gendongan Arumi. Arumi sendiri berusaha menenangkan dengan menatap wajahnya.
“Tenang ya sayang, Tante akan bawa kamu ke rumah sakit kok, biar kamu gak sakit lagi. Sabar ya,” ucap Arumi pelan penuh kasih, si anak seakan paham dan mengusap wajah Arumi dengan air mata berlinang.
Mobil melaju cepat menuju rumah sakit dengan si anak yang duduk dalam pangkuan Arumi. Sesampainya di tempat tujuan, langsung saja ia diperiksa dan mendapatkan perawatan.
Anak perempuan yang amat cantik itu terlihat sangat lusuh dan kucel. Rambutnya berantakan, bajunya juga sudah tak layak pakai karena ada beberapa sobekan, sepertinya bukan karena sobekan lama dipakai tapi karena memang sengaja dirusak.
Anak itu terus memegang tangan Arumi yang berada di sampingnya, dia tidak perlu dirawat dan sudah diperbolehkan pulang.
Arumi mengurus semuanya dan mengambil obat di apotik.
“Mama,” bisik anak itu dengan suara lemah.
Jatuh air mata Arumi mendengar bisikan kecil itu, tangannya semakin memeluk erat tubuh sang anak dan mengambil obat setelah namanya terpanggil.
Dalam gendongan itu, anak yang belum Arumi ketahui namanya tersebut akhirnya tertidur pulas. Dia menaiki mobil dengan hati-hati agar anak itu tidak terbangun dan meluncur ke toko pakaian anak.
Arumi membeli beberapa pakaian untuk anak ini dan melajukan mobil menuju ke panti asuhan. Dia tahu panti yang bagus untuk anak sebesar ini dan pastinya panti itu berkualitas.
...***...
Anak itu masih tertidur ketika Arumi sampai di panti, ketika masuk menemui pengurusnya, anak itu bangun dan memeluk Arumi dengan erat. Kini penampilan anak itu sudah rapi dan wangi karena habis dari toko pakaian anak, Arumi memandikannya terlebih dahulu dan memakaikan pakaian baru.
Arumi duduk di hadapan pengurus panti dan mengutarakan niatnya untuk menitipkan anak ini.
“Kami akan menjaganya, Bu Arum. Kasian kalau anak ini harus berada di luar sana tanpa penjagaan,” sahut ibu pengurus.
“Iya Bu, saya berharap anak ini baik-baik saja. Semua pakaian dan beberapa keperluannya sudah saya belikan,” ujar Arumi menunjuk ke tas ukuran sedang yang ada di sampingnya.
Ibu pengurus itu hendak menggendong si anak tapi anak perempuan itu tak mau, dia menangis dan memeluk erat Arumi.
“Sayang, kamu bisa tinggal di sini dengan nyaman ya, Nak.” Arumi berujar lembut sambil membelai rambut tipis anak itu.
Bukannya tenang dan diam, anak itu semakin menangis hingga meraung tak mau diambil oleh ibu pengurus panti. Cukup lama Arumi membujuk yang pada akhirnya, anak itu diambil paksa dari gendongan Arumi.
“Mamaaa,” panggil si anak dengan merentangkan tangan pada Arumi, sangat tergores hati perempuan itu mendengar panggilan dari anak tersebut.
Arumi menahan air matanya yang sudah menggenang.
“Ibu Arum pergi saja, dia akan terbiasa di sini nanti,” kata ibu pengurus.
Ketika membalikkan badannya, tangis anak tersebut semakin menjadi dan Arumi semakin tak tega. Apalagi anak itu terus berteriak memanggilnya dengan sebutan ‘Mama’.
Arumi kembali berbalik dan mengambilnya lagi, tidak tega dia meninggalkan anak itu di panti asuhan sendirian.
“Biar saya saja yang merawat dan menjaganya, Bu. Saya tidak tega mendengar tangisannya,” kata Arumi dengan air mata perlahan jatuh. Anak tersebut langsung berhenti menangis dan memeluk erat leher Arumi, wajahnya terbenam sempurna di ceruk leher Arumi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir