Ariel tak menyangka pernikahannya dengan Luna, wanita yang sangat dicintainya, hanya seumur jagung.
Segalanya berubah kala Luna mengetahui bahwa adiknya dipersunting oleh pria kaya raya. Sejak saat itu ia menjelma menjadi sosok yang penuh tuntutan, abai pada kemampuan Ariel.
Rasa iri dengki dan tak mau tersaingi seolah membutakan hati Luna. Ariel lelah, cinta terkikis oleh materialisme. Rumah tangga yang diimpikan retak, tergerus ambisi Luna.
Mampukah Ariel bertahan ataukah perpisahan menjadi jalan terbaik bagi mereka?
Ikuti kisah mereka hanya di sini;👇
"Setelah Kita Berpisah" karya Moms TZ bukan yang lain.
WARNING!!!
cerita ini buat yang mau-mau aja ya, gaes.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21# Apa kamu yakin dengan keputusanmu?
Dengan rahang terkatup rapat, Ariel menatap amplop coklat tersebut. Isinya berupa surat gugatan cerai dari Luna. Setelah semua yang dia korbankan, ini balasan yang diterimanya? Amarahnya mendidih, tetapi tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi ratapan. Cukup sudah.
Tanpa ragu, Ariel meraih ponselnya. Jari-jarinya menari cepat di atas layar, mencari nama Luna dan langsung menekan tombol panggil.
"Halo?" suara Luna terdengar hati-hati di ujung sana.
"Ini aku," jawab Ariel dengan suara dingin, tanpa basa-basi.
"Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Ariel, nada suaranya sangat datar dan menusuk tanpa sedikit pun emosi yang tersisa.
Hening sesaat di seberang sana. "Iya," jawab Luna singkat.
"Baik," balas Ariel dingin. "Kalau begitu maumu, kita bertemu di pengadilan." Tanpa menunggu jawaban, dia langsung mematikan telepon.
Tidak ada lagi yang perlu dikatakan. Cukup sudah drama ini. Luna sudah memutuskan, dan Ariel tidak akan memohon atau merengek. Biarkan pengadilan yang menentukan. Dia akan menghadapi ini dengan kepala tegak, dan memastikan Luna menyesali keputusannya.
Setelah menutup telepon, Ariel menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Amarahnya masih membara, tetapi dia berusaha mengendalikannya. Sekarang bukan waktunya untuk emosi, melainkan untuk bertindak.
Ariel masuk ke dalam rumah dan langsung duduk di kursi ruang tamu. Dia membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang pengacara perceraian terbaik di kotanya. Dia tidak akan menyerah begitu saja. Luna mungkin sudah memutuskan untuk berpisah, tetapi Ariel akan memastikan dia tidak akan mendapatkan apa pun dengan mudah.
Sambil mencari nama-nama pengacara, Ariel mengingat kembali semua yang telah terjadi antara dirinya dengan Luna. Pertengkaran demi pertengkaran, kesalahpahaman yang tak berujung dan rengekan tuntutan yang minta dipenuhi. Ariel merasa telah dicurangi dan dicampakkan, tetapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Luna.
Setelah mendapatkan beberapa nama pengacara yang direkomendasikan, Ariel membuat janji temu untuk konsultasi. Dia ingin memastikan bahwa Luna membayar semua yang telah dilakukannya. Ariel tidak akan membiarkan Luna menghancurkan hidupnya begitu saja. Perang baru saja akan dimulai.
Ariel lalu pergi ke kamar mandi. Dia berniat mandi untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya dari semua kekacauan yang menimpanya.
*
*
*
Sementara itu, setelah menerima telepon dari Ariel, Luna tak bisa tidur. Ada sedikit kegalauan yang merasuki pikirannya, tetapi ia berusaha menepisnya. "Nggak, keputusanku sudah benar. Pria seperti dia memang harus dibuang ke laut saja."
Luna berusaha memantapkan hatinya. "Sudah punya istri tapi masih bisa bercanda sedekat itu sama wanita lain. Dasar ganjen!" Ia menggumam dengan kesal, lalu mencoba memejamkan mata.
Namun, sayangnya sama sekali matanya tak mau diajak kompromi. Ia membalikkan badannya ke kiri dan ke kanan untuk memperoleh posisi yang nyaman, tetapi matanya tetap tak mau terpejam.
Luna akhirnya terbangun lalu keluar dari kamarnya, berniat untuk mengambil air minum. Namun, baru saja ia akan menekan tombol dispenser, suara sang ayah mengagetkannya.
"Kamu belum tidur, Lun?" tanya Pak Huda penuh wibawa." Ada yang ingin kamu diskusikan dengan ayah?"
Tangan Luna tertahan, lalu menghadap sang ayah. Ia mengerjap antara ingin berbagi. Dengan ragu, Luna akhirnya memberanikan diri. "Ayah... sebenarnya... aku sudah menggugat cerai Mas Ariel."
Pak Huda terdiam, sorot matanya yang tadinya hangat kini berubah menjadi serius. "Kamu sudah menggugat cerai Ariel?" tanyanya dengan hati-hati. "Apa keputusanmu sudah mantap, Luna?"
Luna mengangguk, meskipun hatinya sedikit bergetar. "Aku sudah memikirkannya matang-matang, Yah. Dan keputusanku sudah bulat."
Pak Huda menghela napas panjang. "Ayah dengar banyak gosip yang beredar di luaran sana. Apa itu benar?" Dia menatap Luna dengan tatapan menyelidik.
"Ayah harap bukan kamu yang menyebarkannya. Ingat, Luna! Kalian pernah bahagia bersama di masa lalu. Jangan sampai hanya karena kemarahan sesaat kamu melupakan itu dan bertindak gegabah." Nada bicaranya penuh dengan nasihat, tetapi tersirat kekecewaan.
"Bukan aku yang menyebarkan gosip itu, Yah. Tapi semua itu memang benar. Dia... dia sudah berselingkuh di belakangku! Aku menggugat cerai karena aku sudah nggak lagi hidup bersama dengan Mas Ariel!" jawab Luna dengan nada tinggi, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Pak Huda menghela napas lagi. "Apa kamu melihat mereka secara langsung, Luna? Kadang apa yang kita lihat belum tentu yang sebenarnya. Ayah tidak membenarkan Ariel jika memang dia salah, tapi kamu juga jangan cepat mengambil kesimpulan."
Mendengar perkataan ayahnya, Luna justru semakin emosi. "Jadi, Ayah membelanya? Sebenarnya yang anak Ayah siapa, sih?" ucapnya dengan nada marah.
"Aku sudah cukup sakit hati, Yah! Tapi kenapa seolah Ayah malah menyudutkanku?" Luna bangkit dari duduknya, air mata mulai membasahi pipinya. Ia merasa tidak ada seorang pun yang memahaminya. Bahkan ayahnya sendiri seolah lebih membela Ariel.
Pak Huda terkejut dengan tuduhan Luna. Ia mengambil napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Luna, jangan bicara seperti itu. Ayah tidak memihak siapa pun. Ayah hanya ingin kamu berpikir jernih sebelum mengambil keputusan besar. Karena Ayah hanya ingin kamu tidak menyesal di kemudian hari."
Pak Huda bangkit dari duduknya dan menghampiri Luna. Dengan lembut, dia meraih kedua pundak putrinya. "Ayah tahu kamu sedang marah dan sakit hati. Tapi jangan sampai kemarahan itu membutakanmu. Pikirkan baik-baik, Luna. Bicaralah dengan Ariel menggunakan kepala dingin. Siapa tahu ada kesalahpahaman yang bisa diselesaikan."
Pak Huda menatap Luna dengan tatapan penuh kasih sayang. "Ayah hanya ingin kamu bahagia, Nak. Apapun keputusanmu nanti, ayah akan selalu mendukungmu. Tapi ayah mohon, jangan terburu-buru. Jangan sampai kamu menyesalinya nanti." Dia memeluk Luna erat, mencoba menenangkan putrinya yang sedang dilanda emosi.
tapi seru 😂👍