Hati Nadia pecah berkeping-keping mendengar Asri, sang ibu mertua menyuruh Arkan untuk menikah lagi didepan matanya.
"Kamu kan, juga butuh penerus untuk usahamu. Kalau Bilqis kan, beda. tetap saja bukan darah dagingmu, keponakanmu ya selamanya begitu."
Percakapan di meja makan tiga minggu lalu itu masih jelas terpatri di benak Nadia.
Meski sang suami selalu membela dengan berkata bahwa pernikahan itu bukan tentang ada dan tidaknya keturunan didalamnya, melainkan tentang komitmen dua orang untuk selalu bersama dalam suka dan duka.
Hingga suatu malam Nadia menemukan sesuatu di dalam telepon genggam Arkan. Sesuatu yang membuat dunia Nadia runtuh seketika.
Apa yang Nadia temukan? Lalu bagaimana Nadia menyikapinya?
Lalu bagaimana dengan Dio, yang muncul tiba-tiba dengan segudang rahasia gelap dari masa lalu nya? Mungkinkah mereka saling menabur racun diatas hama? Atau justru saling jatuh cinta?
Ikuti kisah mereka, dalam Kau Berikan Madu, Maka Ku Berikan Racun. 🔥🔥🔥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jee Ulya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azoospermia?
Nadia menatap kursi kosong di sebelahnya. Berbeda dengan apa yang laki-laki itu janjikan, 'untuk selalu ada'. Hakim telah memanggil nama Arkan Wicaksana dua kali, tapi laki-laki itu tidak juga muncul. Seperti sidang sebelumnya.
Ruang sidang bernuansa cokelat kayu itu terasa lengang, seperti ruang kosong pada pernikahan mereka yang juga berakhir di ruangan ini.
"Baguslah, kamu tidak datang, Mas. Persidangan jadi akan cepat selesai." Batin Nadia kosong pada diri sendiri.
"Sidang dibuka untuk umum."
Kalimat itu menggema di ruang sidang yang sebelumnya tertutup rapat. Ketukan sepatu dari petugas mengisi kekosongan, buku nikah yang warnanya mulai memudar seiring umur pernikahan juga dibawa hakim sejak sidang pertama.
Beberapa orang dari kursi belakang menegakkan punggung untuk menyimak. Juga laki-laki berkemeja hitam pekat, menyaksikan kehancuran pernikahan perempuan yang dia kenal belakangan itu diam-diam .
"Menimbang, bahwa tergugat tidak hadir, meski sudah dipanggil secara sah... Maka sidang ini diputuskan secara, verstek,"
"Menimbang pula," lanjutnya,
"bahwa dari keterangan saksi dan bukti yang diajukan penggugat, telah terbukti adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus, serta tidak adanya niat dari kedua pihak untuk rukun kembali.
Maka majelis memutuskan untuk mengabulkan gugatan penggugat, menjatuhkan talak satu bain sughra dari tergugat kepada penggugat, dan menetapkan hak asuh anak angkat bernama Bilqis berada di bawah penggugat, serta pembagian harta sesuai perjanjian pernikahan yang sah, tujuh puluh banding tiga puluh."
Nadia menunduk dalam. Air matanya sudah kering. Ia tidak fokus pada pembacaan keputusan dari hakim. Yang ada dibenaknya hanyalah rasa lega, hancur dan menang menjadi satu.
Tok! Tok! Tok!
Suara palu menggema menandakan akhir dari putusan yang tidak bisa diulang.
Suara langkah tergesa dari ambang pintu membuat beberapa orang menoleh, Arkan muncul disana, kemejanya berantakan, dasinya tidak lagi berada di tempat yang pas.
"Saya Arkan Wicaksana!" serunya pada hakim.
Namun terlambat, palu sudah diketuk untuk kedua kalinya.
Hakim keluarga sudah beranjak pergi dari singgasana. Hanya tersisa Nadia yang terduduk di depan, juga Dio yang mengamati dari belakang.
Nadia menatap tenang ke arah sang mantan suami. Ia tertawa sumbang. Ironi, dulu Arkan datang lebih awal demi menjemputnya akad di depan penghulu, sedangkan hari ini, ia sengaja terlambat untuk membatalkan perpisahan.
Nadia mengurut keningnya sebentar lalu menuju ke arah pintu. Langkahnya benar-benar ringan.
"Nad, kamu jangan egois, ya!" Arkan meninggikan suaranya.
"Ini ruang sidang, ayo pergi!" Dio memegang tangan Nadia lembut.
Nadia hanya berjalan mengikuti pria berpakaian serba hitam itu. Meninggalkan ruang sidang dengan keputusan yang masih menggema.
"Nad!" Arkan menarik kasar jilbabnya dari belakang.
Kain tipis kebiruan itu meluncur pelan ke lantai koridor yang dingin, memperlihatkan rambut hitam panjang Nadia, kepada semua orang yang ada di sana. Dio yang tidak terima, melotot penuh amarah. Tangannya ia kepalkan kuat di samping tubuhnya.
Bugh!
"Jangan gila, kamu!" Dio melayangkan tinju pada rahang Arkan.
Arkan tentu saja tidak menerimanya, ia membalas dengan pukulan lebih keras ke dada Dio.
Bagh!
Dio terlempar jauh ke bangku-bangku besi ruang tunggu. Suara pecahan pot keramik besar terdengar nyaring, akibat tersenggol kakinya.
Nadia tidak merespon apa-apa, hanya buru-buru mengambil penutup kepala itu dan berlari keluar.
Perkelahian sempat terjadi, sebelum petugas keamanan mengusir mereka.
Ketegangan mereka berlanjut sampai di taman pinggir jalan.
"Jadi, kamu bercerai karena laki-laki itu, iya?" tuduh Arkan tanpa aba-aba,
"Kamu tidur dengannya?" Lanjut Arkan penuh emosi.
"Jangan samakan aku dengan kelakuan bejatmu, Mas!" Nadia mendorong dada Arkan dengan jari telunjuk. Aroma woody yang biasa diciumnya menempel pada ujung jari.
Lalu lalang kendaraan, seakan menjadi saksi perkelahian yang hampir tidak pernah terumbar keluar.
"Aku tidak meminta nafkah iddah, tidak minta tunjangan nafkah baik untukku dan Bilqis, jadi siapa yang egois?" Nadia marah dalam sekali nafas.
"Aku—" Arkan mencoba membela diri.
"Kamu juga janji akan datang ke persidangan, dua kali," Nadia memotong cepat, "Dua kali. Tapi, selayaknya penghianat. Kamu tidak bisa menepati janji!" Nadia menekankan kata dua dengan jarinya.
"Nad, tidak ingatkah kamu, dengan perjalanan menyenangkan yang kita lalui sama-sama?"
"Menyenangkan untukmu, tapi tidak dengan aku, Mas!" nada dingin Nadia menegas.
"Aku, aku bukan lelaki kaya, layaknya kisah para konglomerat itu, Nadia! Kalau kamu mengambil tujuh puluh persen dari apa yang aku punya, apakah pantas?"
"Pantas?" Nadia mengulang perkataan Arkan dengan sinis,
"Lebih pantas mana, lelaki tidak bisa memberikan keturunan, tetapi mengatai istrinya sendiri dengan sebutan Mandul?"
Jalanan yang ramai di sekitar mereka seperti membeku. Arkan menyaring setiap kata yang keluar dari mulut mantan istrinya.
Dio melempar amplop cokelat yang sempat ia berikan pada Nadia waktu itu, amplop berlogo rumah sakit khusus fertilitas dan kehamilan.
Kertas itu mendarat tepat di dada Arkan.
Ia menarik paksa tangan Nadia menjauh dari sang mantan suaminya.
Sementara Arkan membuka amplop itu kasar, menilik setiap hurufnya, matanya hampir keluar, degup jantungnya terasa semakin cepat, ia hampir tidak percaya dengan apa yang dibacanya.
"Jadi— azoospermia..."
jangnlah dulu di matiin itu si ayunya Thor..Lom terkuak Lo itu kebusukan dia ..biar tmbh kejang2 itu si asri sama Arkan kalo tau belang ayu..
dengan itu sudah membuktikan..kalo ternyata ayu bukan hamil anak arkah..hahahahahahahaha..sakno Kowe..