Di Surabaya, berdiri Sebuah pesantren megah pesantren Al - Ikhlas, sebuah lembaga pendidikan Islam yg dikenal dgn tradisi kuat dan menghasilkan santri" yg berprestasi. cerita ini mengikuti perjalanan 5.285 santriwan dan santriwati pesantren Al - ikhlas. ada banyak santri yg berjuang meraih keinginan orang tua dan menggapai mimpi mimpinya. namun terkadang menimbulkan pro dan kontra akibat persaingan di balik semua perjuangan para santri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue_era, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Malam Mencekam, Teriakan Memilukan dan Kepanikan Tak Terkendali
Malam semakin larut, keheningan menyelimuti asrama putra. Para santriwan terlelap dalam tidurnya, memulihkan tenaga setelah seharian beraktivitas. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.
Tiba-tiba, suara teriakan memilukan memecah kesunyian malam. Teriakan itu berasal dari ruangan Gus Arga, tempat Ning Azzahra beristirahat. Para santriwan yang berada di asrama putra terbangun dengan kaget dan panik.
"Azzahra! Azzahra! Ya Allah!"
Teriakan histeris itu adalah suara Gus Arga. Para santriwan segera berlari menuju ruangan Gus Arga untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Sesampainya di depan ruangan Gus Arga, mereka melihat Gus Arga sedang memeluk Ning Azzahra yang menggigil hebat. Wajah Ning Azzahra pucat pasi dan tubuhnya gemetar tak terkendali.
"Ning Azzahra kenapa, Gus?" tanya salah seorang santriwan dengan nada khawatir.
"Azzahra menggigil hebat," jawab Gus Arga dengan suara panik. "Badannya panas dingin. Saya tidak tahu harus berbuat apa."
Para santriwan yang melihat kondisi Ning Azzahra yang semakin memburuk segera bertindak cepat. Mereka berusaha membantu Gus Arga menenangkan Ning Azzahra dan memberikan pertolongan pertama.
"Gus, sebaiknya Ning Azzahra segera dibawa ke rumah sakit," kata salah seorang santriwan. "Kondisinya semakin parah."
Gus Arga tersadar. Ia segera menyuruh para santriwan untuk mengambil kunci mobil dan menghubungi pengurus keamanan.
"Cepat ambil kunci mobil!" perintah Gus Arga dengan nada panik. "Kang Udin, segera hubungi keluarga ndalem! Kondisi Azzahra semakin memburuk. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!"
Para santriwan segera berlarian melaksanakan perintah Gus Arga. Mereka berusaha secepat mungkin untuk membantu Ning Azzahra yang sedang dalam kondisi kritis.
Kang Udin, pengurus keamanan yang sedang berjaga, segera menghubungi keluarga ndalem dan memberitahukan kondisi Ning Azzahra yang memburuk. Abah, Umi, dan para keluarga ndalem lainnya terkejut mendengar berita tersebut. Mereka segera bergegas menuju pesantren untuk melihat kondisi Ning Azzahra.
Sementara itu, di dalam ruangan Gus Arga, para santriwan berusaha menenangkan Ning Azzahra yang masih menggigil hebat. Mereka memberikan selimut tebal dan mengompres dahi Ning Azzahra dengan air dingin.
Namun, kondisi Ning Azzahra tidak kunjung membaik. Ia semakin menggigil dan sesekali mengerang kesakitan. Gus Arga semakin panik dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Ya Allah, tolong selamatkan istriku," doa Gus Arga dalam hati. "Jangan biarkan terjadi apa-apa padanya."
Beberapa saat kemudian, kunci mobil sudah berada di tangan Gus Arga. Para santriwan membantu Gus Arga mengangkat Ning Azzahra keluar dari ruangan dan membawanya menuju mobil.
Saat akan dimasukkan ke dalam mobil, tiba-tiba Ning Azzahra pingsan. Gus Arga semakin panik dan berteriak histeris.
"Azzahra! Azzahra! Bangun, Sayang! Jangan tinggalkan aku!"
Para santriwan yang melihat Ning Azzahra pingsan semakin panik dan cemas. Mereka berusaha menenangkan Gus Arga dan membantu mengangkat Ning Azzahra masuk ke dalam mobil.
Dengan kecepatan penuh, Gus Arga membawa Ning Azzahra menuju rumah sakit. Para santriwan dan pengurus keamanan mengikuti dari belakang dengan menggunakan mobil dan motor.
Malam itu, pesantren dilanda kepanikan dan kecemasan yang tak terkendali. Para santriwan dan keluarga ndalem berdoa dengan khusyuk, berharap agar Ning Azzahra selamat dan segera pulih dari sakitnya.
Di tengah kegelapan malam, hanya doa dan harapan yang bisa mereka panjatkan. Mereka berharap agar keajaiban datang dan menyelamatkan nyawa Ning Azzahra dan calon bayinya.
Mobil yang membawa Gus Arga dan Ning Azzahra melaju dengan kecepatan tinggi, membelah kegelapan malam menuju rumah sakit. Di dalam mobil, Gus Arga terus menggenggam tangan Ning Azzahra yang dingin, berusaha memberikan kekuatan dan semangat. Ia tak henti-hentinya berdoa, memohon kepada Allah SWT agar memberikan keselamatan kepada istrinya dan calon bayinya.
Sesampainya di rumah sakit, Ning Azzahra segera dilarikan ke ruang gawat darurat. Dokter dan perawat dengan sigap memberikan pertolongan medis. Gus Arga menunggu di luar ruangan dengan perasaan cemas dan khawatir.
Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruangan dan menghampiri Gus Arga.
"Bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Gus Arga dengan nada cemas.
"Ning Azzahra mengalami dehidrasi berat," jawab dokter. "Kadar cairannya sangat rendah. Kami sudah memberikan infus untuk mengganti cairan yang hilang. Saat ini, kondisinya masih lemah dan harus dirawat intensif."
Gus Arga menghela napas lega mendengar penjelasan dokter. Ia bersyukur karena Ning Azzahra sudah mendapatkan pertolongan medis.
"Lalu bagaimana dengan kandungan istri saya, Dok?" tanya Gus Arga lagi.
Dokter terdiam sejenak sebelum menjawab, "Kondisi kandungan Ning Azzahra semakin melemah. Kami akan terus memantau perkembangannya. Kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Ning Azzahra dan kandungannya."
Gus Arga mengangguk mengerti. Ia tahu bahwa kondisi Ning Azzahra dan kandungannya sangat kritis. Ia hanya bisa berdoa dan berharap agar keajaiban datang.
Berita tentang kondisi Ning Azzahra yang memburuk dengan cepat menyebar ke seluruh keluarga ndalem. Abah, Umi, Gus Hilman, Gus Salman, Ning Nadia, dan seluruh keluarga besar segera berkumpul di rumah sakit. Mereka datang untuk memberikan dukungan moral dan berdoa bersama untuk kesembuhan Ning Azzahra.
Ruang tunggu di depan ruang gawat darurat dipenuhi oleh keluarga ndalem yang cemas dan khawatir. Mereka saling menguatkan dan berdoa dengan khusyuk. Suasana haru dan tegang menyelimuti ruangan tersebut.
Abah, dengan wajah yang tampak lelah dan khawatir, memimpin doa bersama. Seluruh keluarga ndalem mengikuti doa Abah dengan khusyuk. Air mata tak terasa menetes di pipi mereka, membasahi pipi mereka.
"Ya Allah, kami memohon kepada-Mu," doa Abah dengan suara bergetar. "Berikanlah kesembuhan kepada Azzahra. Selamatkanlah dirinya dan kandungannya. Jangan Engkau berikan cobaan yang melebihi kemampuan kami."
Setelah selesai berdoa, keluarga ndalem bergantian masuk ke dalam ruang gawat darurat untuk melihat kondisi Ning Azzahra. Mereka memberikan semangat dan dukungan kepada Ning Azzahra yang terbaring lemah di tempat tidur.
Gus Arga tidak pernah meninggalkan sisi Ning Azzahra. Ia terus menggenggam tangan istrinya dan membisikkan kata-kata penyemangat. Ia berjanji akan selalu berada di samping Ning Azzahra, apapun yang terjadi.
Malam itu, keluarga ndalem bersatu dalam doa dan harapan. Mereka berharap agar Ning Azzahra segera pulih dan kandungannya dapat diselamatkan. Mereka tahu bahwa pertarungan yang sebenarnya baru saja dimulai. Mereka harus menghadapi cobaan ini dengan sabar, ikhlas, dan tawakal kepada Allah SWT.
Di tengah kegelapan malam, harapan masih menyala di hati mereka. Mereka percaya bahwa keajaiban akan datang dan menyelamatkan Ning Azzahra dan calon bayinya. Mereka akan terus berdoa dan berusaha.