NovelToon NovelToon
Endless Journey: Emperors Of All Time

Endless Journey: Emperors Of All Time

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Fantasi
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Slycle024

Ketika perang abadi Alam atas dan Alam bawah merembes ke dunia fana, keseimbangan runtuh. Dari kekacauan itu lahir energi misterius yang mengubah setiap kehidupan mampu melampaui batas dan mencapai trensedensi sejati.

Hao, seseorang manusia biasa tanpa latar belakang, tanpa keistimewaan, tanpa ingatan masa lalu, dan tumbuh dibawah konsep bertahan hidup sebagai prioritas utama.

Namun usahanya untuk bertahan hidup justru membawanya terjerat dalam konflik tanpa akhirnya. Akankah dia bertahan dan menjadi transeden—sebagai sosok yang melampaui batas penciptaan dan kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Slycle024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memahami diri sendiri

Zhang Hao tersentak kaget. A-apa yang harus aku lakukan?

Lari? Menjawab? Atau… apakah aku bahkan berhak masuk kedalam?

Wanita yang dipanggil Nenek itu melanjutkan dengan lembut, suaranya menenangkan, “Jangan panik. Kemarilah. Pasti banyak pertanyaan yang muncul saat kau melihat papan nama toko kecil ini”

Ragu-ragu, Ia melangkah maju. Ada sesuatu tak terlihat yang seakan menariknya mendekat. Jika aku masuk… apakah aku akan menemukan semua jawaban itu?

Wanita itu mengangkat tangannya dan seketika pintu kayu di hadapan Zhang Hao terbuka perlahan. “Pria kecil kemarilah. Maukah kau berdiskusi dengan wanita tua ini?”

Didorong oleh kehangatan suara itu, Ia melangkah masuk. Begitu melewati ambang pintu, Ia merasakan sebuah penghalang tak kasatmata, lalu tertegun melihat pemandangan di dalam—bukan toko, melainkan taman kecil dengan patung dan boneka kayu melayang secara beraturan.

Di rerumputan, dua anak duduk berhadapan. Anak laki-laki langsung cemberut. “Nenek, dia bukan keluarga kita. Kenapa membiarkannya masuk?”

Wanita itu hanya memberi isyarat pada Zhang Hao . “Jangan pedulikan mereka. Duduklah, masih banyak bangku. Anggap saja rumah sendiri”

Zhang Hao tampak masih ragu, tatapan anak-anak itu seakan menahannya di tempat. Namun, Ia memaksa langkahnya terus maju hingga akhirnya memilih duduk di bangku kosong paling jauh.

Melihatnya sudah duduk, wanita tua itu tersenyum tipis. Ia lalu melemparkan sebilah pisau ukir dan beberapa batang kayu ke arahnya, sebelum kembali menatap cucu-cucunya yang sedang bertengkar. Tangannya perlahan bergerak dan melanjutkan ukiran yang belum selesai.

Sementara itu, Zhang Hao hanya duduk dalam keadaan linglung. Entah bagaimana, jarinya mulai bergerak, mengukir batang kayu itu tanpa sadar. Setiap ukiran yang dia buat cukup halus dan tampak nyata.

-----

Waktu pun berlalu.

“Nenek, kami ingin main salju!” seru anak laki-laki dengan wajah berbinar, sementara anak perempuan di sisinya hanya memeluk kaki sang nenek dengan tatapan penuh harap.

Wanita itu berhenti mengukir. Ia mengangkat tangannya, membuat sebuah penghalang, dan seketika butiran salju turun dengan lembut. Mengubah tanah yang tadinya hijau menjadi salju putih yang halus dan dingin.

Dua anak itu langsung bersorak riang, berlarian sambil berguling di tanah, saling melempar salju, tawa mereka memenuhi taman kecil itu.

Tidak jauh dari sana, Zhang Hao berhenti mengukir dan menatap butiran putih yang turun. Salju itu begitu nyata, dingin menempel di ujung jarinya ketika ia meraihnya.

Ia melirik ke arah wanita tua itu. Wajahnya tenang, seolah ini hanyalah hal biasa. Sementara dua anak itu berguling-guling dengan tawa yang murni.

Siapa sebenarnya wanita tua ini? Dan kenapa aku bisa berada di sini?meskipun aku tidak merasakan bahaya tersembunyi, tapi  kenapa? Kenapa aku merasa seolah dibawah kendalinya

-----

Waktu terus mengalir, anak-anak itu pun pergi dan meninggalkan Zhang Hao berdua dengan wanita tua itu.

Tatapan wanita itu beralih pada ukiran-ukiran di hadapan Zhang Hao . Alisnya sedikit terangkat ketika menyadari bentuk ukiran kayunya—binatang-binatang iblis langka, yang bahkan jarang ditemukan, dan ukirannya begitu jelas seakan pernah dilihat langsung.

“Menarik” ujarnya dengan hangat. “Seolah kau pernah menyaksikannya sendiri atau bakat dan imajinasi sangat jauh dari anak-anak lain". Ia berhenti sejenak dan bertanya dengan penasaran,“Tapi…kenapa kau tidak mengukir orang yang kamu pedulikan?”

Pisau ditangan Zhang Hao terhenti mengukir. Ia bergumam lirih, orang yang aku pedulikan?

Wanita itu tersenyum samar dan berkata:“Misalkan keluargamu, sahabat, teman… atau dirimu sendiri?”

Zhang Hao masih terpaku dalam diam. Tatapannya kosong seolah pikirannya tersesat jauh. Wanita tua itu menatapnya dan bersuara lembut, “Manusia…makhluk dengan kecerdasan yang tinggi. Kau tidak bisa hidup hanya dengan makanan dan minuman saja. Hubungan dengan sesama, ikatan, dan keterhubungan—semua itu adalah bagian dari kebutuhan.”

Ia menggeser kayu di tangannya dan melanjutkan, “Meskipun makna kehidupan tidak pernah sama bagi setiap orang. Itu adalah sesuatu yang pribadi, ditemukan lewat nilai-nilai yang kau junjung, tujuan yang kau capai, dan pengalaman yang kau jalani. Namun, jangan pernah lupakan: hubungan dan interaksi juga adalah bagian dari jalanmu.”

Zhang Hao menatapnya dengan kebingungan dan berkata tanpa sadar : “Aku…tidak mengerti.”

Wanita itu menghela napas panjang. “Pahami dan terima sesuatu yang tak bisa kau kendalikan—seperti kepedulian atau sikap orang lain. Seiring waktu, kamu akan menemukan tujuanmu sendiri.”

Sebelum Zhang Hao sempat menjawab, Ia kembali memotong dengan suara tegas namun lembut, “Bertahan hidup memang bagian dari kehidupan. Tapi kita manusia dengan kecerdasan. Ingat, mulai sekarang pikirkanlah tujuanmu… selain sekadar bertahan hidup”

Mendengar semua itu, Zhang Hao hanya bisa mengangguk pelan. Ia memejamkan mata, membiarkan pikirannya kembali menelusuri jejak peristiwa yang telah ia alami. Perlahan, matahari mulai tenggelam. Cahaya jingga menembus jendela, menyelimuti ruang kecil itu. Wanita itu menatap Zhang Hao yang masih terpejam dengan wajah bingung, lalu bergumam lirih : Angin yang hanya mengikuti alam… pada akhirnya semuanya akan menuju hasil yang sama.

Tak lama kemudian ia bersuara, lembut tapi tegas. “Pria kecil bangun. Hari sudah sore dan pulanglah"

Dengan satu gerakan santai, entah bagaimana, Zhang Hao mendapati dirinya sudah berada di luar toko. Ia terhuyung dan mengusap punggungnya yang terasa nyeri akibat terlempar keluar.

Di tengah kebingungannya, sebuah suara bergema di telinganya. Jika kau bisa, setiap hari bercerminlah… bukan hanya pada tubuhmu, tapi juga pada jiwamu. Ukirlah dirimu sendiri—" . Suara itu terhenti sejenak dan melanjutkan. " ketika selesai mengukir, lihatlah kembali. Jika itu bukan dirimu… hancurkan. Tapi jika itu benar dirimu, datanglah kemari"

Zhang Hao terpaku dalam diam. Sementara angin sore menyapu wajahnya. Suara itu masih terngiang da membuat suasana hatinya campur aduk antara bingung dan penasaran.

Ia menutup mata sejenak dan membungkuk ke arah toko itu seolah ingin mengucapkan terima kasih. Setelah itu, langkahnya perlahan mengarah ke gerbang kota.

Dengan token yang diberikan Zhao Liang, ia bertanya-tanya tentang cara kembali ke akademi. Tidak lama kemudian, sebuah kereta muncul di hadapannya. Tanpa ragu, Ia melangkah masuk, duduk di dalam, dan kereta itu segera melaju, membawanya kembali menuju akademi.

------

Sejak saat itu, Ia mulai diam-diam menebang pohon satu per satu. Tindakan ini membuat pemilik tanah kebingungan, bahkan akademi yang tidak jauh dari lokasi ikut dibuat pusing oleh kejadian aneh tersebut.

Satu tahun berlalu.

Selain mengikuti kegiatan rutin di akademi, Ia juga mengikuti beberapa latihan tambahan—berlatih di bawah air terjun, bertamasya, dan berbagai kegiatan yang menuntut fisik maupun mental. Selama waktu itu, ia perlahan mulai menerima perlakuan orang lain, meski hanya sedikit, dan meresponsnya secara wajar, tanpa terlalu melibatkan perasaan.

Namun sebagian besar waktunya ia habiskan sendiri, bercermin dan mengukir dirinya. Setiap kali melihat ukiran tersebut, selalu ada rasa penolakan dalam jiwanya. Akhirnya, dengan berat hati, ia menghancurkan kembali ukiran itu—lagi dan lagi, berulang kali, seakan tak pernah puas dengan apa yang ia ciptakan.

Suatu malam, Zhang Hao duduk di depan cermin, ukirannya di tangan bisa dikatakan jelek dan sangat kasar. Seperti biasa, rasa ketidakpuasan muncul, tapi kali ini berbeda. Matanya tertahan pada detail ukiran itu, hati kecilnya bergetar.

“Apakah ini…aku?apa yang harus aku lakukan” gumamnya dengan terbata-bata.

Untuk pertama kali, Ia tidak menghancurkan ukirannya. Setiap goresan terasa merekam dirinya sendiri dan sekaligus semua yang Ia terima dari hal-hal di luar kendalinya.

Lalu Zhang Hao tersenyum tipis. Jadi seperti itu, gumamnya dalam hati.

Zhang Hao menatap ukiran tersebut sekali lagi sebelum menutup mata. Tubuhnya lelah, tapi hatinya terasa ringan. Ia merebahkan diri, menarik selimut, dan perlahan tertidur.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
誠也
7-10?
Muhammad Fatih
Gokil!
Jenny Ruiz Pérez
Bagus banget alur ceritanya, tidak monoton dan bikin penasaran.
Rukawasfound
Lucu banget! 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!