menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dasar Edgar
Mereka selalu ada untuk Liana, mereka juga membantu Liana terapi setiap hari sampai Liana bisa menggerakkan seluruh tubuhnya yang kaku.
Tidak ada kata mengeluh maupun lelah mereka akan melakukan semuanya demi Liana, dan kini mereka tidak khawatir lagi jadi mereka bisa pergi meninggalkan ruangan untuk pekerjaan mereka secara bergantian.
Tapi kali ini, mereka semua harus pergi dan hanya Kevin yang akan menjaga Liana.
"Kalau begitu aku pergi dulu, malam nanti kita kembali," senyum Edgar mengusap surai rambut Liana.
Liana sedang makan pun mengangguk, "Hati-hati,"
Edgar tersenyum, "Tentu,"
Edgar berdiri dari duduknya lalu mengecvp kening Liana sebelum pergi. Edgar pun melangkahkan kakinya menuju pintu tapi kemudian berhenti, Edgar tersenyum gemas lalu ia berbalik menghampiri Liana lagi.
"Kenapa balik lagi– aww, Edgar!" pekik Liana.
Liana terkejut kala Edgar menggigit pipinya, padahal di sana ada Kevin yang duduk di samping Liana.
"Edgar, sudah! Sakit tau!"
Edgar melepaskan gigitannya lalu mencubit kedua pipi Liana yang tembem.
"Gak bisa, kau terlalu gemas. Akhirnya aku bisa menggigit mu, hahahaha!" tertawa jahat sembari memainkan pipi Liana.
"Kau mengerikan," merinding Liana.
"EDGAR! CEPATLAH!" teriak temannya dari luar.
Edgar terkekeh, "Baiklah aku pergi,"
Liana hanya melirik kesal sembari mengelap pipinya yang bekas digigit, Edgar terkekeh sambil melangkah pergi.
"Li?"
Liana menoleh, ia lupa kalau ada Ayahnya di sini. Sekarang apa yang akan ia katakan mana ekspresi Kevin seperti tercengang begitu.
"A–ayah, jangan terkejut, se–sebenarnya mereka memang begini pada Liana," malu Liana.
"Maksud mu, mereka ... menyukai mu?"
"Mu–ungkin, mungkin bisa dibilang begitu," gugup.
"Mereka semua?!" Kevin yang mulai paham dan terkejut.
Liana mengangguk kaku.
Kevin membuka mulvtnya tercengang, bagaimana mungkin? Kalau salah satu di antara mereka menyukai Liana masih wajar, tapi semua loh, 8 pria.
"Terus, bagaimana dengan mu? Kau juga menyukai mereka?!" tanya Kevin.
Duh gimana yah, bukannya serakah sih hanya saja takdirnya mungkin memang harus punya 8 pria, pikir Liana.
Liana menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum kaku.
"Eh, haha, Liana ... mu–mungkin," tertawa hambar.
"APA?!" syok berat.
"Ta–tapikan, mau bagaimana lagi. Mereka tidak suka penolakan dari Liana!" Liana menjelaskan takut Kevin salah paham.
Siapa yang tidak salah paham jika Liana tidak bisa menolak 8 pria?
Kevin masih merasa tidak percaya menatap Putrinya.
"Liana juga tidak tahu harus berbuat apa selama Liana tinggal di rumah mereka, mereka berbuat baik serta memperlakukan Liana layaknya orang yang mereka sayang. Liana tahu ini akan membuat orang lain salah paham, orang lain pasti akan menganggap Liana murahan, begitu juga bagi Ayah," Liana menunduk.
"Ti–tidak, Ayah tidak berpikir begitu! Ayah cuma kaget saja, bagaimana bisa kalian memiliki hubungan sedekat itu? Ayah selalu khawatir pada Liana, apakah mereka memperlakukan mu baik atau buruk? Karena ... Liana adalah sebagai jaminan saja, jadi Ayah selalu memikirkan hal yang buruk terhadap Liana,"
"Liana baik-baik saja, seperti yang Ayah lihat mereka tidak pernah melakukan fisik pada Liana,"
Kevin baru menyadarinya sekarang, pantas saja selama ini mereka selalu merawat Liana dan terus menetap di ruangan ini sampai Liana siuman, ternyata mereka memiliki hubungan dengan Putrinya. Bod0hnya ia baru tahu sekarang.
"Jadi, Liana menerima mereka semua?"
"Entahlah, Ayah. Liana juga masih bingung dengan hubungan ini, kadang kalau dipikir-pikir tidak akan mungkin Liana bisa bersama dengan mereka selamanya. Bisa jadi salah satu dari mereka,"
"...."
Liana menghela nafas, "Liana akan jalani saja dahulu, lagian jalan Liana masih panjang," melempar senyum pada Kevin.
Kevin memegang tangan Liana, "Pasti sangat rumit,"
"Tidak juga, Liana hanya menjalankan saja," kekeh Liana.
"Intinya kalau kau terbebani sebaiknya lakukan sesuatu yang membuat mu nyaman. Ayah akan membantu mu!"
"Terima kasih, Ayah,"
-
-
"Liana, aku pul– Liana?!"
Saat Carlos membuka pintu ia tidak melihat Liana di ranjang pasien, mereka langsung panik dan takut jika Liana hilang lagi.
"Liana?! Kau dimana?!"
"Sudah ku bilang, sebaiknya pergi 1/2 orang sebagai perwakilan!" protes Elvano.
"Cepat car–"
"Ada apa sih, ribut banget?!"
Mereka langsung menoleh dan mendapati Liana dan Kevin sehabis dari kamar mandi, Kevin memapah Liana untuk berjalan sembari membawa tiang infus. Mereka langsung bernafas lega.
"Aku kira kau hilang lagi," Felix membantu Liana.
"Aku baru saja dari kamar mandi,"
Felix tersenyum tipis lalu membantu Liana kembali duduk di brankar.
"Betapa takutnya aku melihat ruangan ini kosong, jika kau hilang lagi aku tidak akan membiarkan orang yang mengambil mu hidup lagi!" ucap Felix.
"Berlebihan,"
"Berlebihan?! Itu bukan berlebihan! Kau baru saja sembuh dan itupun belum total, sampai ada yang membawa mu pergi lagi aku benar-benar tidak akan mengampuninya lagi!"
"Maksud mu Marvin?"
"Jangan menyebut namanya di depan ku!" sinis Felix.
"Baiklah. Marvin?" Liana membalikan badan sambil menyebut nama Marvin.
"Liana!"
"Apa? 'Kan aku tidak menyebut namanya di depan mu, tapi membelakangi mu,"
"Jangan bercanda!" kesalnya.
Liana terkekeh begitu juga yang lain.
Kenzo menaruh sekotak kardus di ranjang dekat kaki Liana.
"Apa ini?" tunjuk Liana.
"Setelah menyelesaikan pekerjaan, kita kepikiran untuk membelikan mu cemilan," Kenzo.
"Astaga, untuk apa?"
"Ya untuk kamu lah!" Felix menyahut.
"Cemilan ini cukup untuk mu kalau saat bosan, atau saat tidak selera makan," Kenzo membuka kotak kardus dan isi penuh dengan cemilan.
"Sepertinya ... ini terlalu banyak,"
"Lalu kenapa? Kau bisa menghabiskan semuanya," Lucas duduk di sofa.
"Kalian ingin menaikan berat badan ku yah?"
"IYA!" kompak sebagian mereka.
"Ini saja aku sudah gemuk loh," cemberut.
"Mau ku gigit yah tu pipi sama bib1r?! Aku lebih suka kau yang gemuk daripada kurus!" Felix menyilangkan kedua tangannya.
"Tapi gak kurus banget, setidaknya aku mau tubvh ku seperti sebelumnya!"
"Kalau boleh jujur, yang sebelumnya juga kau jelek! Lebih cantik dan lucu sekarang," celetuk Carlos.
"Ya sudah kalau gak suka!" kesal Liana.
"Sudahlah, mau gemuk atau kurus yang penting kau sehat!" kesal Arion yang mendengar keributan.
Liana hanya bisa memasang wajah kesal kemudian memilih cemilan yang ada di kotak kardus.
Mereka pun berjalan ke tempat sofa untuk beristirahat kecuali Revan yang duduk di kursi samping Liana.
"Kita belum mengunjungi proyek pembangunan," kata Edgar membuka kancing kemeja hitamnya.
"Masalah itu biarkan Yohan yang mengeceknya!" Arion menyandarkan tubvhnya di sofa dengan kepalanya mendongak.
"Lagian masih lama," Elvano.
"Memantau saja, siapa tahu para pekerja tidak melakukan dengan benar," Edgar melepaskan kemejanya dan kini ia hanya bertel4nj4ng d4d4 yang bidang, terlihat otot-otot pada lengan, punggung, serta tato hewan yang ada di pinggang Edgar.
Liana yang tak sengaja melihat langsung mengalihkan pandangan pada Revan. Jujur saja, Liana juga mengagumi tubvh mereka yang bidang dan berotot, hanya saja ia malah malu karena memikirkan hal-hal yang aneh.
"Revan, apakah teman mu memang begitu?" tanya Liana menatap Revan.
"Siapa yang kau maksud?"
"Edgar!"
Revan kembali melihat Edgar yang dengan santai duduk tanpa menggunakan pakaian atas.
"Sebenarnya itu hal biasa sih ketika sedang berkeringat, kau tahu jika saja ini di rumah aku juga akan melakukan hal yang sama,"
"Astaga, Revan!" memukul pundak Revan.
Revan tertawa kecil, "Bercanda,"
"Kalau ada orang lain masuk bagaimana? Dan melihat Edgar tidak menggunakan baju?!"
"Biarkan saja, dia saja tidak punya urat malu,"
"Setidaknya jaga kesopanan, kalau di rumah tidak masalah!"
"Berarti aku juga dong?" senyum Revan.
"Apanya?"
"Kalau di rumah tidak apa 'kan tanpa menggunakan baju? 'Kan hanya ada kamu yang melihatnya,"
Wajah Liana memerah, "Apa maksud mu?! Makin lama kau makin mesvm!"
Revan tertawa.
Liana melirik Kevin yang dari tadi menyimak, ia jadi semakin malu.
"Ayah, jangan pikirkan ucapannya. Seperti yang ku bilang tadi, mereka sedikit ...." Liana memutar jarinya di dekat kepala.
"Maksud mu gil4?" sahut Revan.
"Akhirnya sadar juga," senyum Liana.
"Kau ini," Revan menopang kepalanya kesal.
Liana terkekeh.
•••
TBC.