NovelToon NovelToon
Dipaksa Menjadi Istri Kedua

Dipaksa Menjadi Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh / Cinta Terlarang / Nikah Kontrak
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Kata sah terdengar lantang dari dalam ruangan minimalis itu. Pertanda ijab kabul telah selesai dilaksanakan seiring dengan air matanya yang terus menerus menetes membasahi pipinya.

Apa jadinya jika, karena kesalahpahaman membuat seorang wanita berusia 25 tahun harus menjadi seorang istri secara mendadak tanpa pernah direncanakan ataupun dibayangkan olehnya.

Kenyataan yang paling menyakitkan jika pernikahan itu hanyalah pernikahan kontrak yang akan dijalaninya selama enam bulan lamanya dan terpaksa menjadi istri kedua dari suami wanita lain.

Mampukah Alfathunisa Husna menerima takdir pernikahannya??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 21

Azhar terus memandangi kepergian istrinya yang baru saja keluar dari ruangan. Tatapan matanya kosong, penuh kekecewaan.

Suaranya terdengar berat saat ia bergumam, seakan bicara pada dirinya sendiri.

“Dari awal kami menikah sampai sekarang sikapnya selalu sama. Membangkang, menentang, tak pernah mau mendengar nasehatku. Aku kira dia akan berubah, tapi ternyata semakin hari justru makin tak terkendali.”

Nisa yang duduk di sampingnya menunduk lirih, lalu mengangkat wajah dengan senyum lembut. Ia meraih tangan suaminya, menggenggam erat seolah ingin menyalurkan kekuatan.

“Mas harus sabar… Insya Allah, suatu saat nanti Mbak Dian akan berubah. Percayalah, mungkin saat ini dia hanya tersesat, keliru dalam jalan hidupnya. Allah masih bisa membalikkan hati manusia, Mas.”

Azhar menggeleng perlahan, matanya berkaca-kaca.

“Aku merasa gagal, Nisa. Gagal mendidiknya, gagal membimbingnya. Dunia sudah menutup matanya dan aku tak sanggup lagi menariknya kembali.”

Nisa tanpa ragu memeluk suaminya, mengusap lembut punggung kokoh yang sedang rapuh itu.

Hatinya sendiri ikut perih, apalagi membayangkan bagaimana Azhar harus menerima perlakuan kasar dan ucapan menusuk dari Dianti.

“Aku ada di sini, Mas…” bisiknya lirih. “Aku tahu Mas terluka, tapi jangan biarkan luka itu merenggut semuanya. Jangan biarkan Berliana kehilangan senyum papanya.”

Di sudut ruangan, Berliana duduk diam di kursi kecil. Mata mungilnya memandang sendu, berbeda dari biasanya yang manja.

Ia hanya menatap punggung mamanya yang baru saja pergi, tanpa menangis atau merajuk. Ada luka kecil yang tumbuh di hati balita itu, meski ia sendiri belum mengerti sepenuhnya arti semua yang terjadi.

Azhar menatap putrinya, lalu menghela napas panjang.

“Ya Allah… semoga Kau beri hidayah padanya. Semoga dia sadar… sebelum semuanya terlambat.”

Sementara itu, di lobby rumah sakitnHafsah berjalan sambil menunduk, hendak menuju parkiran. Matanya terbelalak ketika melihat sosok perempuan yang sangat ia kenal.

“Ya Allah… itu kan Mbak Dian?!” desisnya kaget.

Ia menutup mulutnya rapat-rapat, nyaris tak percaya dengan apa yang baru dilihatnya. Di depan matanya sendiri, Dian berdiri di samping mobil mewah berwarna putih, lalu tanpa ragu meraih seorang pria. Mereka berpeluka bahkan berciuman mesra, tanpa peduli ada yang melihat.

Darah Hafsah serasa berhenti mengalir.

“Benar itu Mbak Dian. Aku nggak mungkin salah lihat. Jadi… gosip tentang perselingkuhannya selama ini… nyata adanya?” batinnya tercekat.

Tepat saat itu, Akbar suaminya datang menghampiri. Ia yang masih berseragam polisi merangkul pinggang istrinya dengan posesif.

“Sayang, kenapa bengong? Ada apa?” tanyanya sambil mengikuti arah pandangan Hafsah.

Hafsah buru-buru tersenyum, berusaha menutupi kepanikannya.

“E-enggak kok, Mas… aku cuma lihat Mbak Dianti itu istri yang baik, juga mama yang penyayang. Hehe…” elaknya dengan suara gemetar.

Akbar mengernyit, curiga. Namun ia memilih tak memperpanjang. “Hm… ya sudah. Ayo kita masuk. Kasihan Abang Azhar sudah lama menunggu kita.”

Hafsah menggenggam lengan suaminya, tapi dalam hati ia berdoa penuh cemas.

“Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Kalau Abang Azhar tahu rumah tangganya bisa hancur berkeping-keping. Semoga saja Mbak Dian segera sadar dan bertaubat sebelum semuanya terlambat.”

---

Di ruang perawatan, suasana justru berbeda. Azhar bergantian bersama Nisa membacakan buku cerita untuk Berliana. Tawa anak kecil itu pecah ketika papanya menirukan suara monyet.

“Papa lucu!” serunya polos.

Azhar tersenyum, mengusap lembut rambut anaknya.

“Syukur Alhamdulillah kalau putri shalihahnya Papa senang. Tapi sekarang waktunya tidur, ya, Sayang. Sudah malam.”

Namun Berliana merengek manja.

“Mama cantik bacain kisah Nabi dulu…”

Nisa menatap suaminya, lalu tersenyum kecil.

“Tidak apa-apa, Mas. Malah bagus kalau setiap hari Berliana mendengar kisah teladan para Nabi.”

Azhar mengangguk pasrah. “Baiklah… asal kamu tidak keberatan.”

Nisa lalu menuntun Berliana berdoa sebelum tidur. Suaranya lembut, penuh kasih sayang. Azhar terharu, melihat putrinya perlahan mengenal doa berkat kehadiran istri keduanya itu.

“Makasih banyak, Ya Allah…” lirih Azhar dalam hati. “Engkau kirimkan bidadari ini untuk menguatkanku di saat rumah tanggaku di ambang kehancuran.”

Nisa pun mulai membacakan kisah Nabi Ismail AS. Belum selesai, Berliana sudah mulai mengantuk, menguap kecil sambil memeluk boneka kesayangannya.

Azhar tersenyum, lalu mengecup puncak kepala istrinya.

“Makasih banyak… Kamu sudah hadir dalam hidup Mas.”

Nisa tersipu, wajahnya memerah. Namun sebelum suasana menjadi terlalu hangat, pintu ruangan tiba-tiba terbuka.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapa Hafsah dan Akbar hampir bersamaan.

Azhar dan Nisa sontak terkejut, buru-buru menjauh. Azhar merasa jantungnya berdetak kencang. Nisa pun salah tingkah, cepat-cepat merapikan hijabnya.

“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” balas mereka bersamaan dengan suara sedikit bergetar.

Mata Hafsah langsung menelisik ke arah Nisa, lalu bergantian ke arah kakaknya. Tatapan itu membuat Azhar gusar, ia tahu benar maksud sorot mata adiknya. Seakan Hafsah melihat lebih dari yang seharusnya.

Dengan cepat Azhar mencoba menguasai keadaan.

“Dia adalah Alfathunisa Husna… babysitter kedua putriku. Kalian kan tahu, Dianti sibuk bekerja, sementara aku minggu depan berangkat tugas ke Lebanon.”

Hafsah mengangguk samar, tapi pandangannya tak lepas dari Nisa. Jantungnya makin gelisah, teringat apa yang baru saja ia lihat di parkiran.

“Apakah benar… babysitter?” batinnya ragu.

Nisa semakin gugup. Tangannya gemetar, wajahnya memerah. Ia menunduk, tak berani menatap kedua tamunya.

Sementara Azhar terus berusaha menutupi kepanikan dengan senyum yang dipaksakan.

Akbar hanya mengangguk, mencoba percaya pada ucapan kakaknya. Tapi Hafsah diam-diam menyimpan semua kecurigaan di dalam hati.

“Ya Allah… apa aku harus memberitahu Abang Azhar soal perselingkuhan Mbak Dian atau aku harus diam saja demi menjaga keutuhan rumah tangga dan keluarganya? Tapi kalau aku terus diam apa tidak akan semakin parah?”

Tatapan Hafsah kembali jatuh pada Nisa, yang sedang merapikan selimut Berliana. Di balik wajah lembut dan tulus itu, ia melihat sesuatu yang membuat hatinya semakin bimbang.

Begitu pintu terbuka, Azhar dan Nisa sontak seperti tersambar petir.

Azhar refleks menjauh dari posisi dekat istrinya, kursi yang ia duduki sampai bergeser keras ke belakang.

Kedua tangannya buru-buru ia letakkan di atas meja, berusaha tampak tenang, tapi jemarinya saling meremas gelisah hingga buku-bukunya memutih.

Wajahnya tegang, urat di pelipis menonjol, matanya sempat melirik cepat ke arah Nisa dengan tatapan panik: “jangan sampai mereka tahu.”

Nisa, yang masih duduk di sisi ranjang Berliana, kaku seketika. Wajahnya merona, lalu pucat, pipinya bergantian memerah dan memutih.

Tangannya spontan menarik selendang hijabnya hingga menutup dada lebih rapat, lalu dengan gugup membetulkan letak kancing piyama yang sempat terbuka bagian atasnya.

Nafasnya terlihat memburu, dada naik turun, dan suaranya tercekat ketika menyapa balik.

“Wa… waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” ucapnya lirih sambil menunduk, tidak berani menatap langsung Hafsah dan Akbar.

Azhar mencoba memaksakan senyum, tapi jelas terlihat kaku. Garis rahangnya mengeras, ia menelan ludah berkali-kali. Kakinya mengetuk lantai tak sabaran, tanda gugup yang tak bisa disembunyikan.

Sementara itu, Nisa menggenggam ujung selimut Berliana terlalu kuat, seolah selimut itu bisa menutupi rasa paniknya.

Bibirnya bergetar tipis, dan matanya lebih sering terpaku ke anak kecil di hadapannya daripada berani menatap kedua tamu.

Dari luar, mungkin tampak biasa, tapi bagi yang jeli, bahasa tubuh mereka begitu gamblang yaitu kaku, kikuk, penuh kegelisahan.

Seolah setiap gerakan kecil bisa membongkar rahasia besar yang mereka simpan rapat-rapat.

Pintu itu… kenapa harus terbuka saat ini? Ya Allah…

Jantungku seolah terjun bebas. Aku langsung menjauh dari Nisa, kursi yang kududuki sampai berbunyi nyaring.

Tangan ini gemetar, buru-buru kuletakkan di atas meja. Aku paksakan senyum, tapi wajahku kaku, seperti topeng retak yang bisa pecah kapan saja.

Aku bisa merasakan tatapan Hafsah menusukku, menelisik sesuatu yang tak boleh ia tahu.

Pelipis tegang, keringat dingin mulai mengalir di belakang leherku meski ruangan ini ber-AC.

Astaghfirullah… kalau mereka sampai tahu aku menikah diam-diam kalau mereka sadar aku tadi terlalu dekat dengan Nisa habislah aku. Hancur semua.

Aku melirik Nisa sekejap wajahnya pucat pasi, tangannya sibuk membetulkan hijabnya. Aku ingin menggenggam tangannya, meyakinkan dia kalau semua akan baik-baik saja, tapi aku tak berani. Satu gerakan kecil saja bisa membuat mereka semakin curiga.

“Aku harus bicara harus jelaskan sesuatu…” gumamku dalam hati sambil menelan ludah pahit.

Suaraku sendiri nyaris serak ketika kuucapkan kalimat penutup untuk menutupi kegugupanku.

POV Nisa

Ya Allah… tubuhku gemetar. Pintu itu terbuka, dan aku merasa semua rahasia akan tumpah ke lantai ini.

Aku buru-buru membetulkan hijabku, menarik ujung selendang hingga menutup rapat dada. Kedua tanganku meremas ujung selimut Berliana, terlalu keras, sampai kusadari buku jariku memutih. Nafasku tersengal, wajahku panas dingin, pipiku berganti merah lalu pucat.

“Wa… waalaikumsalam…” suaraku pecah, lirih, tak berani menatap mereka.

Aku tahu Hafsah sedang menelisik wajahku. Tatapannya seperti pedang, seolah ia bisa membaca hatiku.

Aku sengaja menunduk, berpura-pura sibuk dengan Berliana. Tapi pikiranku kalut.

Bagaimana kalau mereka tadi melihat Azhar hampir memelukku? Bagaimana kalau mereka tahu aku bukan sekadar babysitter, tapi istrinya…?

Jantungku berdegup terlalu kencang, sampai rasanya suara detaknya bisa terdengar oleh semua orang di ruangan ini. Aku menggigit bibir, mencoba menahan air mata yang nyaris pecah.

Ya Allah, lindungi pernikahan ini. Jangan biarkan rahasia kami terbongkar sebelum waktunya.

Aku melirik mas Azhar sekilas, ia pun sama tegangnya. Pandangan kami beradu sepersekian detik yaitu saling menenangkan, tapi justru semakin membuatku sadar kami sedang bermain api di depan orang-orang yang paling mudah curiga.

1
Yensi Juniarti
maaf kak bukan menghujat tapi alurnya muter2..🙏🙏🙏
aku agak binggung bacanya 🙏🙏🙏
Yensi Juniarti: Alhamdulillah kalau begitu 🙏🙏🙏
total 2 replies
Yuliana Tunru
kadang binging baca penulisan mu thorr saat alur cerita x dan diulang kyk pov gitu berulang2 dgn ulasan yg sama jd bertele2..padahal sdh bahus eh malah terusik dgn pov x pengulangan kisah deh
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: iya yah kakak akan diperbaiki kedepannya 🙏🏻🙏🏻
total 1 replies
Yuliana Tunru
wow dian ternyata selinkuh..klo mmg gitu knp msh bertahan dgn azhar cerai gih agar kakian sama2 bahagia dgn pilihan hati
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sama² pemain yah 😂🤭
total 1 replies
Eva Karmita
ya Alloh Nisa Azhar kalian berdua sudah di buatkan cinta ...sadar ngk sih nis ada hati yang lain terluka bilang mengetahui hubungan kalian berdua 💔😩
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Eva Karmita
maju terus Faris jgn gentar rebut hati Nisa ...

Nisa lebih baik menikah dengan duda dari pada jadi plakor
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: oh ho duda semakin di depan dong 🤭😂
total 1 replies
Eva Karmita
itu konsekuensi yang harus kamu tanggung Nisa ,, menjadi istri bayangan tak seindah yang dibayangkan akan ada hati yang selalu terluka melihat kemesraan suami dan istri sahnya 💔😭...,, Azhar jangan egois lepaskan Nisa biarkan Nisa mencari kebahagiaan yang lain ,, tidak ada keadilan bagi orang yang berpoligami yang ada hanya luka dan luka yg menggerogoti batin yg penuh luka dan tekanan 💔💔💔💔💔💔
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah...
total 3 replies
Eva Karmita
❤️
Eva Karmita
ya Allah jgn sampai ini menjadi awal yang menyakitkan Nisa kamu sudah menyerahkan diri mu ...,, tidak ada rumah tangga yang baik" saja apalagi diawal dengan keterpaksaan ingat Azhar berstatus suami orang , semoga saja Nisa bisa menjalani hari-harinya dengan baik
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe
total 1 replies
Eva Karmita
😭 yg kuat Nisa.... Azhar plesss kalau kamu memang mencintai istri dan anak mu tolong jangan sampai kamu nyentuh Nisa kasihan Nisa anak yang baik kan kamu udah ngomong ngk bakalan jatuh cinta dengan Nisa
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pasti kuat lah KK
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!